Oleh: Hayat Abdul Latief

 

Imam an-Nawawi dalam al-Adzkar an-Nawawiyyah juga mendefinisikan:

 

واعلم أن التعزية هي التصبير، وذكر ما يسلّي صاحب الميت، ويخفّف حزنه، ويهوّن مصيبته، وهي مستحبة، فإنها مشتملة على الأمر بالمعروف، والنهي عن المنكر، وهي داخلة أيضاً في قول الله تعالى: (وَتَعاونُوا على البِرّ والتَّقْوَى)، وهذا أحسن ما يُستدلّ به في التعزية.

 

Artinya: “Ketahuilah, takziah hakikatnya adalah tashabbur (mengajak sabar), menyampaikan hal-hal yang dapat menghibur keluarga orang meninggal, meringankan kesedihannya, dan memudahkan urusan musibahnya. Hukum takziah sendiri adalah sunnah. Ia mercakup urusan amar makruf dan nahi. Ia juga termasuk ke dalam firman Allah, Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, (QS. Al-Maidah [al-Maidah [5]: 2). Ayat ini merupakan dalil paling kuat dalam urusan takziah” (Lihat: Imam an-Nawawi, al-Adzkar ab-Nawawiyyah, Daru Ihya Ihya, hal. 121).

 

*Kisah 1*

 

Pada tahun ke-7 Hijriyah, kedua suami istri itu (Ja’far bin Abu Thalib) meninggalkan Habasyah dan hijrah ke Yatsrib (Madinah). Kebetulan Rasulullah SAW baru saja pulang dari Khaibar. Beliau sangat gembira bertemu dengan Ja’far sehingga karena kegembiraannya beliau berkata, “Aku tidak tahu mana yang menyebabkan aku gembira, apakah karena kemenangan di Khaibar atau karena kedatangan Ja’far?”

 

Belum begitu lama Ja’far tinggal di Madinah, pada awal tahun ke-8 Hijriyah, Rasululalh SAW menyiapkan pasukan tentara untuk memerangi tentara Romawi di Muktah. Beliau mengangkat Zaid bin Haritsah menjadi komandan pasukan.

 

Rasulullah berpesan, “Jika Zaid tewas atau cidera, komandan digantikan Ja’far bin Abi Thalib. Seandainya Ja’far tewas atau cidera pula, dia digantikan Abdullah bin Rawahah. Dan apabila Abdullah bin Rawahah cidera atau gugur pula, hendaklah kaum muslmin memilih pemimpin/komandan di antara mereka.”

 

Setelah pasukan sampai di Muktah, yaitu sebuah kota dekat Syam dalam wilayah Yordania, mereka mendapati tentara Romawi telah siap menyambut dengan kekuatan 100.000 pasukan inti yang terlatih, berpengalaman, dan membawa persenjataan lengkap. Pasukan mereka juga terdiri dari 100.000 milisi Nasrani Arab dari kabilah-kabilah Lakham, Judzam, Qudha’ah, dan lain-lain. Sementara, tentara kaum Muslimin yang dipimpin Zaid bin Haritsah hanya berkekuatan 3.000 tentara.

 

Begitu kedua pasukan yang tidak seimbang itu berhadap-hadapanan, pertempuran segera berkobar dengan hebatnya. Zaid bin Haritsah gugur sebagai syahid ketika dia dan tentaranya sedang maju menyerbu ke tengah-tengah musuh.

 

Melihat Zaid jatuh, Ja’far segera melompat dari punggung kudanya, kemudian secepat kilat disambarnya bendera komando Rasulullah dari tangan Zaid, lalu diacungkan tinggi-tinggi sebagai tanda pimpinan kini beralih kepadanya. Dia maju ke tengah-tengah barisan musuh sambil mengibaskan pedang kiri dan kanan memukul rubuh setiap musuh yang mendekat kepadanya. Akhirnya musuh dapat mengepung dan mengeroyoknya.

 

Ja’far berputar-putar mengayunkan pedang di tengah-tengah musuh yang mengepungnya. Dia mengamuk menyerang musuh ke kanan dan kiri dengan hebat. Suatu ketika tangan kanannya terkena sabetan musuh sehingga buntung. Maka dipegangnya bendera komando dengan tangan kirinya.

 

Tangan kirinya putus pula terkena sabetan pedang musuh. Dia tidak gentar dan putus asa. Dipeluknya bendera komando ke dadanya dengan kedua lengan yang masih utuh. Namun tidak berapa lama kemudian, kedua lengannya tinggal sepertiga saja dibuntung musuh. Ja’far pun syahid menyusul Zaid.

 

Secepat kilat Abdullah bin Rawahah merebut bendera komando dari komando Ja’far bin Abu Thalib. Pimpinan kini berada di tangan Abdullah bin Rawahah, sehingga akhirnya dia gugur pula sebagai syahid, menyusul kedua sahabatnya yang telah syahid lebih dahulu.

 

*Ketika orang-orang yang dekat dan yang dicintai meninggal dunia dalam keadaan syahid, Rasulullah SAW duduk di masjid seraya berduka-cita. Beliau dikunjungi oleh para sahabat seraya berta’ziah menghiburnya.*

 

*Kisah 2*

 

Ada seorang shahabi yang tidak nampak di hadapan majlis, Rasulullah SAW menanyakan tentangnya, lantas ada yang melaporkan bahwa anak shahabi tersebut meninggal dunia. Beliau kemudian mengajak para shahabat bangkit dari tempat duduknya untuk berta’ziah.

 

Nabi Saw bersabda;

 

مَنْ عَزَّى مُصَابًا فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ

 

“Barangsiapa yang bertakziyah kepada orang yang tertimpa musibah, maka baginya pahala seperti pahala yang didapat orang tersebut.” (At-Tirmidzi dan Al-Baihaqi dari Abdullah bin Mas’ud)

 

Nabi Saw bersabda;

 

مَا مِنْ مُؤْمِنٍ يُعَزِّي أَخَاهُ بِمُصِيبَةٍ إِلاَّ كَسَاهُ اللَّهُ مِنْ حُلَل الْكَرَامَةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

 

“Tidaklah seorang Mukmin bertakziyah kepada saudaranya yang terkena musibah kecuali Allah akan memakaikan pakaian kemulian kepadanya di hari kiamat.” ( Ibnu Majah dan al-Baihaqi dari Amr bin Hazm)

 

*Ucapan Ta’ziyah yang terbaik:*

 

Nabi sallallahu alaihi wa sallam kepada putrinya yang wafat anak tercintanya dengan mengatakan:

 

إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ ، وَلَهُ مَا أَعْطَى ، وَكُلٌّ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمًّى ، فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ (رواه البخاري، رقم 1284، ومسلم، رقم 923)

 

“Sesungguhnya milik Allah apa yang diambil dan bagi-Nya apa yang diberikan. Segala sesuatu disisi-Nya ajal yang telah ditentukan. Maka bersabarlah dan berharap (pahala dari-Nya).” (HR. Bukhari, no. 1284 dan Muslim, no. 923)

 

Sebagian ulama menganjurkan membaca doa berikut ketika bertakziyah;

 

أَعْظَمَ اللهُ أَجْرَكَ وَأَحْسَنَ عَزَاكَ وَرَحِمَ مَيِّتَك

 

“Semoga Allah melipatkan pahalamu, memberimu pelipur lara yang baik dan semoga Dia memberikan rahmat kepada mayit.” Wallahu A’lam.

 

Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat.

 

*(Penulis adalah Khadim Korp Da’i An-Nashihah dan Pelajar Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)*

 

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *