Oleh: Hayat Abdul Latief
Ada yang menyamakan arti dari keduanya – Kepo atau mencari tahu dengan ‘nguping’ pembicaraan orang tentang objek yang dituju. Mengenai perbedaannya, Ibnu Abbas pernah ditanya tentang perbedaan antara keduanya, lalu beliau menjawab, “Pengertiannya tidak terlalu jauh, hanya saja tahassus mencari tahu kebaikan sedangkan tajassus mencari tahu keburukan.”
Sedangkan yang lain berpendapat bahwa tahassus adalah mencari tahu langsung kepada orangnya sedangkan tajassus mencari tahu tidak secara langsung.
Sebagai bukti tahassus adalah perbuatan terpuji, Allah SWT berfirman;
يَٰبَنِىَّ ٱذْهَبُوا۟ فَتَحَسَّسُوا۟ مِن يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَا۟يْـَٔسُوا۟ مِن رَّوْحِ ٱللَّهِ ۖ إِنَّهُۥ لَا يَا۟يْـَٔسُ مِن رَّوْحِ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلْقَوْمُ ٱلْكَٰفِرُونَ
“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (QS. Yusuf: 87)
Terjemah Lafdziyah dari فَتَحَسَّسُوا۟ (maka carilah berita [baik]). Terjemah Tafsiriyah: Sebagai nabi dan rasul, Nabi Yakub sebenarnya tahu Nabi Yusuf masih hidup, hanya saja Allah belum memberitahukan tempat keberadaannya. Untuk itulah Nabi Yakub meminta anak-anaknya mencari Yusuf dan menjemput Bunyamin.
Dari ayat di atas kita tahu bahwa di antara tanda seseorang tidak berputus asa dari rahmat Allah SWT adalah aktif mencari peluang, momen dan berita yang baik tentang objek yang dituju. Mafhum Mukhalafahnya, orang yang berputus asa dari rahmat Allah adalah orang yang pasif, tidak mau mencari peluang, momen dan berita yang baik tentang objek yang dituju.
Mengenai larangan tajassus, Allah SWT berfirman;
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12)
Terjemah dari وَلَا تَجَسَّسُوا۟ (dan janganlah mencari-cari keburukan orang) atau mencari-cari aib dan keburukan yang tersembunyi. Ayat di atas diperkuat oleh hadits berikut: Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda;
إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا
“Jauhilah prasangka buruk, karena prasangka buruk adalah ucapan yang paling dusta, janganlah kalian saling mendiamkan, janganlah suka mencari-cari isu, saling mendengki, saling membelakangi, serta saling membenci, tetapi, jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Berkaitan dengan tajassus, Allah SWT menceritakan bahwa di antara orang munafik ada yang ikut berperang bersama orang beriman dengan tujuan melemahkan kekuatan dan membuat fitnah – di antara orang yang beriman ada yang mempercayai perkataan orang munafik tersebut, sebagaimana disebutkan dalam QS. At-Taubah Ayat 47,
لَوْ خَرَجُوا۟ فِيكُم مَّا زَادُوكُمْ إِلَّا خَبَالًا وَلَأَوْضَعُوا۟ خِلَٰلَكُمْ يَبْغُونَكُمُ ٱلْفِتْنَةَ وَفِيكُمْ سَمَّٰعُونَ لَهُمْ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌۢ بِٱلظَّٰلِمِينَ
“Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas maju ke muka di celah-celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan di antara kamu; sedang di antara kamu ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang zalim.”
Kenapa Tajassus Harus Dijauhi?
Tajassus harus dijauhi karena timbul dari niat yang buruk maka pelakunya adalah memiliki sifat yang buruk. Mu’min yang bersih jiwanya pasti menolaknya. Tajassus bukti dari lemahnya iman dalam menjalankan agama dan dan merupakan tanda kerdilnya jiwa. Tajassus menjadi penyebab terputusnya kasih sayang, rusaknya hubungan sosial dan memecah belah persaudaraan Islam. Cukuplah tajassus dianggap sebagai bukti keburukan, karena pelakunya dibenci orang di dunia dan akan mendapatkan murka Dan azab yang pedih di akhirat. Wallahu a’lam.
Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat!
(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Alumni Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)