Oleh: Hayat Abdul Latief

 

Normalnya orang hidup, pastinya ada yang mencintai kita, disisi lain ada yang membenci. Kita sendiri sebagai subjek yang notabene mu’min mencintai apapun atau siapapun acuannya karena Allah subhanahu wa ta’ala semata. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

 

مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ وَأَبْغَضَ لِلَّهِ وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ الإِيمَانَ

 

“Siapa yang cintanya karena Allah, bencinya karena Allah, memberinya karena Allah dan tidak memberi pun karena Allah, maka sungguh telah sempurna keimanannya.” (HR. Abu Dawud)

 

Sebagai objek pun, pasti ada yang mencintai dan membenci, bahkan ada yang memusuhi kita. Bila yang memusuhi kita orang salah maka tak masalah, maksudnya bila kita dimusuhi orang yang menjadi musuh Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya, maka itu anggap saja mereka ujian bagi kita. Demikianlah, diantara ciri-ciri hamba-hamba Ar-Rahman. Firman-Nya,

 

وَعِبَادُ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى ٱلْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ ٱلْجَٰهِلُونَ قَالُوا۟ سَلَٰمًا

 

“Dan hamba-hamba (Allah) Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. Al-Furqan: 63)

 

Mengutip Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah – Markaz Ta’dzhim Al-Qur’an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas Al-Qur’an Universitas Islam Madinah: Allah menjelaskan sifat-sifat hamba-Nya yang shalih dan memuji mereka sebagaimana yang disebutkan dalam ayat ini: Mereka berjalan di muka bumi dengan tenang dan rendah hati, dan jika orang-orang fasik berlaku buruk terhadap mereka maka mereka akan berkata dengan perkataan yang jauh dari dosa karena mereka memiliki kesabaran.

 

Allah subhanahu wa ta’ala, para malaikat – terlebih 2 malaikat muqarrabin; Jibril dan Mika’il ‘alaihimas salam, dan para utusan Allah pun punya musuh. Tentu orang-orang kafirlah yang memusuhi mereka. Firman-Nya,

 

مَن كَانَ عَدُوًّا لِّلَّهِ وَمَلَٰٓئِكَتِهِۦ وَرُسُلِهِۦ وَجِبْرِيلَ وَمِيكَىٰلَ فَإِنَّ ٱللَّهَ عَدُوٌّ لِّلْكَٰفِرِينَ

 

“Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 98)

 

Para nabi sebagai penyampai risalah Allah tidak terlepas dari permusuhan mereka. Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan mereka setan. Firman-nya,

 

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِىٍّ عَدُوًّا شَيَٰطِينَ ٱلْإِنسِ وَٱلْجِنِّ يُوحِى بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ زُخْرُفَ ٱلْقَوْلِ غُرُورًا ۚ وَلَوْ شَآءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ ۖ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ

 

“Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan. (QS. Al-An’am: 112)

 

Alhasil, kalau yang memusuhi kita adalah orang salah, tidak masalah. Namun kalau yang menjadi musuh kita adalah orang shaleh maka menjadi masalah. Mengacu kepada QS. Al-Baqarah: 98, kalau kita memusuhi Allah subhanahu wa ta’ala, para malaikat dan para utusan-Nya, na’udzu billah min dzalik, pasti mereka akan menjadi musuh kita. Kalau kita dimusuhi oleh mereka, alamat kehinaan dan kesengsaraan bagi kita yang tidak berkesudahan. Sebagai manusia yang berinteraksi dengan manusia lain, berhati-hatilah memusuhi orang shaleh. Kalau mereka berbalik memusuhi kita, maka Allah subhanahu wa ta’ala menyatakan perang dengan kita. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam hadits Qudsi,

 

من عادَى لي وليًّا فقد آذنتُه بالحربِ ، وما تقرَّب إليَّ عبدي بشيءٍ أحبَّ إليَّ ممَّا افترضتُ عليه ، وما يزالُ عبدي يتقرَّبُ إليَّ بالنَّوافلِ حتَّى أُحبَّه ، فإذا أحببتُه : كنتُ سمعَه الَّذي يسمَعُ به ، وبصرَه الَّذي يُبصِرُ به ، ويدَه الَّتي يبطِشُ بها ، ورِجلَه الَّتي يمشي بها ، وإن سألني لأُعطينَّه ، ولئن استعاذني لأُعيذنَّه ، وما تردَّدتُ عن شيءٍ أنا فاعلُه ترَدُّدي عن نفسِ المؤمنِ ، يكرهُ الموتَ وأنا أكرهُ مُساءتَه

 

“Sesungguhnya Allah berfirman: “Barangsiapa yang memusuhi wali (kekasih)-Ku maka sungguh Aku telah mengumumkan peperangan kepadanya. Tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu (amal shaleh) yang lebih Aku cintai dari pada amal-amal yang Aku wajibkan kepadanya (dalam Islam), dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amal-amal tambahan (yang dianjurkan dalam Islam) sehingga Aku-pun mencintainya. Lalu jika Aku telah mencintai seorang hamba-Ku, maka Aku akan selalu membimbingnya dalam pendengarannya, membimbingnya dalam penglihatannya, menuntunnya dalam perbuatan tangannya dan meluruskannya dalam langkah kakinya. Jika dia memohon kepada-Ku maka Aku akan penuhi permohonannya, dan jika dia meminta perlindungan kepada-Ku maka Aku akan berikan perlindungan kepadanya. Tidaklah Aku ragu melakukan sesuatu yang mesti aku lakukan seperti keraguan untuk (mencabut) nyawa seorang yang beriman (kepada-Ku), dia tidak menyukai kematian dan Aku tidak ingin menyakitinya” (HR al-Bukhari 5/2384, no. 6137 dari Abu Hurairah raḍiyallahu’anhu)

 

Wali Allah merupakan orang-orang shaleh yang selalu mendekatkan diri kepada-Nya dengan mengamalkan ketaatan, mengerjakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya dan memperbanyak amal-amal sunnah, maka Allah membalasnya dengan penjagaan dan pertolongan-Nya. Berhati-hatilah terhadap orang-orang shaleh. Mereka termasuk orang-orang yang diberi nikmat ‘maknawi’ oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Firman-Nya,

 

وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ فَأُو۟لَٰٓئِكَ مَعَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِم مِّنَ ٱلنَّبِيِّۦنَ وَٱلصِّدِّيقِينَ وَٱلشُّهَدَآءِ وَٱلصَّٰلِحِينَ ۚ وَحَسُنَ أُو۟لَٰٓئِكَ رَفِيقًا

 

“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An-Nisa: 69)

 

Faedah dari tulisan ini:

 

*Satu,* tanda kesempurnaan iman; mencintai, membenci, memberi dan menahan pemberian acuannya karena Allah subhanahu wa ta’ala.

 

*Dua,* kalau kita dibenci oleh orang salah maka tak masalah, namun kalau dibenci orang shaleh akan menjadi masalah.

 

*Tiga,* dengan taat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya (nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam), Allah akan menghimpun kita bersama para nabi, shiddiqin (orang-orang yang membenarkan risalah para nabi tanpa keraguan), syuhada (orang-orang yang mati syahid) dan shalihin (orang-orang yang shaleh). Wallahu a’lam.

 

Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat dan menjadi amal jariyah!

 

(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Pelajar Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)

 

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *