Keutamaan Sholat di Masjid Nabawi

Masjid Nabawi adalah masjid yang mulia dan merupakan salah satu masjid terpenting di Kota Madinah, Arab Saudi. Masjid ini dibangun Nabi Muhammad SAW dan menjadi tempat makam beliau dan para sahabatnya. Masjid ini merupakan salah satu masjid utama dan terbesar ke-2di dunia bagi umat Muslim setelah Masjidil Haram di Makkah.

Masjid Nabawi adalah masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW setelah Masjid Quba yang didirikan dalam perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah. Masjid Nabawi dibangun sejak saat-saat pertama RASULULLAH SAW tiba di Madinah.

Awalnya, masjid ini berukuran sekitar 50 meter × 50 meter, dengan tinggi atap sekitar 3,5 meter. Rasulullah SAW turut membangunnya dengan tangannya sendiri, bersama-sama dengan para sahabat dan kaum Muslimin. Tembok di keempat sisi masjid terbuat dari batu bata dan tanah, sedangkan atapnya dari daun kurma dengan tiang-tiang penopangnya dari batang kurma. Sebagian atapnya dibiarkan terbuka begitu saja. Selama sembilan tahun pertama, masjid ini tanpa penerangan di malam hari. Hanya di waktu Isya, diadakan sedikit penerangan dengan membakar jerami.

Kediaman Nabi Muhammad SAW tidak seberapa besar dan tidak lebih mewah dari keadaan masjidnya, hanya saja lebih tertutup. Selain itu ada pula bagian yang digunakan sebagai tempat orang-orang fakir-miskin yang tidak memiliki rumah.

Setelah itu berkali-kali masjid ini direnovasi dan diperluas. Renovasi yang pertama dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab pada tahun 17 H, dan yang kedua oleh Khalifah Utsman bin Affan pada tahun 29 H. Di zaman modern, Raja Abdul Aziz dari Kerajaan Saudi Arabia meluaskan masjid ini menjadi 6.024 meter persegi pada tahun 1372 H.

Perluasan ini kemudian dilanjutkan oleh penerusnya, Raja Fahd pada tahun 1414 H, sehingga luas bangunan masjidnya hampir mencapai 100 ribu meter persegi ditambah dengan lantai atas yang mencapai luas 67 ribu meter persegi dan pelataran masjid yang dapat digunakan untuk salat seluas 135 ribu meter persegi. Masjid Nabawi kini dapat menampung kira-kira 535 ribu jamaah.

Lantas apa keutamaan shalat di Masjid Nabawi dibanding masjid lainnya?

Dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda,

لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ، وَمَسْجِدِ الرَّسُولِ – صلى الله عليه وسلم – وَمَسْجِدِ الأَقْصَى

“Tidaklah pelana itu diikat –yaitu tidak boleh bersengaja melakukan perjalanan (dalam rangka ibadah ke suatu tempat)- kecuali ke tiga masjid: Masjidil Haram, masjid Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan masjidil Aqsho” (HR. Bukhari 1189 dan Muslim no. 1397). Hadits ini juga diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al Khudriy. Hadits ini secara tegas menunjukkan keutamaan sengaja bersafar ke tiga masjid.

Nabi MUHAMMAD SAW juga bersabda,

صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ

“Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih baik dari 1000 shalat di masjid lainnya selain Masjidil Harom.” (HR. Bukhari no. 1190 dan Muslim no. 1394, dari Abu Hurairah)

Dalam riwayat lain, Nabi SAW bersabda,

صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلاَةٌ فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ

“Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih utama daripada 1000 shalat di masjid lainnya selain Masjidil Harom. Shalat di Masjidil Harom lebih utama daripada 100.000 shalat di masjid lainnya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Para ulama berselisih pendapat, apakah yang dimaksud dengan pengecualian dalam hadits di atas. Perbedaan pendapat ini berasal dari perselisihan mereka, manakah tempat yang lebih utama: Madinah ataukah Makkah?
Ulama Syafi’iyah dan mayoritas ulama mengatakan bahwa Makkah lebih utama dari Madinah. Sehingga Masjidil Haram lebih utama dari Masjid Madinah. Dan ini berkebalikan dengan pendapat Imam Malik dan pengikutnya. Sehingga menurut ulama Syafi’iyah dan mayoritas ulama, makna hadits di atas adalah: shalat di Masjid Nabawi lebih utama dari 1000 shalat di masjid lainnya selain Masjidil Harom karena shalat di Masjidil Harom lebih utama dari shalat di Masjid Nabawi.

Seorang sahabat terkenal dengan ide briliannya dalam perang Khadaq, Salman al-Farisi, suatu hari berniat untuk pergi menuju Baitul Maqdis untuk melakukan Sholat disana. Dalam perjalanannya, Salman bertemu Abu Hurairah yang kemudian menegurnya,” Wahai Salman,hendak pergi kemana engkau?” “ke Baitul Maqdis di Palestina untuk melakukan Sholat disana,”jawab Salman.

Salman kemudian diarahkan untuk mengurungkan niatnya ,dan sebaiknya ber UMROH ke Makkah dan kemudian ke Madinah, sebab Sholat di Masjid Nabawi jauh lebih utama.

Seorang shahabiyah di zaman Rasulullah, ada yang menjadikan Sholat di MASJID AL-AQSA di Baitul Maqdis, sebagai Sholat nazar apabila Allah memberikan kesembuhan kepadanya dari sakit yang sudah begitu parah diderita. Namun, ketika beliau berjumpa dengan Maimunah sebelum pergi ke Baitul Maqdis, Maimunah mengingatkannya agar lebih mendahulukan Sholat di Masjid Nabawi. Begitulah seharusnya, bernazar untuk melakukan Sholat di salah satu tempat berpahala berlipat-lipat merupakan tujuan ibadah mulia.

Para sahabat sangat bersemangat untuk bisa menjalankan Sholat di masjid yang sangat dicintai Rasulullah, dimana jasad beliau juga berada didalamnya. Salah satu contohnya adalah sahabat Muslim bin Aslam. Usia beliau udah sangat lanjut. Suatu hari ia berniat keluar rumahnya. Dia pun sudah merencanakan dalam hatinya sambil berbisik kepada dirinya sendiri, ”aku akan Sholat di masjid Rasulullah setelah keperluan di pasarku selesai.”

Kemungkinan karena usianya yang sudah lanjut itu, Muslim bin Aslam ternyata lupa dan langsung pulang ke rumahnya lagi setelah keluar dari pasar. Sesampainya dirumah beliau melepaskan dan menaruh sorban serta bajunya. Ketika itu, Muslim bin Aslam teringat bahwa dirinya tadi belum melakukan Sholat di masjidnya Rasulullah SAW. Dia pun menyesal sekali sambil berkata,” demi Allah, aku sungguh belum melakukan Sholat itu.” Akhinya, Muslim bin Aslam bergegas kembali ke kota Madinah sekadar untuk menjalankan Sholat didalamnya.

Muslim bin Alam teringat sabda Rasulullah yang berbunyi :

“Barang siapa di antara kalian berhenti/berkunjung di kota ini (Madinah), maka janganlah dia kembali ke rumahnya (keluarganya) hingga dia sudah melakukan Sholat dua rakaat didalam masjidnya.”(HR. Ath-thabarani).

Sholat didalam Masjid Nabawi bagi orang yang masuk kota Madinah adalah seperti Sholat Tahiyyatul Masjid bagi orang yang sudah masuk masjid pada umumnya. Bagi orang yang masuk masjid, maka dia tidak dianjurkann duduk sebelum melakukan Sholat sunah Tahiyyatul masjid dua rakaat. Begitu juga bagi orang yang masuk kota Madinah.

Jika pahala sekali Sholat di Masjid Nabawi sama dengan seribu kali Sholat, maka jumlahnya sama dengan Sholat wajib selama kurang lebih tiga tahun. Jika kita melakukan Sholat dua kali di dalam masjid Nabawi maka sama saja dengan Sholat kurang lebih selama enam tahun, begitu seterusnya. Betapa ini merupakan besar yang menjadi amal kebaikan untuk segera dilaksanakan, bagi yang sudah mampu, mempunyai kecukupan biaya, dan persiapan hati, dengan niat yang saleh demi mencari keridhaan Allah.

Meskipun demikian, Syeikh Athiyyah Muhammad Salim mengingatkan, keutamaan dan pahala yang sama dengan tiga tahun Sholat itu bukan berarti seseorang yang telah melakukan Sholat sekali di masjid Nabawi lalu tidak melakukan Sholat sama sekali selama tiga tahun, karena ber anggapan sudah mencukupi kewajiban Sholatnya.

Keutamaan itu hanya berkaitan dengan pahala yang disediakan Allah, sementara kewajiban melakukan Sholat lima waktu dalam sehari merupakan kewajiban yang tidak dapat gugur dimana pun dan dalam keadaan apa pun

Janji Allah SWT lewat lisan Rasul-Nya ini tentu akan semakin memompa semangat kaum Muslimin untuk memperbanyak beribadah di Masjid Nabawi. Namun terkait ini ada beberapa perkara yang perlu diperhatikan berkenaan dengan masjid yang penuh berkah ini:

1. Pelipatgandaan pahala shalat di Masjid Nabawi sampai lebih dari seribu tidak dikhususkan untuk shalat fardhu saja tanpa shalat sunnah, tidak pula sebaliknya, akan tetapi mencakup shalat fardu dan sunnah. Karena Nabi SAW menyebutkan kata shalat secara mutlak. Jadi shalat fardhu setara dengan seribu shalat fardhu, dan shalat sunnah setara dengan seribu shalat sunnah.

Diriwayatkan bahwa seorang bernama Suraid datang menemui Rasulullah pada hari ditaklukannya kota Makkah (fathu Makkah), lalu ia berkata,”Wahai Rasulullah aku bernazar kepada Allah, jika Allah membukakan kota Makkah untukmu, maka aku akan melakukan Sholat di baitul Maqdis. Lalu Rasulullah menjawab, mengapa disana? Sholatlah disini saja, masjid ini lebih utama berlipat.”

2. Pelipatgandaan pahala yang terdapat dalam hadits tidak dikhususkan untuk area Masjid yang ada pada zaman Beliau SAW saja, akan tetapi mencakup semua area yang ditambahkan saat perluasan masjid. Terbukti khalifah Umar RA dan Utsmân RA memperluas masjid dari arah depan, dan kita ketahui bersama bahwa tempat imam dan shaf setelahnya termasuk dari area perluasan, diluar areal masjid pada zaman Nabi SAW. Seandainya area perluasan tidak memiliki hukum yang sama denga area sebelum perluasan, niscaya dua khalifah besar itu tidak akan melakukan perluasan dari sisi depan masjid, kemudian juga jumlah para Shahabat di masa dua khalifah tersebut masih sangat banyak dan tidak ada seorangpun yang menyangkal atau menolak perluasan masjid. Ini merupakan bukti yang sangat kuat bahwa pelipatgandaan pahala tidak terbatas pada area masjid di zaman Nabi SAW saja.

3. Di dalam area Masjid Nabawi terdapat tempat yang disebut oleh Nabi SAW sebagai salah satu taman dari taman surga. Nabi SAW bersabda:

ما بَيْنَ بَيْتِيْ ومِنْبَرِيْ رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ

Area diantara rumahku dan mimbarku adalah taman dari taman-taman surga. [HR. al-Bukhâri dan Muslim].

Pengkhususan area ini sebagai salah satu taman surga tanpa penyebutan area-area lain dari Masjid Nabawi menunjukkan keutamaan dan keistimewaan tempat tersebut. Keutamaan akan bisa diraih dengan melakukan shalat sunnah di sana atau berzikir dan membaca al-Qur’ân, dengan tanpa menyakiti atau mengganggu orang lain yang sudah berada di dalamnya atau ketika mencapai tempat tersebut. Adapun shalat fardhu, maka ia lebih utama dilakukan pada shaf-shaf awal, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا، وَشَرُّهَا آخِرُهَا

Sebaik-baiknya shaf kaum laki-laki adalah shaf yang paling depan, dan seburuk buruk shaf mereka adalah shaf yang paling belakang ( HR. Muslim)

4. Bahwa barangsiapa datang ke kota Madinah maka dia dianjurkan menunaikan shalat empat puluh kali (waktu) shalat di Masjid Nabawi, berdasar hadits dalam Musnad Imam Ahmad dari Shahabat Anas RA, dari Nabi SAW bersabda:

مَنْ صَلَّى فِي مَسْجِدِي أَرْبَعِينَ صَلَاةً لَا تَفُوتُهُ صَلَاةٌ، كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ، وَنَجَاةٌ مِنَ الْعَذَابِ وَبَرِئَ مِنَ النِّفَاقِ

Barangsiapa shalat di masjidku ini empat puluh shalat tidak terlewatkan satu shalat pun, maka akan dituliskan baginya kebebasan dari api neraka, selamat dari adzab, dan terlepas dari sifat munafik.

Yang dimaksud dengan shalat arba’in adalah melakukan shalat empat puluh waktu di Masjid Nabawi secara berturut-turut dan tidak ketinggalan takbiratul ihram bersama imam.
Hanya saja hadits ini menyebutkan tentang keutamaan jika jamaah ada 8 hari di Madinah. Adapun jika jamaahnya hanya tinggal beberapa hari atau bahkan sesaat saja maka ini bukanlah merupakan sebuah dosa jika keutamaan sholat arbain tidak dilaksanakan.

Dari berbagai sumber

Badrah Uyuni

#fitotravel #travel #islam #nabi #haji #mekah #madinah #masjid #nabawi #saudi #umroh #pahala #sholat #ibadah #KEUTAMAAN #jamaah #zamzam #kabah #quran #islam #zawiyahjakarta #mahadaly #SHIBGHATULLAH #ziarah

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *