Oleh: Hayat Abdul Latief

 

Dalam tahiyat akhir, seorang muslim membaca sholawat Ibrahimiyah sebagai berikut;

 

اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ و بَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

 

Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad dan kepada keluarga Nabi Muhammad, sebagaimana telah Engkau limpahkan rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim. Limpahkan pula keberkahan bagi Nabi Muhammad dan bagi keluarga Nabi Muhammad, sebagaimana telah Engkau limpahkan keberkahan bagi Nabi Ibrahim dan bagi keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya di alam semesta Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung.”

 

Shalawat Ibrahimiyah diyakini – apabila dalam keadaan takut, seorang membacanya sebanyak tujuh kali, maka in syaa Allah perasaan takut tersebut akan hilang dan menjadi lebih berani. Kemudian, apabila menginginkan kedudukan yang lebih tinggi dalam dunia atau pun akhirat, maka bacalah sholawat Ibrahim sebanyak 40 kali secara istiqomah setiap hari, in syaa Allah, apa yang diinginkan akan tercapai.

 

…..

 

Allah SWT merekomendasikan keluarga Nabi Ibrahim kepada umat manusia sebagai suri tauladan yang baik;

 

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيهِمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّ فَإِنَّ اللَّهَ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ

 

“Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah Dialah yang Mahakaya lagi Mahaterpuji.” (QS. Al-Mumtahanah: 6)

 

Nabi Ibrahim sebagai komunikator terbaik

 

Komunikasi Nabi Ibrahim dengan ayahnya. Nabi Ibrahim memiliki orang tua yang profesinya adalah pembuatan berhala. Dia bernama Azar. Akan tetapi Nabi Ibrahim mampu menyampaikan misi dakwahnya dengan cara santun tanpa menyakiti orang tuanya. Dialog antara Nabi Ibrahim dan ayahnya itu pun diabadikan dalam Alquran surat Maryam ayat 43-44.

 

يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا يَا أَبَتِ لَا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ ۖ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَٰنِ عَصِيًّا

 

“Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan. Sesungguhnya setan itu durhaka kepada Tuhan Yang Mahapemurah.”

 

Komunikasi Nabi Ibrahim dengan hajar istrinya. Nabi Ibrahim pernah mendapatkan perintah dari Allah SWT karena itu beliau harus meninggalkan istrinya yaitu Siti Hajar yang baru melahirkan Ismail di sebuah gurun tandus. Nabi Ibrahim mampu membangun komunikasi yang baik dengan istrinya sehingga merelakan kepergiannya untuk menjalankan perintah Allah SWT. Hikmah dari keikhlasan dan ketaatan Siti Hajar, Allah SWT memberikan pertolongan ketika Ismail khausan. Allah menurunkan mukjizat kepada Ismail sehingga keluarlah air zam-zam di tengah-tengah gurun tandus itu.

 

Komunikasi Nabi Ibrahim dengan Ismail anaknya. Nabi Ibrahim juga bisa membangun hubungan baik dengan anaknya Ismail. Sebagaimana dijelaskan dalam surat As Safat ayat 102. Dalam ayat itu diterangkan bagaimana Nabi Ibrahim di ujian Allah SWT.

 

Dia mendapatkan wahyu untuk menyembelih putranya Ismail, Nabi Ibrahim justru membangun komunikasi dengan Ismail. Dia meminta Ismail untuk memberikan tanggapannya atas wahyu dari Allah SWT yang memerintahkan menyembelih putra kesayangannya.

 

Kasus kenakalan anak atau remaja di tengah masyarakat yang merugikan banyak orang banyak di latar belakangi karena buntunya komunikasi dan dialog antar anggota keluarganya.

 

Father of Prophets

 

Nabi Ibrahim disebut sebagai father of prophets, karena dari ibunda Sarah lahirlah nabi Ishaq dan nabi-nabi Bani Israil dan dari ibunda Hajar lahirlah nabi Ismail dan nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam. Nabi Ibrahim telah ada sebelum adanya agama Yahudi (Judaisme) dan agama Nasrani. Di kemudian hari, Yahudi dan Nasrani mengklaim bahwa beliau adalah penganut agama Yahudi dan Nasrani. Oleh karena itu, Al-Qur’an membantah kalau beliau dikatakan Yahudi atau Nasrani;

 

وَقَالُوا كُونُوا هُودًا أَوْ نَصَارَىٰ تَهْتَدُوا ۗ قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

 

“Dan mereka berkata: “Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk”. Katakanlah: “Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik.” (QS. Al-Baqarah: 135)

 

Allah SWT juga berfirman;

 

مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَٰكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

 

“Ibrahim bukanlah seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang hanif/lurus lagi Muslim (seorang yang tidak pernah mempersekutukan Allah dan jauh dari kesesatan) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang musyrik (tidak pernah musyrik sama sekali baik sebelum menjadi nabi maupun sesudahnya).” (QS. Ali Imran: 67)

 

Dari ayat ini, kita tahu bahwa beliau adalah muslim, dalam arti seorang yang tunduk dan patuh terhadap kehendak dan perintah Allah subhanahu wa ta’ala. Bahkan Al-Qur’an menyuruh kita untuk mengikuti millahnya;

 

قُلْ صَدَقَ ٱللَّهُ ۗ فَٱتَّبِعُوا۟ مِلَّةَ إِبْرَٰهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ

 

Katakanlah: “Benarlah (apa yang difirmankan) Allah”. Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik.” (QS. Ali ‘Imran: 95)

 

Millah Ibrahim yang dimaksud adalah “agama Ibrahim” yang lurus, yang lempeng dan tidak bengkok, itulah agama “hanifiah” yaitu yang lurus dan benar, itu semua sebenarnya adalah sinonim dari tauhid, berserah diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan melemparkan segala amalan kesyirikan, kekufuran dan setiap apa saja yang diibadahi selain Allah subhanahu wa ta’ala, inilah hakikat dari agama seluruh nabi, akidah semua rasul, tidak ada perbedaan diantara mereka melainkan hanya pada sisi syariat dan hukum-hukum yang ada, adapun dalam sisi aqidah dan iman kesemuanya sama di atas tauhid.

 

Millah Ibrahim sejatinya adalah agama Islam itu sendiri, keduanya bersinonim, karena hakikatnya Islam adalah berserah diri kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya, tunduk kepada Allah dengan ketaatan, dan berlepas diri dari kesyirikan dan pelaku kesyirikan. Di sini kita lihat bahwa millah Ibrahim sama persis dengan ajaran yang dibawa oleh nabi kita Muhammad sallallahu alaihi wa sallam. Setidaknya ada lima praktek umat Islam sebagai napak tilas Ibrahim, yaitu tauhid, khitan, shalat, haji dan qurban. Wallahu a’lam.

 

Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat

 

(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Pelajar Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *