Oleh: Hayat Abdul Latief
Nabi Adam merupakan manusia pertama di bumi menerima mukjizat berupa pengetahuan dalam mengetahui berbagai nama benda dan makhluk di bumi, yang malaikat sendiri tidak memiliki ilmu yang dimiliki oleh Nabi Adam AS. Lalu Allah SWT menyuruh Nabi Adam mempresentasikan ilmunya di hadapan para malaikat yang dulu keberatan dalam rencana menciptakannya yang dikhawatirkan berbuat kerusakan di bumi dan menumpahkan darah.
Allah menyuruh makhluk langit hormat kepada makhluk bumi. Para malaikat hormat kepada Adam namun tidak dengan Iblis yang enggan dan sombong. Semenjak itu Iblis menabuh genderang perang permusuhan dengan Nabi Adam dan anak cucunya.
Pesan Allah SWT kepada Nabi Adam di surga;
وَقُلْنَا يَٰٓـَٔادَمُ ٱسْكُنْ أَنتَ وَزَوْجُكَ ٱلْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هَٰذِهِ ٱلشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ
Dan Kami berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah: 35)
Lalu Nabi Adam, sebagaimana dijelaskan pada ayat selanjutnya, diperdaya oleh Setan;
فَأَزَلَّهُمَا الشَّيْطَانُ عَنْهَا فَأَخْرَجَهُمَا مِمَّا كَانَا فِيهِ ۖ وَقُلْنَا اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ ۖ وَلَكُمْ فِي الْأَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَىٰ حِينٍ
Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: “Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.” (QS. Al-Baqarah: 36)
Pada ayat selanjutnya disebutkan, Nabi Adam bertaubat – Allah menerima taubatnya (tidak ada dosa warisan);
فَتَلَقَّىٰ آدَمُ مِن رَّبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 37)
Pesan Allah SWT kepada Nabi Adam sebelum diturunkan ke bumi;
قُلْنَا اهْبِطُوا مِنْهَا جَمِيعًا ۖ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَن تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Kami berfirman: “Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 38)
….
Setidaknya ada 3 sebab Nabi Adam terjerumus ke dalam dosa; tidak minta pendapat kepada pribadi yang bijak dalam melakukan sesuatu, tidak melihat akibat buruk dari perbuatannya, dan menerjang perbuatan yang bertentangan dengan hati nuraninya.
Nasihat Nabi Adam kepada Anak-Anaknya
Dikutip dari Al-Irsyad karya Ibn ‘Imad, diriwayatkan bahwa Nabi Adam AS pernah berpesan kepada anak-anaknya:
 إذا أردتم فعل شيئ من الأشياء فقدّموا ثلاثة أمور،
الأول ؛ استشيروا الأخيار، فإني لو استشرت الملائكة في الأكل من الشجرة لأشاروا بتركه.
والثاني؛ أن تنظروا في العاقبة، فإني لو نظرت في العاقبة ما أكلت منها.
والثالث؛ إذا عزمتم على شيئ فاختلجت قلوبكم فلا تفعلوه، فإني لما هممت بالأكل من الشجرة اختلج قلبي.
“Jika kalian hendak melakukan sesuatu, lakukan 3 hal ini terlebih dahulu :
Pertama: Mintalah pendapat orang-orang bijak, seandainya aku dulu meminta pendapat para malaikat perihal buah itu, tentunya para malaikat melarangku untuk memakannya.
Kedua: Lihat dulu akibatnya, karena seandainya dulu aku pikirkan akibat dari memakan buah itu, niscaya aku tak akan memakannya.
Ketiga: Apabila kalian menginginkan sesuatu kemudian kalian merasa ada keganjalan dalam hati, maka lebih baik tinggalkanlah. Sebab, dulu ketika aku ingin memakan buah itu, terasa ada keganjalan di dalam hatiku”.
Penjelasan:
1. Minta pendapat kepada orang bijak merupakan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya. Hal ini sebagaimana beliau jelaskan dalam Al-Qur’an;
وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ
…dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali ‘Imran: 159)
Dalam kitab Risâlatul Mu‘âwanah wal Mudhâharah wal Muwâzarah (Dar Al-Hawi, 1994, hal. 114) sebagai berikut:
 (وعليك) إذا أردت الشروع في أمر مهمّ كالسفر والزواج ونحوهما بمشاورة من تثق بمعرفته وأمانته من إخوانك، ثم إذا صادفَتْ إشارته ما في النفس فعليك بصلاة ركعتين من غيرالفريضة بنية الاستخارة، وادعو بعدهما بالدعاء المشهور. قال عليه الصلاة والسلام: “ما خاب من استخار وما ندم من استشار”.
“Setiap kali engkau bermaksud memulai urusan penting seperti bepergian jauh, menikah, dan sebagainya, hendaknya engkau bermusyawarah atau berdiskusi dengan saudara-saudara atau teman-teman yang engkau percaya terhadap kearifan dan amanahnya. Jika sarannya memperoleh sambutan dalam hatimu, lakukanlah shalat sunnah dua rakaat dengan istikharah. Setelah itu bacalah doa istikharah yang masyhur. Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda: “Tidak akan gagal siapapun yang melakukan istijharah dan tidak akan menyesal siapa saja yang suka bermusyawarah.”
2. Seorang dituntut melihat akibat sebelum melakukan sesuatu, agar tidak terjadi penyesalan di kemudian hari, karena suatu saat nanti setiap orang pasti melihat akibat dari perbuatannya. Disebutkan dalam Al-Qur’an;
فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗۚ  وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ
Maka, siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah, dia akan melihat (balasan)-nya. Dan siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarah, dia akan melihat (balasan)-nya.” (QS. Al-Zalzalah: 7-8)
Peribahasa Jawa “Becik ketitik ala ketara” yang artinya kebaikan pasti kelihatan, kejelekan pasti ketahuan. Maknanya, setiap perbuatan yang baik pasti akan diketahui. Demikian juga sebaliknya, perilaku busuk cepat atau lambat juga pasti terungkap – atau dengan ungkapan lain sepandai-pandai menutupi rapat-rapat bangkai pasti tercium juga bauhnya.
 3. Mendengar suara hati nurani merupakan pedoman dalam melakukan sesuatu. Disebutkan dalam Al-Qur’an,
ٱلْحَقُّ مِن رَّبِّكَ ۖ فَلَا تَكُونَنَّ مِنَ ٱلْمُمْتَرِينَ:
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (QS. Al-Baqarah: 147)
Tertera dalam hadits: Dari Wabishah bin Ma’bad radhiyallahu anhu, ia berkata : “Aku telah datang kepada Rasulullah SAW, lalu beliau bersabda : ‘Apakah engkau datang untuk bertanya tentang kebajikan ?’ Aku menjawab : ‘Benar’. Beliau bersabda,
استفت قلبك , البر ما اطمأنت إليه النفس واطمأن إليه القلب , والإثم ما حاك في النفس وتردد في الصدر وإن أفتاك الناس وأفتوك

Mintalah fatwa dari hatimu. Kebajikan itu adalah apa-apa yang menentramkan jiwa dan menenangkan hati dan dosa itu adalah apa-apa yang meragukan jiwa dan meresahkan hati, walaupun orang-orang memberikan fatwa kepadamu dan mereka membenarkannya.” (HR. Imam Ahmad bin Hanbal dan Ad-Darimi, Hadits hasan)

Wallahu a’lam. Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat!
(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Alumni Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *