Oleh : Hayat Abdul Latief
zawiyahjakarta.or.id – Mari kita perhatikan firman Allah SWT,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَٱسْتَمِعُوا۟ لَهُۥٓ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ لَن يَخْلُقُوا۟ ذُبَابًا وَلَوِ ٱجْتَمَعُوا۟ لَهُۥ ۖ وَإِن يَسْلُبْهُمُ ٱلذُّبَابُ شَيْـًٔا لَّا يَسْتَنقِذُوهُ مِنْهُ ۚ ضَعُفَ ٱلطَّالِبُ وَٱلْمَطْلُوبُ
“Wahai Manusia! Telah dibuat satu perumpamaan, maka perhatikanlah oleh kalian – Sesungguhnya sesembahan selain Allahٓ yang kalian sembah tidak akan mampu menciptakan seekor lalatpun. Dan jika lalat merebut sesuatu dari mereka, mereka tidak bisa mengambil kembali darinya – (Manusia) yang menyembah dan (berhala) yang disembah lemah (tak punya kuasa).” (QS. AlHajj: 73)
Menurut Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, pakar tafsir abad 14 H dalam tafsirnya, “Firman ini tertuju kepada orang mukmin dan orang kafir. Bagi orang mukmin, firman-Nya ini bertambah ilmu dan bashirah (pandangannya), sedangkan bagi orang-orang kafir sebagai penegak hujjah terhadapnya. Perumpamaan ini Allah buat untuk menerangkan buruknya menyembah berhala, menerangkan lemahnya akal orang yang menyembahnya, dan lemahnya yang disembah. Jika makhluk yang rendah dan kecil ini tidak mampu mereka ciptakan apalagi makhluk yang di atasnya. Seperti wewangian yang dioleskan kepada berhala-berhala itu. Hal ini menunjukkan sangat lemah sekali.
Ada pula yang menafsirkan, “Sama lemahnya yang disembah dan lalat itu.” Masing-masing lemah, dan yang lebih lemah lagi adalah orang yang bergantung dengan yang lemah itu dan menempatkannya sejajar dengan Rabbul ‘alamin.” (Tafsir as-Sa’di)
Diriwayatkan, Umar bila mengenang episode hidupnya di masa jahiliyah, kadang menangis dan kadang tertawa. Menangis, karena beliau mengingat dan menyesali perbuatan wa’dul banat (mengubur anak perempuan hidup-hidup) lantaran merasa malu dan aib punya anak perempuan yang tidak bisa mewarisi kepahlawanan ayahnya. Tertawa, karena mengingat suatu kejadian lucu dan konyol – Berhala yang disembah ada yang terbuat dari logam emas, perak. Ada pula dari batu dan kayu. Bahkan ada yang terbuat dari roti dari gandum. Setelah cape dari ritual sembah dan doa perut mereka lapar ‘keroncongan’, akhirnya mereka ramai-ramai menyantap berhala roti tersebut.
Baca juga : pentingnya rasa tazim kepada guru
Masuk Jannah dan Neraka Lantaran Seekor Lalat
Diceritakan dalam sebuah riwayat – Dahulu, sebelum umat Kanjeng Nabi Muhammad SAW hidup dua orang bersaudara. Mereka menempuh perjalanan jauh. Sampailah mereka ke suatu wilayah yang syarat untuk memasukinya harus memberikan sesajen persembahan kepada berhala yang dipertukankan mereka.
Penjaga: Apa yang engkau persembahkan kepada sesembahan kami?
Musafir 1: Saya tidak punya apa-apa!
Penjaga: Berikanlah persembahan untuknya meskipun seekor lalat! (Dia melakukanya (tidak menjaga tauhid), lantaran itu dia masuk neraka).
Penjaga: Apa yang engkau persembahkan kepada sesembahan kami?
Musafir 2: Saya tidak punya apa-apa!
Penjaga: Persembahkanlah kepadanya meskipun seekor lalat!
Musafir 2: Saya tidak akan mempersembahkan sesuatu kecuali kepada Allah semata! (Akhirnya dia dibunuh dalam keadaan menjaga iman-tauhidnya. Lantaran itu ia masuk surga).
Mukjizat Hadits tentang Lalat
“Dari Abu Hurairah RA, berkata: Rasulullah SAW bersabda: Apabila lalat telah jatuh ke dalam minuman seorang dari kalian, maka celuplah ia kemudian buanglah ia. Karena satu dari sayapnya mengandung penyakit dan satu lainya mengandung obat penawarnya”. HR. Imam Bukhari, Abu Dawud dan lainya.
Faedah Ayat dan Hadits:
1. Betapa lemahnya berhala yang mereka sembah, yang mereka puja puja sehingga tidak kuasa melawan lalat sekalipun. Tidak mampu mengusir lalat yang hinggap di hidung, di mata, di telinga dan di badannya.
2. larangan memberikan persembahan (sesajen).
3. Al Quran, juga Sunnah, merupakan mukjizat, keajaiban yang datang dari Allah SWT melalui nabi-Nya untuk menunjukan kebenaran risalahnya dan melumpuhkan tantangan dari pihak penantang.
4. Air minum yang kejatuhan lalat jangan dibuang. Itu perbuatan tabdzir. Yang dilakukan adalah mencelupkan lalat kemudian membuangnya. Lantas airnya aman diminum.
5. Teknologi, sains dan medis telah maju. Ternyata hadits Kanjeng Nabi ini sesuai dengan fakta ilmiah – bahwa dalam salah satu sayap lalat ada penyakit dan dalam satu sayap lainya ada obat penawarnya.
6. Wajib membasmi asbab sumber penyakit baik lalat, nyamuk dan seterusnya.
7. Haram memakan lalat atau binatang pembawa dan mengandung penyakit lainya.Wallahu a’lam. Semoga bermanfaat.
(Sumber: Al Quran, Bulughul Maram dan lainya)
Penulis adalah Direktur Korp Da’i An Nashihah dan Mahasiswa S2 Ma’had Aly Zawiyah Jakarta.