Oleh: Hayat Abdul Latief
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman menceritakan tentang keberatan para malaikat berkenaan dengan penciptaan manusia yang suka menumpahkan darah,
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّى جَاعِلٌ فِى ٱلْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوٓا۟ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّىٓ أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah: 30)
Ini adalah permulaan penciptaan nabi Adam alaihissalam, bapak moyang manusia dan keutamaan beliau, dan bahwasanya Allah ta’ala ketika ingin menciptakannya, Allah mengabarkan kepada para malaikat tentang hal tersebut, dan bahwasanya Allah ta’ala menjadikannya sebagai khlifah di bumi.
Lalu para malaikat berkata, ”mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dengan kemaksiatan-kemaksiatan dan menumpahkan darah?” hal ini merupakan uraian secara khusus setelah disebutkan secara umum demi menjelaskan besarnya kerusakan akibat pembunuhan itu.
Dan hal itu adalah sebatas dugaan para malaikat, bahwasanya khalifah yang akan di ciptakan di bumi itu akan melakukan hal-hal yang mereka sebutkan, lalu mereka menyucikan Sang Pencipta dari hal itu semua dan mengagungkanNya, kemudian mereka mengungkapakan bahwasanya mereka dalam setiap kondisi selalu beribadah kepadaNya tanpa berbuat kerusakan.
Maka mereka berkata, ”padahal kami senantiasa bertasbih dengan memujiMu, ” maksudnya, kami menyucikanMu dengan segala kesucian yang sesuai dengan segala pujian dan keagunganMu, ”dan menyucikanMu, ” kemungkinan artinya adalah menyucikanMu, jadi huruf lam mengandung maksud pengkhususan dan keikhlasan, atau mungkin juga dapat berarti kami menyucikan diri kami karenaMu yaitu membersihkannya dengan cara menghiasinya dengan akhlak-akhlak yang mulia, seperti mencintai Allah, takut kepadaNya, dan mengagungkanNya, dan membersihkannya dari akhlak-akhlak yang hina.
Selanjutnya, ”Dia berkata, ” yakni, Allah berkata kepada malaikat, ”sesungguhnya Aku mengetahui, ” dari khalifah ini, ”apa yang kamu tidak ketahui, ” karena perkataan kamu adalah menurut apa yang kamu sangkakan, sedangkan Aku mengetahui yang Nampak maupun yang tersembunyi, dan Aku mengetahui bahwasanya kebaikan yang di peroleh dari penciptaan khalifah ini adalah lebih besar berlipat ganda sekalipun termasuk di dalamnya ada pula keburukan-keburukan.
Kemudian ketika perkataan para malaikat menunjukkan keutamaan mereka atas khalifah yang akan di ciptakan oleh Allah di muka bumi, maka Allah hendak menjelaskan kepada mereka tentang keutamaan nabi Adam yang membuat mereka mengetahui keutamaan Allah, kesempurnaan hikmah, dan ilmuNya (Tafsir as-Sa’di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, pakar tafsir abad 14 H 30).
Perlu diketahui, membunuh merupakan termasuk 7 dosa besar yang membinasakan, sebagaimana sabda Rasulullah shalallahu alaihi wasallam,
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ المُوبِقاتِ، قالوا: يا رَسولَ اللَّهِ وما هُنَّ؟ قالَ: الشِّرْكُ باللَّهِ، والسِّحْرُ، وقَتْلُ النَّفْسِ الَّتي حَرَّمَ اللَّهُ إلَّا بالحَقِّ، وأَكْلُ الرِّبا، وأَكْلُ مالِ اليَتِيمِ، والتَّوَلِّي يَومَ الزَّحْفِ، وقَذْفُ المُحْصَناتِ المُؤْمِناتِ الغافِلاتِ.
+: “Jauhilah oleh kalian tujuh dosa besar yang membinasakan!”
-: “Wahai Rasulullah apa saja tujuh dosa itu?”
+: Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan haq, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari pa hari peperangan dan menuduh (zina) wanita yang terpelihara, mu’minah dan ghaafilaat.” (HR. Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah raḍiyallahu’anhu)
Dalam Shahihain disebutkan, Abdurrahman bin Abzi radhiallahu’anhu menyuruh seorang tabi’i yang bernama Sa’id bin Jubair untuk bertanya kepada Ibnu Abbas radhiallahu’anhu tentang dua ayat ini apa pendapatnya?
وَٱلَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ ٱلنَّفْسَ ٱلَّتِى حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ ۚ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ يَلْقَ أَثَامًا
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (QS. Al-Furqan: 68)
dan ayat,
وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُهُۥ جَهَنَّمُ خَٰلِدًا فِيهَا وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُۥ وَأَعَدَّ لَهُۥ عَذَابًا عَظِيمًا
“Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (An-Nisa: 93 )
Ibnu Abbas menjawab: Ketika diturunkan ayat (tentang pembunuhan) di dalam surat Al-Furqan Ayat 68, orang-orang musyrik penduduk Mekkah berkata, “Sungguh kami dulu telah membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah, menyeru tuhan lain selain Allah dan kami telah melakukan perbuatan keji, lalu Allah menurunkan ayat,
إِلَّا مَن تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَٰلِحًا فَأُو۟لَٰٓئِكَ يُبَدِّلُ ٱللَّهُ سَيِّـَٔاتِهِمْ حَسَنَٰتٍ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
“Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Furqan: 70). Ayat ini diturunkan untuk mereka.
Adapun yang berkaitan dengan surat An-Nisa: 93, seseorang apabila telah mengenal Islam dan syariatnya, kemudian dia membunuh, maka balasannya adalah neraka jahanam, tidak ada taubat baginya. Kerangan itu disebutkan oleh Sa’id bin Jubair dihadapan Imam mujahid. Beliau berkata, “kecuali orang yang menyesali (perbuatannya) – orang yang bertaubat dikecualikan dari ancaman kekal di dalam Jahanam.
Dengan demikian, Ahlussunnah berpendapat, bahwasanya taubatnya pembunuh muslim dengan sengaja senantiasa diterima, karena ada firman Allah subhaanahu wa ta’aalaa,
وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى
Dan sungguh, Aku Maha Pengampun bagi yang bertobat, beriman dan berbuat kebajikan, kemudian tetap dalam petunjuk.” (QS. Thaha: 82)
dan karena ada firman-Nya:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa: 48)
Adapun yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma merupakan larangan keras terhadap pembunuhan. Dikatakan bahwasanya Ayat tersebut adalah ancaman bagi orang yang membunuh seorang mu’min dan menganggap halal membunuhnya – sebab keimanan yang ada dalam hatinya.
Karena barangsiapa yang menganggap halal membunuh ahli Iman karena keimanannya maka pembunuhnya menjadi kafir kekal dalam neraka. Dan bahwasanya pembunuhan, penyiksaan orang-orang musyrik kepada kaum muslimin dan perbuatan serupanya gugur dosa dari mereka karena memeluk agama Islam,
Karena Islam menghapus dosa sebelumnya. Wallahu a’lam.
Diambil dan diolah dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat dan menjadi amal jariyah!
*(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Pelajar Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)*