Oleh: Hayat Abdul Latief
Nabi Muhammad SAW bersabda, Allah berfirman;
قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ،
“Aku membagi shalat antara diri-Ku dan hamba-Ku menjadi dua. Untuk hamba-Ku apa yang dia minta.”
فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ: الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: حَمِدَنِي عَبْدِي،
“Apabila hamba-Ku membaca, “Alhamdulillahi rabbil ‘alamin (Segala puji bagi Allah Pengasuh semesta alam), Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku memuji-Ku.”
وَإِذَا قَالَ: الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي،
“Apabila hamba-Ku membaca, “Ar-Rahmanir Rahiim (Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang), Allah Ta’ala berfirman, “Hamba-Ku menyanjung-Ku.”
وَإِذَا قَالَ: مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ، قَالَ: مَجَّدَنِي عَبْدِي – وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي
“Apabila hamba-Ku membaca, “Maaliki yaumid diin (Yang Menguasai Hari Pembalasan), Allah berfirman, “Hamba-Ku mengagungkan-Ku.” Dalam riwayat lain, Allah berfirman, “Hamba-Ku telah menyerahkan urusannya kepada-Ku.”
فَإِذَا قَالَ: إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ، قَالَ: هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ
“Apabila hamba-Ku membaca, “Iyyaka na’budu wa iyyaaka nasta’in (Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami minta pertolongan), Allah Ta’ala berfirman, “Ini antara diri-Ku dan hamba-Ku, dan untuk hamba-Ku sesuai apa yang dia minta.”
فَإِذَا قَالَ: اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ، قَالَ: هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَل
“Apabila hamba-Ku membaca, “Ihdinash shirathal mustaqiim….dst. sampai akhir surat (Bimbinglah kami ke jalan yang lurus, jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan pula orang-orang yang tersesat), Allah Ta’ala berfirman, “Ini milik hamba-Ku dan untuk hamba-Ku sesuai yang dia minta.” (Hadits Qudsi riwayat Ahmad 7291, Muslim 395 dan yang lainnya)
………
Ayat ke-4 dari surat Al-Fatihah di atas berbunyi;
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Dalam ayat tersebut ada dua kewajiban hamba kepada Allah SWT:
a. Kewajiban menyembah-Nya. Tentang kewajiban jin dan manusia untuk menyembah-Nya, Allah SWT berfirman;
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Tentang kewajiban manusia secara khusus, Allah SWT berfirman;
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱعْبُدُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُمْ وَٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 21)
b. Kewajiban minta pertolongan kepada-Nya. Allah SWT berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153)
Minta pertolongan kepada Allah sebagai salah satu sarana agar kita menjadi mukmin yang kuat, selain bersemangat atas hal-hal yang bermanfaat, tidak lemah dan percaya kepada takdir. Rasulullah SAW bersabda;
الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu syaithon.” (HR. Muslim)
Begitu kuatnya penghambaan kepada Allah SWT dan ketergantungan kepada-Nya, Rasulullah selalu berkomunikasi dengan-Nya melalui shalat. Hudzaifah bin Al-Yaman berkata;
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ فَزعَ إِلَى الصَّلَاةِ
“Kebiasaan Rasulullah ketika menghadapi kesukaran adalah segera melakukan sholat.” (HR. Abu Dawud Ahmad dari Hudzaifah bin Al-Yaman r.a)
Wallahu a’lam. Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat!
(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Pelajar Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)