Oleh: Hayat Abdul Latief

 

Ilmu juga kegiatan belajar dan mengajar sangat penting dalam Islam. Rasulullah shallallahu ‘slaihi wasallam bersabda,

 

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

 

“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim.” (HR. Ibnu Majah no. 224, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu)

 

Orang berilmu akan diberi Kebaikan Dunia dan Akhirat. Allah subhana wa ta’ala berfirman:

 

يُؤْتِى ٱلْحِكْمَةَ مَن يَشَآءُ ۚ وَمَن يُؤْتَ ٱلْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِىَ خَيْرًا كَثِيرًا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّآ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ

 

“Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)”. (QS. Al-Baqarah: 269)

 

Rasulullah sendiri diutus sebagai guru peradaban yang sangat berpengaruh. Sabdanya,

 

إنما بعثت معلما

 

“Dan sesungguhnya aku diutus sebagai seorang guru.” (HR. Ibnu Majah – 229)

 

Saking mulianya kedudukan guru, Ahmad Syauki, seorang penyair Mesir, pernah menyatakan bahwa guru itu hampir seperti seorang rasul. Mungkin itu terlalu berlebihan. Karena memang pada dasarnya antara rasul dan guru memiliki tugas dan peranan yang sama, yaitu mendidik, mengajar, dan membina umat.

 

Para ulama khususnya Indonesia layak disebut guru bangsa dan perekat umat. Ulama layak disebut sebagai Guru Bangsa pada bidangnya masing-masing. Kita sebagai anak bangsa seyogyanya mengambil ‘ibrah (pelajaran), uswah (keteladanan) dan hikmah (kebijaksanaan) dari mereka.

 

Salah satu hal yang paling penting dalam menuntut ilmu adalah bimbingan dari seorang guru. Terlebih belajar ilmu agama Islam, haruslah sesuai dengan bimbingan guru. Belajar agama Islam janganlah secara otodidak semata, karena akan menjadi bahaya jika salah memahami suatu teks ayat atau hadits. Dikarenakan begitu pentingnya bimbingan guru, maka kita haruslah menghormati dan memuliakan guru. Hal ini semata-mata untuk mendapatkan ridha guru yang pada akhirnya akan mengantarkan kita kepada Allah.

 

Para pendidik tidak boleh lupa bahwa zaman sudah berubah. Anak didik sudah mahir untuk mencari pengetahuan meskipun anak didik tidak berada di sekolah. Anak didik sudah mahir mendebat gurunya jika mereka menemukan kejanggalan pada saat pembelajaran. Dan pada saat seperti itulah, kehormatan dan harga diri dipertaruhkan. Semestinya guru terus membangun dirinya agar selalu gemar belajar. Guru sering menasihati anak didik agar belajar sejak ayunan hingga liang lahat. Mengapa guru tidak merasa malu kepada anak didik karena tidak bersikap konsisten atas ucapannya? Sungguh sikap guru yang tak layak ditiru. Mencari ilmu itu ibarat minum air laut. Tak pernah merasakan puas. Justru pencari ilmu itu digoda dengan ketidaktahuan baru.

 

Mengenai belajar sepanjang hayat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

 

لن يشبع مؤمن من خير حتى يكون منتهاه الجنة

 

“Seorang mukmin tidak akan puas dari kebaikan sehingga tempat akhirnya adalah surga.” HR At-Tirmidzi dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu anhu – Hadits Hasan)

 

Sedangkan kebaikan yang paling utama yang harus kita luangkan waktu adalah menuntut ilmu. Hadis di atas sesuai dengan kalam berikut,

 

اُطْلُبُوا العِلْمَ مِنَ المَهْدِ إِلى اللَّحْدِ

 

”Tuntutlah ilmu oleh kalian mulai sejak di buaian hingga liang lahat”.

 

Al-Hafizh Ibnu ‘Abdil Barr berkata:

 

من مات طالباً للعلم

فهو من علامات حسن الخاتمة

‏لأنه مات على طاعة عظيمة

 

“Siapa yang mati dalam keadaan menuntut ilmu, maka ia berada dalam tanda husnul khatimah (mati yang baik) karena ia telah mati dalam ketaatan yang sangat besar.”

 

Faedah:

 

Satu, ilmu juga kegiatan belajar dan mengajar sangat penting dalam Islam.

 

Dua, orang yang berilmu akan diberi kebaikan dunia dan akhirat.

 

Tiga, salah satu yang terpenting dalam menuntut ilmu adalah bimbingan seorang guru.

 

Empat, semestinya guru harus membangun dirinya agar terus belajar.

 

Lima, di antara tanda tanda Khusnul Khotimah adalah mati dalam keadaan menuntut ilmu. Wallahu a’lam.

 

Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat!

 

(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Pelajar Mahad Aly Zawiyah Jakarta)

 

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *