Oleh: Hayat Abdul Latief

 

Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam sangat memperhatikan umatnya dengan memberikan nasehat dan mendorong mereka untuk melakukan hal-hal yang mulia dan luhur, agar dunia berada di tangan bukan berada dalam hati mereka dan keduniaan yang mereka dapatkan sebagai wasilah dalam rangka ketaatan. Beliau bersabda;

 

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ، وَرُزِقَ كَفَافًا، وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ

 

“Sungguh beruntung orang yang masuk Islam, diberi kecukupan rezeki, dan diberikan qanaah oleh Allah atas apa yang diberikan kepadanya.” (HR. Muslim)

 

Dalam hadis di atas ada tiga ciri orang yang beruntung. 

 

Ciri pertama, أسلم (yang masuk Islam). Orang Islam dikatakan beruntung karena dengan keislamannya yang benar pasti terbebas dari kufur dan syirik. Dengan demikian status muslimnya bukan hanya identitas diri namun juga sebagai pelaksanaan dari ajaran Islam. Karena makna Islam secara bahasa adalah tunduk dan patuh terhadap kehendak dan juga perintah Allah SWT.

 

Kadang-kadang kata iman dan Islam menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Karena orang Islam pasti beriman dengan iman yang benar dan orang yang beriman pasti menandakan dirinya adalah muslim sejati.

 

Namun kadang kedua istilah itu menunjukkan sesuatu yang berbeda dalam arti tingkatan yang berbeda. Islam hanya sebatas identitas diri namun Iman belum masuk ke dalam relung jiwanya. Sehingga kita dapati orang-orang dengan identitas muslim namun perilakunya tidak menggambarkan sebagai muslim sejati. Dengan pengertian ini mukmin pasti muslim, muslim belum tentu mukmin, namun sebaliknya mukmin pasti muslim. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman;

 

قَالَتِ ٱلْأَعْرَابُ ءَامَنَّا ۖ قُل لَّمْ تُؤْمِنُوا۟ وَلَٰكِن قُولُوٓا۟ أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ ٱلْإِيمَٰنُ فِى قُلُوبِكُمْ ۖ وَإِن تُطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ لَا يَلِتْكُم مِّنْ أَعْمَٰلِكُمْ شَيْـًٔا ۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

 

“Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi katakanlah ‘kami telah tunduk’, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 14)

 

Ashabul Nuzul: Dikatakan bahwa ada kabilah Asad bin Khuzaimah yang mereka datang lalu berkata: “kami beriman” kemudian Allah SWT memerintahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar mengatakan kepada mereka bahwasanya mereka baru berada pada tingkayan Islam dan belum sampai pada tingkatan iman. [Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 16/348]

 

Ciri kedua, وَرُزِقَ كَفَافًا (diberi kecukupan rezeki). Diberi rizki yang cukup artinya cukup dengan rizki yang halal dan tidak tergoda dengan rizki yang haram. Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam mengajarkan doa berikut;

 

اَللَّهُمَّ اكْفِنِيْ بِحَلَالِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَ أَغْنِنِيْ بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

 

“Ya Allah, cukupkanlah aku dengan barang yang halal hingga aku tidak butuh kepada yang haram dan cukupkanlah aku dengan keutamaan-Mu hingga aku tidak butuh kepada selain-Mu. (HR. At-Tirmidzi)

 

Ashabul wurud doa tersebut sebagai berikut: Dari Abu Wa-il (Syaqieq bin Salamah), katanya, “Ada seseorang yang menghampiri Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu seraya berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin, aku sudah tak mampu lagi mencicil uang untuk menebus kemerdekaanku, maka bantulah aku.’ Ali menjawab, ‘Maukah kau kuajari beberapa kalimat yang pernah Rasulullah ajarkan kepadaku? Dengan membacanya, walaupun engkau menanggung utang sebesar gunung Shier, niscaya Allah akan melunasinya bagimu!’ ‘Mau’, jawab orang itu. ‘Ucapkan: (doa di atas).”

 

Ciri ketiga, وقَنَّعَهُ اللهُ بما آتَاهُ (diberikan qanaah oleh Allah atas apa yang diberikan kepadanya). Seorang Muslim dianjurkan untuk memiliki sifat qanaah – selalu merasa cukup atas segala rezeki yang berikan. Dengan begitu, akan selalu bersyukur dan tidak mengeluh atas usaha apa pun yang telah diberikan. Di bawah beberapa Fadilah sifat qana’ah:

 

1. Penuh rasa syukur. Dengan sifat qana’ah seorang muslim hidupnya penuh rasa syukur kepada Allah SWT. Rasulullah SAW  bersabda;

 

انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ؛ فَهُوَ أجْدَرُ أنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ الله عَلَيْكُمْ

 

“Lihatlah siapa yang berada di bawah kalian, dan jangan melihat orang yang berada di atas kalian, sebab yang demikian lebih patut agar kalian tidak memandang remeh nikmat Allah atas kalian.’” (HR. Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah r.a)

 

2. Dijauhkan dari sifat Iri dan dengki. Allah SWT  berfirman;

 

وَلَا تَتَمَنَّوْا۟ مَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بِهِۦ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ ….

 

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain…” (QS. An-Nisa: 32)

 

3. Pola hidup yang tidak hedonis. Dengan qanaah seorang muslim menyesuaikan pola hidup dengan penghasilan dan keadaannya. Meskipun seandainya banyak harta maka dilarang tabdzir dan israf. Tabdzir maksudnya menggunakan harta untuk kebatilan sedangkan israf menggunakan harta secara berlebihan. Tidak hedonis, karena gaya hidup yang hedon akan membuat seseorang mengejar gengsi dan penghormatan yang semu. Allah SWT berfirman;

 

ٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌۢ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِى ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَوْلَٰدِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ ٱلْكُفَّارَ نَبَاتُهُۥ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَىٰهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَٰمًا ۖ وَفِى ٱلْءَاخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضْوَٰنٌ ۚ وَمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلْغُرُورِ

 

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid: 20)

 

Faedah:

 

Satu, Rasulullah sangat memperhatikan umatnya dengan memberikan nasehat dan mendorong mereka untuk melakukan hal-hal yang mulia dan luhur.

 

Dua, seorang muslim yang beruntung adalah yang diberi kecukupan rizki dan memiliki sifat qana’ah.

 

Tiga, orang Islam dikatakan beruntung karena dengan keislamannya yang benar terhindar dari kufur (mengingkari Allah) dan syirik membuat sekutu bagi Allah). Wal ‘Iyyadz Billah!

 

Empat, diberi rizki yang cukup artinya cukup dengan rizki yang halal dan tidak tergoda dengan rizki yang haram.

 

Lima, fadhilah memiliki sifat qana’ah: hidupnya penuh rasa syukur, dijauhkan dari sifat hasud dan pola hidup yang tidak hedonis.

 

Wallahu a’lam.

 

Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat!

 

(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Pelajar Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)

 

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *