Oleh: Hayat Abdul Latief

 

Setiap bulan Ramadhan kaum muslimin diwajibkan berpuasa. Puasa, menurut bahasa الإمساك، artinya menahan atau mencegah diri, menurut istilah syariat,

 

الإمساك عن المفطرات من اكل او شرب او شهوات وما اشبه ذالك من طلوع الفطر الى غروب الشمس

 

(Menahan diri dari yang membatalkan puasa berupa makan, minum, syahwat dan sejenisnya dari fajar sampai terbenam matahari-maghrib).

 

Kewajiban puasa Ramadhan, berdasarkan firman Allah SWT,

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

 

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah, Ayat 183).

 

Diantara Fadilah puasa, hadis berikut inilah yang mewakili hikmah disyariatkannya puasa yakni betapa dasyatnya fadhilah puasa dalam pandangan Allah dan rasul-Nya.

 

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

 

“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi” (HR. Muslim no. 1151).

 

Macam-macam puasa sunah,

 

1. Puasa Senin-Kamis

2. Puasa Tiga Hari Setiap Bulan Hijriyah

3. Puasa Daud

4. Puasa di Bulan Sya’ban

5. Puasa Enam Hari di Bulan Syawal

6. Puasa di Awal Dzulhijah

7. Puasa ‘Arofah

8. Puasa ‘Asyura

9. Dan lainnya.

 

Puasa sendiri merupakan bagian dari pengobatan mengobati jasmani dari penyakit medis dan mengobati rohani dari keserakahan. Hancurnya suatu negeri tidak lain tidak bukan karena terlahir dari orang-orang yang serakah yang bahkan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

 

Sedangkan ikhtiar penyembuhan dengan berobat sangat dianjurkan sebagai usaha menyempurnakan tawakal kepada Allah SWT, selama tidak melanggar dan menabrak kaidah atau aturan Islam itu sendiri. Permasalahan yang dulu tidak ada seiring perkembangan zaman dan kebutuhan maka timbullah masalah-masalah baru yang wajib dijawab oleh fuqaha kontemporer.

 

Imam Ahmad juga pernah berkata, “Para sahabat juga berdagang dan bekerja atau berkebun dengan pohon kurmanya. Dan mereka itulah teladan kita” (Fathul Bari, 11/305-306). Dengan pengertian, para sahabat Rasulullah SAW tidak meninggalkan ikhtiar dalam rangkaian tawakal mereka. Mereka adalah generasi terbaik yang pernah ada di muka bumi sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

 

Sebagai ikhtiar kesehatan seseorang wajib berobat baik ketika dalam keadaan puasa ataupun dalam keadaan tidak berpuasa. Lantas banyak pertanyaan yang berkaitan dengan berobat pada siang hari bulan Ramadhan. Inilah di antara pertanyaan yang setiap tahunnya selalu berulang.

 

Untuk saat ini kasus yang sering menjadi bahan pertanyaan adalah bagaimana hukumnya vaksin covit 19 di siang hari bulan romadhon? Jawaban yang sama dengan fatwa di atas bawa vaksin = suntik. Selama berfungsi tidak sebagai makanan dan minuman maka itu tidak masalah alias tidak membatalkan puasa.

 

Pada hari Selasa , 09 Mar 2021, Harian Republika melansir, Pusat Fatwa Al-Azhar mengeluarkan fatwa berkaitan dengan hukum vaksinasi pada saat berpuasa Ramadhan.

Lembaga Fatwa ini menilai vaksinasi tak membahayakan puasa. Dengan kata lain puasa tidak batal karena divaksin.

 

Adapun mengambil darah untuk pemeriksaan kesehatan (ceck up),

 

الفِطْرُ مِمَّا دَخَلَ وَلَيْسَ مِمَّا خَرَجَ

 

“Puasa menjadi batal sebab adanya sesuatu yang masuk (ke dalam tubuh), bukan sebab sesuatu yang keluar (dari tubuh).” (Al-Kasani, Bada’ius Shana’i, juz 2, halaman 92).

 

Dari sekian banyak hal yang membatalkan puasa kebanyakan adalah masuknya sesuatu ke dalam tubuh manusia, namun ada yang membatalkan puasa yaitu muntah, itupun karena muntah yang disengaja, bukan muntah alamiah.

 

*Pelajaran:*

 

*Satu,* di antara hikmah dan falsafah puasa, bahwa perilaku hidup adalah menahan, bukan mengumbar atau melampiaskan, menunggangi nafsu bukan ditunggangi oleh nafsu, mengendalikan kemauan bukan dikendalikan oleh kemauan yang tidak ada batasnya.

 

*Dua,* kehancuran dan kehinaan pasti terjadi, apabila seseorang memperturutkan obsesi dengan memanjakan bagian luar dari sisi kemanusiaan. Padahal sisi luar manusia adalah bagian yang terendah dari eksistensi dirinya.

 

*Tiga,* puasa itu sendiri merupakan proses penyembuhan jasmani dari berbagai macam penyakit medis dan pengobatan rohani dari keserakahan dan kerakusan yang menghilangkan nilai manusia itu sendiri.

 

*Empat,* yang membatalkan puasa dari sisi Fikih adalah memasukan sesuatu melalui jalur pencernaan atau dari jalur lain sebagai pengganti asupan makanan dan minuman. Yang masuk ke dalam tubuh manusia selain melalui pencernaan, adakalanya membatalkan seperti infus dan adakalanya tidak membatalkan seperti suntik atau vaksin untuk pengobatan.

 

*Lima,* tidak mengotori kesucian puasa dengan perilaku yang membatalkan hikmah dari sisi ketakwaan. Bukan hanya tidak makan dan minum, namun memakan bangkai saudaranya (ghibah dan sejenisnya) dan meminum darahnya (menumpahkan darah dan mencederai kehormatan sesama muslim). Wallahu A’lam.

 

Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat.

 

*(Penulis adalah Direktur Korp Da’i An-Nashihah dan Mahasiswa S2 Zawiyah Jakarta)*

 

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *