Syahid, Pembagian, dan Permasalahannya

Oleh: Hayat Abdul Latief
Pembagian syahid,
Al-Hafidz Al-Aini membagi syahid menjadi tiga macam,
وَفِي (التَّوْضِيح) : الشُّهَدَاء ثَلَاثَة أَقسَام: شَهِيد فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَة، وَهُوَ الْمَقْتُول فِي حَرْب الْكفَّار بِسَبَب من الْأَسْبَاب، وشهيد فِي الْآخِرَة دون أَحْكَام الدُّنْيَا، وهم من ذكرُوا آنِفا. وشهيد فِي الدُّنْيَا دون الْآخِرَة، وَهُوَ من غل فِي الْغَنِيمَة وَمن قتل مُدبرا أَو مَا فِي مَعْنَاهُ.
Dalam kitab ‘At-Taudhih’ disebutkan: Orang yang mati syahid ada 3:
Satu, Syahid dunia dan akhirat, merekalah orang yang terbunuh karena sebab apapun di medan perang melawan orang kafir.
Dua, Syahid akhirat, namun hukum di dunia tidak syahid. Mereka adalah orang yang disebut syahid, namun mati di selain medan perang. (Dari Jabir bin Atik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الشَّهَادَةُ سَبْعٌ سِوَى الْقَتْلِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ: الْمَطْعُونُ شَهِيدٌ، وَالْغَرِقُ شَهِيدٌ، وَصَاحِبُ ذَاتِ الْجَنْبِ شَهِيدٌ، وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ، وَصَاحِبُ الْحَرِيقِ شَهِيدٌ، وَالَّذِي يَمُوتُ تَحْتَ الْهَدْمِ شَهِيدٌ، وَالْمَرْأَةُ تَمُوتُ بِجُمْعٍ شَهِيدٌ
“Selain yang terbunuh di jalan Allah, mati syahid ada tujuh: mati karena tha’un syahid, mati karena tenggelam syahid, mati karena sakit tulang rusuk syahid, mati karena sakit perut syahid, mati karena terbakar syahid, mati karena tertimpa benda keras syahid, wanita yang mati karena melahirkan syahid.” (HR. Abu Daud 3111)
Tiga, Syahid dunia, dan bukan akhirat. Dialah orang yang mati di medan jihad, sementara dia ghulul (mencuri ghanimah), atau terbunuh ketika lari dari medan perang, atau sebab lainnya. (Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari, 14/128).
Untuk kategori pertama yakni syahid dunia-akhirat 1. Tidak boleh dimandikan
Jenazah ini dibiarkan sebagaimana kondisi dia meninggal, sehingga dia dimakamkan bersama darahnya yang keluar.
Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda terkait jenazaj korban perang Uhud:
لَا تُغَسِّلُوهُمْ، فَإِنَّ كُلَّ جُرْحٍ – أَوْ كُلَّ دَمٍ – يَفُوحُ مِسْكًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Jangan kalian mandikan mereka, karena setiap luka atau darah, akan mengelluarkan bau harum minyak misk pada hari kiamat.” (HR. Ahmad 14189 dan dinilai shahih oleh Syuaib Al-Arnauth).
Dalam riwayat lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda ketika perang Uhud:
ادْفِنُوهُمْ فِي دِمَائِهِمْ
“Kuburkan mereka bersama darah mereka.” Jabir mengatakan: “Mereka tidak dimandikan.” (HR. Bukhari 1346)
2. Boleh tidak dishalatkan
Artinya, jenazah korban perang fi sabilillah tidak wajib dishalatkan, dan boleh juga dishalatkan.
Jenazah yang meninggal di perang Uhud, dimakamkan tanpa dishalatkan. Jabir mengatakan,
وَأَمَرَ بِدَفْنِهِمْ فِي دِمَائِهِمْ، وَلَمْ يُغَسَّلُوا، وَلَمْ يُصَلَّ عَلَيْهِمْ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar memakamkan mereka bersama dengan darah mereka, tidak dimandikan dan tidak dishalatkan. (HR. Bukhari 1343)
Sementara dalil bahwa mereka boleh dishalatkan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menshalatkan jenazah Hamzah bin Abdul Muthalib, paman beliau yang meninggal ketika perang Uhud. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menceritakan,
أنّ شهداء أُحد لم يغسّلوا، ودفنوا بدمائهم، ولم يُصَلَّ عليهم؛ غير حمزة
“Para syuhada perang Uhud tidak dimandikan, mereka dikuburkan bersama darahnya, tidak dishalatkan, selain Hamzah.” (Shahih Sunan Abu Daud no. 2688).
Untuk kategori kedua disebut Syahid akhirat cara penangananya sama seperti jenazah biasa, yakni dimandikan, dikafani, dishalati dan dikuburkan. Yang termasuk kategori ini,
Jabir bin Atik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الشَّهَادَةُ سَبْعٌ سِوَى الْقَتْلِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ: الْمَطْعُونُ شَهِيدٌ، وَالْغَرِقُ شَهِيدٌ، وَصَاحِبُ ذَاتِ الْجَنْبِ شَهِيدٌ، وَالْمَبْطُونُ شَهِيدٌ، وَصَاحِبُ الْحَرِيقِ شَهِيدٌ، وَالَّذِي يَمُوتُ تَحْتَ الْهَدْمِ شَهِيدٌ، وَالْمَرْأَةُ تَمُوتُ بِجُمْعٍ شَهِيدٌ
“Selain yang terbunuh di jalan Allah, mati syahid ada tujuh: mati karena tha’un syahid, mati karena tenggelam syahid, mati karena sakit tulang rusuk syahid, mati karena sakit perut syahid, mati karena terbakar syahid, mati karena tertimpa benda keras syahid, wanita yang mati karena melahirkan syahid.” (HR. Abu Daud 3111)
Adapun kategori ketiga sama penangananya seperti kategori pertama.  Permasalahan-permasalahan dia terbunuh ketika mengambil harta rampasan sebelum dibagi atau terbunuh ketika lari dari medan perang itu urusan dia dengan Allah SWT, kita tidak berhak menghakiminya.
Berkenaan dengan korban virus Corona, sebenarnya cara penangananya sama seperti kategori kedua, dimandikan, dikafani, dishalati dan dikuburkan. Hanya saja kalau dimandikan diduga kuat akan menular kepada yang lain. Dalam kasus ini berlaku satu kaidah Ushul Fikih.
 دَرْءُ المَفَاسِدُ مُقَدَّمُ عَلَى جَلْبِ المَصَالِح
Menolak mafsadah atau kerusakan didahulukan dari memperoleh kemaslahatan. Wallahu A’lam.
Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat.
*(Penulis adalah Direktur Korp Da’i An-Nashihah dan Mahasiswa S2 Zawiyah Jakarta)*

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *