Oleh: Hayat Abdul Latief
Dalam Ushul fiqih berkaitan dengan perintah terdapat satu kaidah yang berbunyi,
الاصل في الامر لا يقتضي التكرار
“Asal dalam perintah adalah tidak menuntut pengulangan.”
Berbeda dengan perintah shalat, zakat dan puasa yang selalu diulang-ulang, – Haji merupakan ibadah yang diwajibkan hanya sekali dalam seumur hidup. Dari Ibnu ‘Abbas R.A berkata,
خَطَبَنَا رَسُولُ اَللَّهِ فَقَالَ:” إِنَّ اَللَّهَ كَتَبَ عَلَيْكُمُ اَلْحَجَّ” فَقَامَ اَلْأَقْرَعُ بْنُحَابِسٍ فَقَالَ: أَفِي كَلِّ عَامٍ يَا رَسُولَ اَللَّهِ? قَالَ: ” لَوْ قُلْتُهَا لَوَجَبَتْ, اَلْحَجُّ مَرَّةٌ, فَمَا زَادَفَهُوَ تَطَوُّعٌ ” (رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, غَيْرَ اَلتِّرْمِذِيِّ)
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan kami seraya bersabda, ‘Sesungguhnya Allah telah mewajibkan haji atasmu.’ Maka berdirilah Al-Aqra’ bin Haabis dan bertanya, ‘Apakah dalam setiap tahun wahai Rasulullah?’ Beliau bersabda, ‘Jika aku mengatakannya, ia menjadi wajib. Haji itu sekali dan selebihnya adalah sunnah.” (Diriwayatkan oleh yang lima selain Tirmidzi)
Berbeda pula dengan shalat dan puasa yang diwajibkan atas setiap orang – ibadah haji hanya diwajibkan yang mampu perjalanan menuju ke sana. Haji ke baitullah secara bahasa adalah menuju kepada rumah Allah SWT (Ka’bah). Allah SWT berfirman,
وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ
“...Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.” (QS. Ali Imran: 97)
……
Namun Haji dalam pengertian perjalanan menuju kepada Allah SWT – merupakan perjalanan yang harus ditempuh oleh semua mu’min baik kaya ataupun miskin. Sehingga disebutkan dalam hadits beberapa amalan yang menyamai pahala haji dan umroh:
1. Pergi ke masjid untuk shalat fardhu berjamaah ataupun untuk salat sunah. Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ مَشَى إِلَى صَلاَةٍ مَكْتُوْبَةٍ فِي الجَمَاعَةِ فَهِيَ كَحَجَّةٍ وَ مَنْ مَشَى إِلَى صَلاَةٍ تَطَوُّعٍ فَهِيَ كَعُمْرَةٍ نَافِلَةٍ
“Siapa yang berjalan menuju shalat wajib berjama’ah, maka ia seperti berhaji. Siapa yang berjalan menuju shalat sunnah, maka ia seperti melakukan umrah yang sunnah.” (HR. Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 8: 127)
Hadits serupa,
من خرج من بيته متطهرا إلى صلاة مكتوبة فأجره كأجر الحاج المحرم، ومن خرج إلى تسبيح الضحى لا ينصبه إلا إياه فأجره كأجر المعتمر
“Siapa yang keluar dari rumahnya dalam keadaan suci untuk menunaikan shalat fardhu akan diberikan pahala ibadah haji. Sementara orang yang keluar rumah untuk mengerjakan shalat dhuha dan tidak ada tujuan lain selain itu, maka akan diberikan pahala umrah,” (HR Abu Daud)
2. Melakukan Solat Sunnat Isyroq. Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
“Barangsiapa yang melaksanakan shalat shubuh secara berjama’ah lalu ia duduk sambil berdzikir pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan shalat dua raka’at, maka ia seperti memperoleh pahala haji dan umroh.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna dan sempurna.” (HR. Tirmidzi, no. 586.)
3. Menghadiri Majelis Ilmu di Masjid. Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يُعَلِّمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حَجَّتُهُ
“Siapa yang berangkat ke masjid yang ia inginkan hanyalah untuk belajar kebaikan atau mengajarkan kebaikan, ia akan mendapatkan pahala haji yang sempurna hajinya.” (HR. Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 8: 94)
4. Berbakti. Kepada orang Tua. Dari Anas berkata:
أتى رجل رسول الله – صلى الله عليه وسلم – فقال : أشتهي الجهاد ولا أقدر عليه ؟ قال : هل بقي من والديك أحد ؟ قال : أمي ، قال : فأبل الله في برها ، فإذا فعلت ذلك ، فأنت حاج ومعتمر ومجاهد ، فإذا رضيت عنك أمك ، فاتق الله وبرها
“Seorang laki-laki mendatangi Rasulullah SAW seraya berkata, “Saya ingin berjihad tetapi saya tidak mampu melakukannya?” Beliau bersabda, “Apakah orang tuamu masih hidup? Dia berkata, (tinggal) ibuku.” Beliau bersabda, “Maka maka bertakwalah kepada Allah dengan berbakti kepadanya. Jika kamu melakukan itu, maka kamu adalah seorang haji, umrah, dan mujahid. Jika ibumu ridha terhadapmu, maka bertakwalah kepada Allah dan hormatilah dia.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Ausath 5/234/4463 dan Al-Baihaqi dalam Syu’ab Al-Iman 6/179/7835)
……….
Ketika ihram orang yang berhaji menanggalkan pakaian yang berjahit. Itu merupakan simbol bahwasanya kita tidak boleh memakai pakaian maknawi yang dijahit dengan syirik, nifak, iri, buruk sangka, menyimpan dendam dan penyakit hati lainnya diganti dengan pakaian polos penuh ridho, ikhlas, baik sangka, tulus dan lainnya.
Sa’i antara sofa dan marwa merupakan simbol ikhtiar maksimal yang hasilnya diserahkan kepada Allah SWT.
Thawaf merupakan simbol agar hati kita selalu dekat dan tidak jauh dari Allah SWT, juga bermakna bahwa kita dalam berkata, bertindak dan memutuskan sesuatu harus dipikir ulang – apakah bermanfaat atau memberikan dampak negatif kepada lingkungan.
Demikian juga ritual manasik haji yang lainnya di dalamnya ada hikmah, faedah dan makna yang terkandung – yang apabila dihayati dan dilaksanakan oleh orang yang berhaji, maka in syaa Allah mendapatkan haji yang mabrur yang tiada lain balasannya adalah surga. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
العمرةُ إلى العمرةِ كفَّارَةٌ لمَا بينَهمَا، والحجُّ المبرورُ ليسَ لهُ جزاءٌ إلا الجنَّةُ
“Ibadah umrah ke ibadah umrah berikutnya adalah penggugur (dosa) di antara keduanya, dan haji yang mabrur tiada balasan (bagi pelakunya) melainkan surga” (HR Al-Bukhari dan MuslimD dari Abu Hurairah R.A)
Wallahu a’lam. Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat!
(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Alumni Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)