Oleh: Hayat Abdul Latief

Seperti yang dirilis CNBC Indonesia Rabu, 14/09/2022 13:05 WIB: Sejumlah data RI disebarluaskan oleh hacker Bjorka. Tak hanya pejabat, ia juga juga membongkar data-data dari lembaga publik dan pemerintah.

Data tersebut beredar di forum atau grup Telegram. Selain di Telegram, Bjorka juga mencuit dan me-mention sejumlah akun Twitter pejabat sasarannya. Namun tak butuh waktu lama Twitter memblokir akun @bjorkanism setelah mengunggah sejumlah cuitan kepada akun-akun pejabat yang data pribadinya dibocorkan. Menurut pakar teknologi informasi (IT) dari UGM, Dr Ir Ridi Ferdiana, ST, MT, IPM, aktivitas yang dilakukan hacker Bjorka dikenal dengan istilah hacktivism, yaitu aktivitas hack (peretasan) untuk motif sosial dan politik.

Ridi mengatakan, mengungkap identitas Bjorka bukan pekerjaan yang mudah. Di sisi lain, ada masalah fundamental yang harus segera diatasi yaitu bagaimana pemerintah beserta institusinya sebagai role model lekas berbenah untuk mengamankan dan lebih menghargai data pribadi masyarakat yang tersimpan.

Tidak Ada Data Rahasia bagi Allah

Hakikatnya tidak ada yang rahasia dalam pandangan Allah. Allah memiliki nama Al ‘Alim dan Al Khabir. Kedua nama ini sama-sama memiliki makna Maha Mengetahui. Allah mengetahui dengan detil meskipun sesuatu yang lembut (sangat kecil) dan mengetahui apa yang tersirat, sesuatu yang abstrak dan tak terlihat. Tidak ada sesuatu pun yang luput dari pengetahuan Allah.

Al-‘Alim memiliki makna spesifik terhadap sesuatu yang bersifat kongkrit. Meskipun sangat kecil dan tersembunyi. Sebagaimana disebutkan dalam QS Al An’am:59

وَعِنْدَهٗ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَآ اِلَّا هُوَۗ وَيَعْلَمُ مَا فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِۗ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَّرَقَةٍ اِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَاحَبَّةٍ فِيْ ظُلُمٰتِ الْاَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَّلَا يَابِسٍ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib. Tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri. Dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” (QS. Al An’am: 59)

Sedangkan Al-Khabir lebih memiliki makna mengetahui terhadap sesuatu yang tersirat, abstrak, atau tidak tampak. Seperti yang disebutkan dalam QS Al ‘Adiyat: 10-11

وَحُصِّلَ مَا فِى الصُّدُوْرِۙ اِنَّ رَبَّهُمْ بِهِمْ يَوْمَىِٕذٍ لَّخَبِيْرٌ

“Dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada. Sesungguhnya Tuhan mereka pada hari itu Maha Mengetahui keadaan mereka.”

Tugas Raqib-‘Atid

Malaikat ditugaskan oleh Allah dengan bermacam-macam tugas. Ada yang bertugas menjaga surga, menjaga neraka, dan menyampaikan rezeki kepada hamba Allah. Diantara malaikat juga ada yang bertugas menjadi pencatat amal. Entah amal yang baik atau amal yang buruk, Allah sudah memerintah malaikat-Nya untuk selalu mengawasi gerak-gerik amalan manusia. Manusia tidak bisa lepas dari malaikat pencatat amalannya.

Meskipun Allah mengetahui setiap perbuatan seseorang dan lebih dekat dari pada nadi seseorang tetapi Allah juga mengutus dua malaikat untuk mencatat segala ucapan dan perbuatan hamba-hambanya. Di antara hikmah diutusnya malaikat pencatat amal adalah pentingnya penugasan dan manajemen dalam setiap bidang.

Malaikat Raqib dan Malaikat Atid merupakan malaikat yang menjaga data dan mencatat segala amal perbuatan manusia selama hidup di dunia. Catatan malaikat ini sebagai bukti yang otentik bagi setiap orang kelak di akhirat. Sebagaimana malaikat-malaikat lain, malaikat Raqib dan malaikat Atid juga mempunyai pembantu malaikat-malaikat lain.

Allah menerangkan bahwa tugas yang dibebankan kepada kedua malaikat ini ialah bahwa tidak ada satu ucapanpun yang diucapkan seseorang tanpa ada disampingnya seorang malaikat (Raqib dan Atid), yang mengawasi dan selalu hadir untuk mencatat amal-amalnya yang berpahala dan amal-amalnya yang menyebabkan dosa.

Allah Sattar: Menutupi Aib Hamba-Hambanya

Dikisahkan bahwa pada zaman Nabi Musa ‘alaihis salam, Bani Israil ditimpa musim kemarau yang berkepanjangan. Mereka pun berkumpul mendatangi Nabi Musa.

“Wahai Musa, berdoalah kepada Rabbmu agar Dia menurunkan hujan kepada kami!” Maka berangkatlah Nabi Musa ‘alaihissalam bersama kaumnya menuju padang pasir yang luas bersama lebih dari 70 ribu orang. Mulailah mereka berdoa dengan kondisi yang lusuh penuh debu, haus dan lapar.

Musa berdoa, “Wahai Tuhan kami turunkanlah hujan kepada kami, tebarkanlah rahmat-Mu, kasihilah anak-anak dan orang-orang yang mengandung, hewan-hewan dan orang-orang tua yang rukuk dan sujud.”

Namun sungguh aneh, tetap saja langit terang benderang, matahari justru bersinar makin kemilau. Kemudian Musa berdoa lagi, “Wahai Tuhanku berilah kami hujan!”

Allah pun berfirman kepada Musa, “Bagaimana Aku akan menurunkan hujan kepada kalian sedangkan di antara kalian ada seorang hamba yang bermaksiat sejak 40 tahun yang lalu. Keluarkanlah ia di depan manusia agar dia berdiri di depan kalian semua. Karena dialah, Aku tidak menurunkan hujan untuk kalian!”

Maka Musa pun berteriak di tengah-tengah kaumnya, “Wahai hamba yang bermaksiat kepada Allah selama 40 tahun, keluarlah ke hadapan kami, karena engkaulah hujan tak kunjung turun.”

Seorang pria melirik ke kanan dan kiri, melihat tak seorang pun yang keluar di hadapan manusia, saat itu pula ia sadar kalau dirinyalah yang dimaksud sebagai hamba yang telah bermaksiat selama 40 tahun tersebut. Ia pun merasa malu, takut, dan gelisah.

Ia berkata dalam hatinya, “Kalau aku keluar ke depan manusia, maka akan terbuka rahasiaku. Kalau aku tidak berterus terang, maka hujan pun tak akan turun.”

Maka pria itu menundukkan kepalanya karena malu dan menyesal, air matanya pun menetes, ia berdoa kepada Allah, “Ya Allah, Aku telah bermaksiat kepadamu selama 40 tahun, selama itu pula Engkau menutupi aibku. Sungguh sekarang aku bertobat kepada-Mu, maka terimalah taubatku!” isaknya dalam hati yang penuh pengharapan.

Tak lama kemudian awan-awan tebal pun bergumpal di atas langit, semakin tebal menghitam lalu turunlah hujan.

Nabi Musa keheranan dan berkata, “Ya Allah, Engkau telah turunkan hujan kepada kami, padahal tak seorang pun yang keluar di depan manusia.”

Allah berfirman, “Aku menurunkan hujan disebabkan seorang hamba yang karenanya hujan tak kunjung turun telah bertaubat atas dosa-dosanya.”

Musa berkata, “Ya Allah, Tunjukkan padaku hamba yang telah bertaubat itu.”

Allah berfirman, “Wahai Musa, Aku tidak membuka aibnya padahal ia bermaksiat kepada-Ku selama 40 tahun, apakah Aku membuka akan aibnya sedangkan ia telah bertaubat kepada-Ku?!”

Perbedaan Antara Sifat Ghofur dan Sifat ‘Afwu

Al-Ghofur artinya Allah maha pemberi maghfirah (ampunan dosa) tapi dosa itu masih ada, namun ditutupi oleh Allah di dunia dan di akhirat dari pandangan makhluk. Adapun Al-‘Afuww artinya Allah maha pemberi maaf, menghapuskan dan menghilangkan dosa yang dilakukan hambanya seperti tidak pernah melakukan kesalahan.

Hati-Hati Merasa Diri Suci

Allah memuji orang-orang yang mensucikan dirinya dan mencela orang yang mengotorinya. Firmanya,

وَنَفۡسٍ وَّمَا سَوّٰٮهَا فَاَلۡهَمَهَا فُجُوۡرَهَا وَتَقۡوٰٮهَا قَدۡ اَفۡلَحَ مَنۡ زَكّٰٮهَا وَقَدۡ خَابَ مَنۡ دَسّٰٮهَا

“Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya. Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya; Sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya.

Usaha mensucikan diri merupakan kewajiban manusia, namun dilarang menganggap diri suci. Allah subhanallah wa ta’ala berfirman,

فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى

“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Diaah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa” (QS. An Najm:32)

Faedah:

Satu, tidak ada data rahasia dalam pengetahuan Allah

Dua, Hikmah adanya peretasan yang dilakukan Bjorka, pemerintah RI harus berbenah diri dalam kebijakan mensejahterakan rakyatnya, juga dalam hal pengamanan data.

Tiga, malaikat Rakib dan ‘Atid merupakan malaikat yang menjaga data dan mencatat segala amal perbuatan manusia di dunia.

Empat, Allah menutupi data buruk hamba-hamba-Nya

Lima, Allah dan Rasul-Nya mengajarkan kita untuk selalu mensucikan diri, namun kita tidak boleh merasa suci. Wallahu a’lam.

Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat!

(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Pelajar Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *