Oleh: Hayat Abdul Latief

 

Beruntunglah bagi orang yang di dalam hatinya ada kebesaran Allah SWT dengan mengusir kebesaran makhluk. Berbicara tentang Allah subhanahu wa ta’ala, berarti berbicara tentang Diri, Asma, Sifat dan Af’al-Nya. Mengenai Diri Allah, kita tidak boleh memberikan gambaran kepada-Nya. Firman-Nya;

 

… لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌ ۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ

 

“….Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS. Asy-Syura: 11)

 

Firman-Nya juga;

 

وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ

 

“Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.” (QS. Al-Ikhlas: 4)

 

Kita dilarang untuk tafakur tentang Allah SWT karena pasti tidak akan mampu, namun kita diperintah untuk tafakur terhadap ciptaan-Nya karena di dalamnya ada tanda-tanda kebesaran-Nya. ketika ayat Al-Qur’an ini turun Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam menangis dalam merenungi isi kandunganya;

 

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

 

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal. (Yaitu) orang yang mengingat Allah, sambil berdiri, duduk, atau berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, peliharalah kami dari siksa api neraka.'” (QS. Ali Imran: 190-191)

 

Pada waktu shalat beliau menangis sampai air matanya membasahi kainnya, karena merenungkan ayat Al-Qur’an yang dibacanya. Setelah shalat beliau duduk memuji Allah dan kembali menangis tersedu-sedu. Kemudian beliau mengangkat kedua belah tangannya berdoa dan menangis lagi dan air matanya membasahi tanah.

 

Berkenan dengan itu, Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda;

 

تَفَكَّرُوا فِي خَلْقِ اللَّهِ ، وَلا تَفَكَّرُوا فِي اللَّهِ (رواه أبو نعيم عن ابن عباس)

 

“Berfikirlah tentang ciptaan Allah dan janganlah berfikir tentang (Diri) Allah.” (HR. Abu Nu’aim dari Ibnu Abbas).

 

Meski Allah SWT tidak bisa digambarkan dan tidak boleh dipikirkan, Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda tentang ihsan,

 

أَنْ تَعْبـــُدَ اللَّهَ كَأَنَّــكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

 

“Ihsan adalah engkau menyembah Allah seakan engkau melihat-Nya, maka bila engkau tak melihat-Nya maka sesungguhnya Allah melihatmu.” (HR Muslim)

 

Dari Hadits tersebut ada 2 cara agar mendapatkan maqam Ihsan dalam beribadah:

 

a. Beribadah kepada Allah SWT seperti ibadah hamba yang melihat-Nya. Puncak maqam ini adalah orang mukmin beribadah kepada Allah SWT seolah-olah dia melihat-Nya dengan hatinya.

 

b. Jika tidak mampu melakukannya dan sulit baginya, dia akan pindah ke maqam Ihsan lain, yaitu Beribadah kepada Allah SWT atas dasar bahwa Dia melihatnya dan mengetahui rahasia batin dan dzahirnya, dan tidak ada urusannya yang tersembunyi dari-Nya. Kalau satu di antara dua hal tersebut dilakukan, pasti seorang mukmin total dalam khudhu’, khusyu’, keikhlasan, menjaga hati dan anggota tubuh, menjaga adab lahir dan batin selama beribadah kepada-Nya.

 

Berkaitan dengan Asma dan Sifat-Nya, seorang muslim hendaknya mengenal Allah SWT dengan memahami Asmaul Husna yang berjumlah 99 secara terperinci seperti yang disebutkan dalam Hadits riwayat Imam At-Tirmidzi.

 

Berkaitan dengan Af’al-Nya, Al-Qur’an menyebutkan;

 

إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ

 

“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia.” (QS. Yasin: 82)

 

Perbuatan Allah SWT dalam ayat ini apabila menghendaki sesuatu Allah hanyalah berkata: “Jadilah!” maka terjadilah.

 

Al-Qur’an juga menyebutkan;

 

مَن يَهْدِ ٱللَّهُ فَهُوَ ٱلْمُهْتَدِى ۖ وَمَن يُضْلِلْ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْخَٰسِرُونَ

 

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raf: 178)

 

Perbuatan Allah SWT dalam ayat ini adalah memberi petunjuk dan membiarkan sesat orang yang Dia kehendaki. Apabila seseorang diberi petunjuk oleh-Nya maka tidak ada yang bisa menyesatkannya dan apabila seseorang disesatkan oleh-Nya maka tidak ada yang bisa memberinya petunjuk.

 

Al-Qur’an juga menyebutkan;

 

قُلِ ٱللَّهُمَّ مَٰلِكَ ٱلْمُلْكِ تُؤْتِى ٱلْمُلْكَ مَن تَشَآءُ وَتَنزِعُ ٱلْمُلْكَ مِمَّن تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَن تَشَآءُ وَتُذِلُّ مَن تَشَآءُ ۖ بِيَدِكَ ٱلْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ تُولِجُ ٱلَّيْلَ فِى ٱلنَّهَارِ وَتُولِجُ ٱلنَّهَارَ فِى ٱلَّيْلِ ۖ وَتُخْرِجُ ٱلْحَىَّ مِنَ ٱلْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ ٱلْمَيِّتَ مِنَ ٱلْحَىِّ ۖ وَتَرْزُقُ مَن تَشَآءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ

 

“Katakanlah: “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezeki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas).” (QS. Ali ‘Imran: 26-27)

 

Perbuatan Allah SWT dalam ayat ini:

 

a. Memberikan dan mencabut kekuasaan kepada orang yang Dia kehendaki. Tidak ada manusia yang kekal dalam kekuasaannya, Allah mempergilirkan kekuasaan di antara manusia.

 

b. Memuliakan dan menghinakan orang yang Dia kehendaki, maka siapa yang dimuliakan oleh-Nya tidak ada yang bisa menghinakannya dan siapa yang dihinakan olehnya maka tidak ada yang bisa membuat dirinya mulia.

 

c. Berkuasa atas segala sesuatu.

 

d. Memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam.

 

e. Mengeluarkan yang hidup dari yang mati seperti mengeluarkan tanaman hijau dari biji yang kering dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup seperti mengeluarkan biji yang kering dari tanaman hijau.

 

g. Memberikan rezeki siapa yang Dia kehendaki tanpa hisab (batas).

 

Faedah:

 

Satu, beruntunglah bagi orang yang di dalam hatinya ada kebesaran Allah SWT dengan mengusir kebesaran makhluk.

 

Dua, tidak ada sesuatu pun yang serupa dan setara dengan Allah SWT.

 

Tiga, kita dilarang untuk tafakur tentang Allah SWT karena pasti tidak akan mampu, namun kita diperintah untuk tafakur terhadap ciptaan-Nya karena di dalamnya ada tanda-tanda kebesaran-Nya.

 

Empat, kita mengenal Allah SWT dengan memahami Asmaul Husna yang berjumlah 99.

 

Lima, di antara perbuatan Allah SWT adalah memberi petunjuk dan membiarkan sesat orang yang Dia kehendaki, memberikan dan mencabut kekuasaan kepada orang yang Dia kehendaki, memuliakan dan menghinakan orang yang Dia kehendaki. Wallahu a’lam.

 

Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat!

 

(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Pelajar Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)

 

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *