Oleh: Hayat Abdul Latief
Rajab adalah bulan paling dimuliakan kedua setelah Ramadhan. Inilah 3 keutamaan bulan Rajab
1. Bulan Haram. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ .. الآية (36) سورة التوبة
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu…”. (QS. At Taubah: 36)
Bulan Rajab termasuk ke dalam empat bulan haram bersama dengan bulan Dzulhijjah, Dzulqa’dah, Muharram. Bulan haram adalah saat-saat Allah mengharamkan kita menyakiti orang lain, apapun alasannya. Menyakiti orang lain saja dilarang, apalagi menyakiti diri sendiri. Kita juga dianjurkan menghindari segala perbuatan dosa karena perhitungannya di bulan ini akan dilipatgandakan.
Dari Abu Bakrah Nafii’ bin Al Harit6 –radhiyallahu ‘anhu- dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
إِنَّ الزَّمَانَ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّه السَّماواتِ والأَرْضَ.
السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلَاثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ .” رواه البخاري
“Sesungguhnya zaman telah berputar bagaimana keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Dalam satu tahun ada 12 bulan, di antaranya ada 4 bulan haram, 3 bulan secara berurutan adalah Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajabnya Mudhor yang berada di antara Jumada dan Sya’ban”. (HR. Bukhori: 2958)
2. Bulan isra’ mi’raj. Allah subhanahu wata’ala:
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ ءَايَاتِنَا إِنَّه هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِير
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS. Al-Isra` : 1)
Tentang mi’raj, Allah subhanahu wata’ala berfirman:
وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى. مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى. وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى. إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى. عَلَّمَهُ شَدِيدُ الْقُوَى. ذُو مِرَّةٍ فَاسْتَوَى. وَهُوَ بِالْأُفُقِ الْأَعْلَى. ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّى. فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى. فَأَوْحَى إِلَى عَبْدِهِ مَا أَوْحَى. مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى. أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى. وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى. عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى. عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى. إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى. مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى. لَقَدْ رَأَى مِنْ ءَايَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى
“Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli. sedang dia berada di ufuk yang tinggi. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka apakah kamu (musyrikin Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar”. (QS. An-Najm : 1-18)
Juga dalam firman-Nya:
فَلَا أُقْسِمُ بِالْخُنَّسِ (15) الْجَوَارِ الْكُنَّسِ (16) وَاللَّيْلِ إِذَا عَسْعَسَ (17) وَالصُّبْحِ إِذَا تَنَفَّسَ (18) إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ (19) ذِي قُوَّةٍ عِنْدَ ذِي الْعَرْشِ مَكِينٍ (20) مُطَاعٍ ثَمَّ أَمِينٍ (21) وَمَا صَاحِبُكُمْ بِمَجْنُونٍ (22) وَلَقَدْ رَآهُ بِالْأُفُقِ الْمُبِينِ (23) وَمَا هُوَ عَلَى الْغَيْبِ بِضَنِينٍ (24) وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَيْطَانٍ رَجِيمٍ (25)
“Aku bersumpah demi bintang-bintang, yang beredar dan terbenam, demi malam apabila telah larut, dan demi subuh apabila fajar telah menyingsing, sesungguhnya (Al-Qur’an) itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang memiliki kekuatan, memiliki kedudukan tinggi di sisi (Allah) yang memiliki ‘Arsy, yang di sana (di alam malaikat) ditaati dan dipercaya. Dan temanmu (Muhammad) itu bukanlah orang gila. Dan sungguh, dia (Muhammad) telah melihatnya (Jibril) di ufuk yang terang. Dan dia (Muhammad) bukanlah seorang yang kikir (enggan) untuk menerangkan yang gaib. Dan (Al-Qur’an) itu bukanlah perkataan setan yang terkutuk” (QS. At Takwir: 15-25)
Isra mi’raj merupakan penghiburan dari Allah kepada Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, setelah penindasan demi penindasan, ntimidasi demi intimidasi, ditambah lagi dengan wafatnya istri tercinta Khadijah dan Paman tercinta Abu Tholib (yang disebut dengan tahun kesedihan), yang selama ini mendukung membackup dan melindungi beliau dari serangan orang-orang musyrik.
Oleh-oleh yang paling berharga dari Safari langit nabi tersebut adalah hadiah terindah shalat lima waktu sebagai sarana seorang hamba naik ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala. Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda dalam Shahih al-Bukhari, dari Anas bin Malik Ra.,
إن أحدكم إذا قام في الصلاة، فإنه يناجي ربه، وإن ربه بينه وبين القبلة
salah seorang kalian, sesungguhnya saat melaksanakan shalat, maka ia sedang bermunajat kepada Tuhannya. Dan sesungguhnya Tuhannya ada diantara ia dengan kiblat.
Menurut Syaikh Mulla al-Qari, dalam kitab Mirqat al-Mafatih Syarh Misykat al-Mashabih, ungkapan yunaaji rabbahu menunjukkan bahwa shalat adalah sarana terhubungnya hamba dengan Tuhannya. Shalat yang di dalamnya terdapat zikir, bacaan Alquran, dan gerakan, segenap itu semua menjadi paket berkomunikasinya seorang hamba dengan Allah subhanahu wata’ala.
3. Bulan untuk menyambut bulan Ramadhan. Bulan Ramadhan adalah waktu yang paling dinanti kaum Muslim. Setiap hari menuju bulan suci ini terasa istimewa. Rajab jatuh dua bulan sebelum Ramadhan. Setiap kali memasuki Rajab, umat Muslim bersuka cita karena itu berarti Ramadhan akan segera tiba.
Dari Anas bin Malik dia berkata, ‘Adalah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam apabila memasuki bulan Rajab, beliau berkata,
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ، وَشَعْبَانَ، وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
“Ya Allah, berkahi kami di bulan Rajab dan Sya’ban serta sampaikanlah kami ke bulan Ramadan.”
Sanad hadits ini dha’if, Ziyad An-Numairy adalah lemah. Dilemahkan oleh Ibnu Ma’in. Abu Hatim berkata, ‘haditsnya tidak dapat dijadikan hujjah.
Meski demikian, menurut para muhadditsin seperti imam nawawi dan lainnya, hadits lemah boleh dipakai untuk Fadhilah Amal, . Wallahu a’lam.
Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat.
*(Penulis adalah Direktur Korp Da’i An-Nashihah dan Mahasiswa S2 Zawiyah Jakarta)*