
Oleh: Hayat Abdul Latief
*Larangan Berbuat Dosa*
Bai’at ‘Aqabah I (621 SM) adalah perjanjian Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam dengan 12 orang dari Yatsrib yang kemudian mereka memeluk Islam. Bai’at ‘Aqabah ini terjadi pada tahun kedua belas kenabiannya shallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian mereka berbaiat (bersumpah setia) untuk Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam.
Isi baiat itu telah tersedia enam perkara: Tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun. Jangan mencuri. Jangan berzina. Jangan membunuh anak-anak kalian. Jangan berbohong. Jangan bermaksiat kepada-Nya.
*Akibat berbuat dosa:*
*1. Akan di-qishash pada hari kiamat.* Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ
“Siapa yang pernah berbuat aniaya (zhalim) terhadap kehormatan saudaranya atau sesuatu apapun hendaklah dia meminta kehalalannya (maaf) pada hari ini (di dunia) sebelum datang hari yang ketika itu tidak bermanfaat dinar dan dirham. Jika dia tidak lakukan, maka (nanti pada hari kiamat) bila dia memiliki amal shalih akan diambil darinya sebanyak kezholimannya. Apabila dia tidak memiliki kebaikan lagi maka keburukan saudaranya yang dizhaliminya itu akan diambil lalu ditimpakan kepadanya”. (HR. Al-Bukhari no. 2449)
*2. Mendapatkan laknat dari Allah.* Allah Ta’ala berfirman:
يَوْمَ لا يَنفَعُ الظَّالِمِينَ مَعْذِرَتُهُمْ وَلَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ
“(yaitu) hari yang tidak berguna bagi orang-orang zalim permintaan maafnya dan bagi merekalah laknat dan bagi merekalah tempat tinggal yang buruk” (QS. Ghafir: 52).
*3. Mendapatkan kegelapan di hari kiamat.* Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الظُّلْمُ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ القِيَامَةِ
“Kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat” (HR. Al Bukhari no. 2447, Muslim no. 2578).
*4. Terancam oleh doa orang yang dizhalimi* Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ
“Dan berhati-hatilah terhadap doa orang yang terzalimi, karena tidak ada penghalang antara doanya dengan Allah.” (HR. Bukhari no.1496, Muslim no.19).
*5. Jauh dari hidayah Allah.* Allah subhanahu wata’ala berfirman:
إِنَّ اللّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim” (QS. Al Maidah: 51).
*6. Dijauhkan dari Al Falah (kebahagiaan hidup).* Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّهُ لاَ يُفْلِحُ الظَّالِمُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang zalim tidak akan mendapatkan al falah” (QS. Al An’am: 21)
*7. Kezaliman adalah sebab bencana dan petaka.* Allah Ta’ala berfirman:
فَكَأَيِّن مِّن قَرْيَةٍ أَهْلَكْنَاهَا وَهِيَ ظَالِمَةٌ فَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا وَبِئْرٍ مُّعَطَّلَةٍ وَقَصْرٍ مَّشِيدٍ
“Berapalah banyaknya kota yang Kami telah membinasakannya, yang penduduknya dalam keadaan zalim, maka (tembok-tembok) kota itu roboh menutupi atap-atapnya dan (berapa banyak pula) sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang tinggi” (QS. Al Hajj: 45).
*Larangan Putus Asa, Bila Telah Berbuat Dosa*
Manusia tempat salah dan dosa. Manusia apabila berdosa, dilarang berputus asa. Karena Allah yang subhanahu wata’ala selalu menerima taubat hamba-Nya sepanjang masa – selama nyawa belum di tenggorokan dan selama matahari belum terbit dari barat.
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (53) وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ (54)
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az Zumar: 53-54).
*Kisah Wakhsi Menebus Kesalahan*
Perang Uhud pun terjadi. Wahsyi yang ditugaskan membunuh Hamzah fokus mengintai targetnya di medan perang. Saat keadaan makin berkecamuk, Wahsyi melancarkan tombaknya dari kejauhan ke arah Hamzah dan menancap tepat dari berlakang tubuhnya.
Tak cukup disitu, Wahsyi dengan tega membelah dada Hamzah serta mencabiknya lalu mengeluarkan jantungnya. Isi perut Hamzah ia bedah, hatinya ia kunyah. Wajahnya ia rusak, hidung dan telinganya ia jadikan kalung. Sungguh kejam apa yang dilakukan Wahsyi, si budak hitam.
Seusai Perang Uhud, Wahsyi kembali ke Mekkah. Sesuai perjanjian yang telah disepakati, dibebaskan oleh tuannya, Jubair bin Muth’im.
Kebebasan dirinya dari perbudakan tak menjadikan jiwanya turut bebas. Ia dilanda gelisah yang berkepanjangan saat semakin banyaknya penduduka Makkah, Madinah dan Thaif berbondong-bondong masuk Islam.
Wahsyi dilanda ketakutan. Ia merasa dirinya semakin dikepung. Tak ada tempat baginya untuk melarikan diri. Penyesalan demi penyesalan menghujani dirinya.
Melihat kondisi jiwa Wahsyi yang terpuruk, sahabatnya pun datang dan menasihati, “Pelarian dirimu sia-sia, Wahsyi. Demi Allah, Muhammad tak akan membunuh orang yang masuk agamanya dan mengakui kebenaran Allah dan rasul-Nya.”
Setelah mendengar nasihat mulia itu, Wahsyi dengan mantap keluar dari Thaif bersama utusan Rasulullah. Wahsyi pun menemui Rasul dan mengucap dua kalimat syahadat di hadapannya.
Rasulullah bertanya, “Apakah engkau Wahsyi?”
“Iya, benar.” Jawab Wahsyi.
Rasul bertanya kembali, “Apakah engkau telah membunuh Hamzah?”
“Perkara itu sebagaimana yang telah sampai pada anda.” Jawab Wahsyi.
Mendengar pernyataan itu, Rasul berkata, “Dapatkah engkau menjauhkan wajahmu dariku?”
Mendengar jawaban itu, Wahsyi merasa amat menyesal akan perbuatannya. Ia takut jika suatu saat Rasul melihat wajahnya. Wahsyi pun pergi dari hadapan baginda Rasul dengan membawa segenap rasa bersalah.
Meskipun dirinya tak mungkin bertemu Rasul, ia amat merindukan Rasul. Ia begitu ingin memandang wajah Rasul sebagaimana para sahabat melakukannya. Tapi kesempatan itu belum ia dapatkan sampai baginda Rasul wafat.
Hidup Wahsyi selalu dihantui kenyataan bahwa dirinya telah membunuh Asadullah, Hamzah bin Abdul Muthallib, pahlawan Islam yang teramat besar jasanya. Ia selalu mencari kesempatan agar dirinya dapat menebus dosa besar itu.
Setelah wafatnya Nabi Muhammad, estafet kepemimpinan umat Islam beralih ke tangan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Tantangan terbesar yang dihadapi bukan lagi memerangi Kaum Quraisy tetapi memerangi nabi palsu yang bermunculan. Salah satunya adalah Musailamah Al-Kazzab.
Khalifah Abu Bakar pun menyiapkan strategi untuk memerangi musuh Allah, Musailamah. Abu Bakar mengerahkan pasukannya ke Yamamah untuk menumpas nabi palsu. Wahsyi tak ingin menyia-nyiakan kesempatannya. Ia pun turut serta dalam pasukan itu.
Jagoan tombak itu memperteguh niatnya dan mendedikasikan dirinya untuk Islam. Lembing runcing di ujung tombaknya telah terasah, semangatnya pun telah berkobar. Dengan mantap ia berangkat menuju Yamamah dan bertekad membunuh Musailamah atau mati syahid.
Dalam aksi menumpaskan nabi palsu itu, kaum Muslimin berhasil mendobrak pertahanan Musailamah dan para pengikutnya. Mereka berbondong-bondong menyerbu markas nabi palsu tersebut.
Wahsyi melompat ke barisan depan dan mengintai Musailamah. Ia pun mulai membidik Musailamah dengan tombak runcingnya. Tombak yang dahulu ia gunakan untuk membunuh manusia mulia. Tombak runcing Wahsyi pun melesat cepat dan menancap kuat di tubuh Musailamah. Nabi palsu itupun jatuh tersungkur.
“Sungguh, dengan tombak itu aku telah membunuh sebaik-baiknya manusia. Dan dengan tombak itu pula, aku telah membunuh seburuk-buruknya manusia.”
Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat.
*(Penulis adalah Direktur Korp Da’i An-Nashihah dan Mahasiswa S2 Zawiyah Jakarta)*