Oleh: Hayat Abdul Latief

 

Lailatul Qadar menurut jumhur ulama terjadi pada 10 ahir di bulan Ramadhan. Berkaitan dengan fadilahnya, Allah subhanahu berfirman:

 

اِنَّاۤ اَنۡزَلۡنٰهُ فِىۡ لَيۡلَةِ الۡقَدۡرِ

وَمَاۤ اَدۡرٰٮكَ مَا لَيۡلَةُ الۡقَدۡرِؕ لَيۡلَةُ الۡقَدۡرِ  ۙ خَيۡرٌ مِّنۡ اَلۡفِ شَهۡرٍؕ.

تَنَزَّلُ الۡمَلٰٓٮِٕكَةُ وَالرُّوۡحُ فِيۡهَا بِاِذۡنِ رَبِّهِمۡ‌ۚ مِّنۡ كُلِّ اَمۡرٍ.

سَلٰمٌ هِىَ حَتّٰى مَطۡلَعِ الۡفَجۡرِ

 

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam qadar. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Rµh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar. (QS. Al-Qadar: 1-5)

 

Anjuran meraih Lailatul Qadar, Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda:

 

كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

 

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika memasuki 10 Ramadhan terakhir, beliau kencangkan ikat pinggang (bersungguh-sungguh dalam ibadah), menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan istri-istrinya untuk beribadah.” (HR. Al-Bukhari-Muslim dari Ibunda Aisyah R. Ha)

 

Di antara upaya yang dilakukan untuk mendapatkan Lailatul Qadar selain puasa tarawih tilawah Al-Qur’an, juga itikaf. itikaf memiliki pahala yang sangat besar, namun membantu menyelesaikan saudaranya yang kesusahan jauh lebih besar pahalanya daripada itikaf.

 

Suatu hari Ibnu Abbas RA sedang itikaf di Masjid Rasulullah SAW. Kemudian masuk seorang laki-laki dan menghampirinya. Ibnu Abbas bertanya, ”Hai Fulan, aku melihat kamu murung sekali. Apa yang terjadi padamu?”

 

Orang itu menjawab, ”Benar, wahai putra paman Rasulullah. Saya mempunyai kewajiban kepada seseorang yang harus saya penuhi (mungkin utang), tetapi demi Allah, saya belum sanggup memenuhinya.”

 

Ibnu Abbas menawarkan pertolongan, ”Bolehkah saya menemui orang yang dimaksud untuk menyelesaikan urusanmu dengannya?”

 

Dia menjawab, ”Silakan jika Anda berkenan. Tetapi, apakah karena ingin menolong saya lantas Anda hendak meninggalkan itikaf?”

 

Ketika itu Ibnu Abbas berlinang air mata, lalu berkata, ”Masih terngiang di telingaku, penghuni kubur ini (yakni Rasulullah yang dimakamkan di sisi Masjid Nabawi) bersabda, ‘Barangsiapa berjalan memenuhi keperluan saudaranya dan menyampaikan keinginannya, maka itu lebih besar (pahalanya) daripada itikaf di masjid selama 10 tahun, sedangkan orang yang itikaf satu hari untuk mencari keridhaan Allah, maka Allah akan jadikan penghalang antara ia dan neraka tiga parit yang jauhnya lebih dari dua ufuk Timur dan Barat’.” (HR Al Baihaqi).

 

Merugi orang yang tenggelam ke dalam dunia dan kesibukannya lantas menjauh kepada luasnya rahmat Allah dan menjauh dari atmosfer ritual bisa dipastikan ia tidak mendapatkan Lailatul Qadar melainkan lailatul keder. Keder dalam menghadapi hidup dan kehidupan dengan penuh kecemasan, ketakutan dan keadaan tidak menentu karena tidak bersandar kepada Allah subhanahu wata’ala Yang Maha memberi ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan.

 

*Faedah:*

 

*Satu,* Lailatul Qadar merupakan malam yang lebih baik dari 1000 Bulan.

 

*Dua,* mukmin sejati senantiasa merasa kehilangan dengan berakhirnya Ramadhan. Dengan demikian menyempatkan waktunya di 10 terakhir Ramadhan untuk beritikaf.

 

*Tiga,* itikaf memiliki pahala yang sangat besar, namun membantu menyelesaikan saudaranya yang kesusahan jauh lebih besar pahalanya daripada itikaf.

 

*Empat,* itikaf bisa memiliki pengertian menjaga jarak dari dunia dan kesibukannya kemudian merapat kepada lautan kasih sayang Allah dan tengggelam dalam atmosfer spiritual malaikat.

 

*Lima,* Pada Lailatul Qadar Allah menentukan segala urusan. Beruntunglah seorang muslim yang menghabiskan malamnya dengan ibadah dan kebaikan.

 

*Enam,* merugi orang yang tenggelam ke dalam dunia dan kesibukannya lantas menjauh kepada luasnya rahmat Allah dan menjauh dari atmosfer ritual bisa dipastikan ia tidak mendapatkan Lailatul Qadar melainkan lailatul keder.

 

*Tujuh,* Keder dalam menghadapi hidup dan kehidupan dengan penuh kecemasan, ketakutan dan keadaan tidak menentu karena tidak bersandar kepada Allah subhanahu wata’ala Yang Maha memberi ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan.

 

Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat.

 

*(Penulis adalah Khadim Korp Da’i An-Nashihah dan Pelajar Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)*

 

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *