Oleh: Hayat Abdul Latief
Kita pasti tahu dan sadar bahwa suatu kehidupan itu pasti ada akhirnya yaitu kematian. Kematian merupakan sesuatu peristiwa keluarnya ruh dari jasad manusia. Dalam Islam, kematian menjadi awal perpindahan dari alam dunia ke alam barzah, ruh manusia yang wafat akan tinggal di alam barzah hingga kebangkitan manusia dari kuburnya saat kiamat kelak.
Kematian menjadi permulaan menuju alam akhirat yang kekal, setelah kematian pun masih melewati masa pertanggung jawaban atas semua apa yang kita lakukan dan perbuat di dunia.
Mati Sebelum Mati dalam Pengertian Negatif
Ada beberapa orang yang mati sebelum mati dalam pengertian negatif, di antaranya:
1. Orang yang dalam hatinya tidak ada kebesaran Allah SWT (dzikir). Rasulullah SAW bersabda,
مَثَلُ الّذِيْ يَذكُرُ رَبَّهُ وَالّذِيْ لَا يَذكُرُ رَبَّهُ مَثَلُ الْحَيِّ وَالْمَيِّتِ
“Perumpamaan antara orang yang dzikir pada Tuhannya dan yang tidak, seperti antara orang yang hidup dan yang mati. (HR Bukhari)
2. Orang bodoh. Disebutkan dalam syair;
وفي الجهل قبل الموت موت لأهله # فأجسامهم قبل القبور قبور
وإن امرأ لم يحي بالعلم ميت # فليس له حتى النشور نشور
“Kebodohan adalah kematian bagi seseorang sebelum ia mati. Tubuhnya adalah kuburan bagi dirinya sebelum ia dikubur (di liang lahad).
Sesungguhnya manusia yang hidup tanpa ilmu adalah mayit, maka tidak ada baginya kebangkitan sampai ia dibangkitkan”
3. Orang yang tidak memiliki semangat hidup. Sehingga dikatakan, “mati segan hidup tak mau.”
Mati Sebelum Mati dalam Pengertian Positif
Disebutkan di dalam Mukhtasar Ihya Ulumuddin;
الناس نيام فإذا ماتوا انتبهوا
“Manusia tertidur, apabila mati maka baru terjaga.”
Ketika manusia masih hidup di dunia, kehidupan di dunia adalah fakta yang nyata dan penjelasan agama Islam tentang kehidupan setelah kematian seolah-olah hanyalah cerita. Namun ketika manusia meninggal dunia, kejadian setelah kematian adalah nyata sedangkan dunia yang sudah dilalui seolah-olah cerita.
Agar kita selalu sadar terhadap kehidupan akhirat, maka perhatikan nasehat berikut;
موتوا قبل ان تموتوا وحاسبوا انفسكم قبل ان تحاسبوا
“Matilah kalian sebelum kalian mati dan Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab.”
Jalaluddin Rumi menjelaskan, di sini disebut dua kali kata “mati” untuk menunjukkan ada dua kematian. Kematian pada kata تموتوا adalah kematian alami, almaut al-thabi`i, dan inilah kematian yang kita kenal. Ibnu `arabi dan para sufi lainnya menganggap kematian ini sebagai kembali kepada Allah secara terpaksa, ruju` idhtirari. Semua makhluk akan menglami kematian jenis ini, suka ataupun tidak suka. Sedangkan kematian pada kata perintah موتوا adalah kematian mistikal. Kematian ego, atau kematian diri. Ibnu Arabi menyebutnya dengan maut al-iradi atau kematian keinginan.
Seseorang bertanya kepada Syekh Abdul Qadir Jailani, “Bagaimana saya harus mati sebelum mati?” Lalu beliau menjawab, “Matilah dari mengikuti kemauan, hawa nafsu, tabiat dan kebiasaan burukmu, serta matilah dari mengikuti makhluk dan dari berbagai sebab. Tinggalkanlah persekutuan dengan mereka dan berharaplah hanya kepada Allah, tidak selain-Nya”.
Menurut hemat penulis, meyakini pahala bagi pelaku kebaikan dan siksaan bagi bagi pelaku keburukan harus dilakukan oleh orang yang masih hidup di dunia sebelum kematian menjemputnya.
Mengenai kematian yang pertama, yakni maut thabi’i
, Abu Darda r.a
berkata, ”Kematian adalah baik bagi setiap mukmin. Barang siapa tidak mempercayaiku, hendaknya ia membaca Firman Allah SWT,وَمَا عِندَ اللَّهِ خَيْرٌ لِّلْأَبْرَارِ
“Dan apa yang disisi Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang berbakti,” (QS. Ali imran: 198)
Hassan bin Aswad berkata,”Kematian itu baik bagi orang mukmin, karena disitu terjadi pertemuan antara kekasih dengan yang dikasihi. Wallahu a’lam.
Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat!
(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Alumni Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)