Oleh: Hayat Abdul Latief

 

Dalam mengarungi kehidupan, manusia tidak pernah luput dari perihal ingin mencintai, memiliki, bahkan menguasai. Karena, hal yang demikian merupakan fitrah yang sejatinya dimiliki oleh setiap manusia. Wanita, anak, dan harta kekayaan dengan segala jenisnya, sebagaimana ayat di bawah ini, merupakan hiasan dunia. Allah SWT  berfirman;

 

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

 

”Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan pada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, dan harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali Imran: 14)

 

Pertanyaannya, bagaimana agar manusia tidak terperangkap oleh cinta duniawi – sehingga, fitrah yang diberikan Allah subhanahu wa ta’ala tidak menjadi bumerang baginya di akhirat kelak? Jawabannya: Pertama, mendahulukan cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Kedua, mencintai karena Allah subhanahu wa ta’ala. Ketiga, menyadari semua yang dimiliki pada hakikatnya bermuara dan kembali kepada Allah SWT.

 

Sangkaan yang keliru adalah apabila seseorang diberi kelapangan dalam urusan dunia, berarti dia dicintai Allah, sebaliknya, jika ia disempitkan urusannya, berarti ia sedang tidak dicintai Allah. Allah SWT berfirman;

 

فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ . وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ . كَلَّا بَلْ لَا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ

 

“Maka, adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu memuliakannya, dan memberinya kesenangan, maka ia berkata, ‘Tuhanku telah memuliakanku’. Dan apabila Tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka ia berkata, ‘Tuhanku menghinaku’. Sekali-kali tidak! Bahkan kamu tidak memuliakan anak yatim.” (QS. Al-Fajr: 15-17)

 

Ukuran kecintaan Allah kepada seorang hamba tidak dapat diukur dengan luas atau sempitnya kenikmatan dunia. Rasulullah SAW bersabda;

 

إن الله يعطي الدنيا من يحب ومن لايحب, ولا يعطي الإيمان إلا من يحب

 

“Allah selalu limpahkan nikmat duniawi pada hamba yang Dia cintai & hamba yang tidak Dia cintai (tidak pandang bulu); tapi Allah hanya anugerahkan ‘nikmat iman’ pada hamba tercinta-Nya saja.” (HR Imam Hakim)

 

Berkaitan dengan kelapangan urusan dunia bagi orang-orang kafir, Allah SWT berfirman;

 

….قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُۥ قَلِيلًا ثُمَّ أَضْطَرُّهُۥٓ إِلَىٰ عَذَابِ ٱلنَّارِ ۖ وَبِئْسَ ٱلْمَصِيرُ

 

“Allah berfirman: “Dan kepada orang yang kafirpun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. Al-Baqarah: 126)

 

Penghargaan Allah SWT terhadap Ahli Iman 

 

Allah mengeluarkan dari neraka orang yang dalam hati ada iman meskipun sangat kecil keimanannya asalkan tidak membuat sekutu bagi-Nya. Dijelaskan ketika seluruh penduduk surga telah masuk semuanya ke dalam surga dan seluruh penduduk neraka pun telah masuk semua ke neraka, Allah memerintahkan malaikatnya untuk mengeluarkan siapa saja penghuni nerakan yang di dalam hatinya terdapat iman meskipun sebesar biji sawi. Yang dimaksud dengan orang yang dikeluarkan dari neraka itu yakni orang-orang mukmin yang masuk neraka karena kemaksiatan yang pernah dilakukannya, namun masih terdapat iman. Orang tersebut dikeluarkan untuk dimasukan ke dalam surga karena masih adanya keimanan. Sedangkan bagi orang kafir tidak memiliki iman sedikitpun akan kekal berada di neraka.

 

Maka ketika hamba yang memiliki secuil iman itu dikeluarkan dari neraka, kondisi tubuhnya dalam keadaan hitam gosong. Hamba tersebut pun di masukan ke dalam sebuah sungai yakni Sungai Haya atau Hayat. Imam Malik ragu tentang nama yang benar dari sungai tersebut hayya atau hayyat. Namun demikian ditegaskan perawi Wuhaib bahwa nama sungat itu Hayat yang artinya kehidupan. Diterangkan setelah masuk ke dalam sungai itu, kondisi tubuh mereka kembali seperti bersih, segar diibaratkan seperti benih yang tumbuh dialirkan sungai. Tubuhnya terlihat kekuningan.

 

Tentang pembahasan ini dapat ditemukan redaksi hadisnya dalam hadits riwayat Bukhari nomor 22 versi Fath al-Bari dengan jalur periwayat Ismail bin Abdullah, Malik bin Anas, Amru bin Yahya, Yahya bin Umarah, Sa’ad bin Malik.

 

Emas Sepenuh Bumi dari Orang-orang Kafir Tidak Bisa Menebus Siksa Neraka 

 

Siksa neraka karena kekafiran tidak bisa ditebus dengan emas sepenuh bumi. Allah SWT berfirman;

 

إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ وَمَاتُوا۟ وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَن يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِم مِّلْءُ ٱلْأَرْضِ ذَهَبًا وَلَوِ ٱفْتَدَىٰ بِهِۦٓ ۗ أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَمَا لَهُم مِّن نَّٰصِرِينَ

 

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang diantara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak) itu. Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong.” (QS. Ali ‘Imran: 91)

 

Penjelasan ayat: Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam keadaan kafir asli ataupun kafir setelah beriman, maka tidaklah akan diterima tebusan dari mereka meskipun seisi bumi penuh dengan emas untuk menyelamatkannya dari azab neraka. Sehingga walaupun mereka pada hari itu memiliki emas seperti itu. Bagi mereka itulah siksa yang pedih pada hari kiamat dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong dari azab Allah. Diterangkan dalam hadis shahih dari Bukhori Muslim: Ketika hari kiamat telah datang kepada orang-orang kafir, maka dikatakan kepada mereka: Apakah kalau kalian punya emas seisi bumi lalu kalian akan bisa terbebas dari neraka? Maka dia menjawab: Ya. Kemudian dikatakan kepada mereka: Engkau telah meminta sesuatu yang lebih mudah dari pembebasan dari azab itu. [Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah]

 

Orang kafir, melihat latar belakangnya, ada 2 macam:

 

1. Kafir karena dari keluarga non-muslim. Sampai sebelum baligh anak yang terlahir dari keluarga muslim masih ikut agama keluarganya. Namun setelah baligh, tidak dibenarkan dalam keadaan kafir karena Allah telah menganugerahkan kepadanya hati dan akal untuk bisa menimbang mana yang hak dan mana yang bathil dan memang karena setiap manusia terlahir dalam keadaan fitrah. Ketika dia memeluk Islam hakikatnya kembali kepada fitrah yang Allah ciptakan dalam jiwanya. Namun ketika menerapkan Islam, dia melenceng dari Fitrah yang Allah telah gariskan.

 

2. Kafir setelah beriman (murtad). Musibah di atas musibah adalah seorang kafir setelah sebelumnya beriman – menukar kebahagiaan akhirat selama-lamanya dengan kesenangan dunia yang sebentar dan sedikit. Wal ‘Iyyadz Billah!

 

Faedah:

 

Satu, wanita (bagi laki-laki), anak dan harta kekayaan dengan secara jenisnya merupakan perhiasan dunia.

 

Dua, 3 hal ini sebagai terapi aga kita tidak terperangkap cinta duniawi: Pertama, mendahulukan cinta kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Kedua, mencintai karena Allah subhanahu wa ta’ala. Ketiga, menyadari semua yang dimiliki pada hakikatnya bermuara dan kembali kepada Allah SWT.

 

Tiga, sangkaan yang keliru adalah apabila seseorang diberi kelapangan dalam urusan dunia, berarti dia dicintai Allah, sebaliknya, jika ia disempitkan urusannya, berarti ia sedang tidak dicintai Allah.

 

Empat, ukuran kecintaan Allah kepada seorang hamba tidak dapat diukur dengan luas atau sempitnya kenikmatan dunia.

 

Lima, Allah SWT sangat menghargai ahli iman – meskipun di dunia sebagai pelaku dosa besar – namun Allah tidak rela kalau mereka kekal di neraka.

 

Enam, siksa neraka karena kekafiran tidak tidak bisa ditembus dengan emas meskipun sepenuh bumi.

 

Tujuh, musibah di atas musibah adalah seorang kafir setelah sebelumnya beriman – menukar kebahagiaan akhirat selama-lamanya dengan kesenangan dunia yang sebentar dan sedikit. Wallahu a’lam.

 

Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat!

 

(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Pelajar Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)

 

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *