Nuzulul Qur’an: Sudahkah Al-Qur’an Turun Ke Hati?

Oleh: Hayat Abdul Latief

zawiyahjakarta.or.id – Kita tahu Al-Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan sesuai dengan ayat berikut:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran ” (QS. Al Baqarah: 185).

Dalam bulan Ramadhan ada malam yang penuh berkah, karena Al-Qur’an diturunkan pada saat tersebut,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ

“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi” (QS. Ad Dukhon: 3).

Malam penuh berkah itu menurut para mufassir adalah Qadar sesuai dengan ayat berikut:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadr: 1).

Berkaitan dengan hal tersebut, Ibnu ‘Abbas berkata:

أنزل الله القرآن جملة واحدة من اللوح المحفوظ إلى بيت العِزّة من السماء الدنيا، ثم نزل مفصلا بحسب الوقائع في ثلاث وعشرين سنة على رسول الله صلى الله عليه وسلم

“Al Qur’an secara keseluruhan diturunkan dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah di langit dunia. Lalu diturunkan berangsur-angsur kepada Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam- sesuai dengan peristiwa-peristiwa dalam jangka waktu 23 tahun.” (HR. Thobari, An Nasai, Al Hakim status hadis dinilai shahih)

Baca juga : derajat seseorang karena amalnya bukan karena nasabnya

Kapan Al-Qur’an pertama kali turun? Berkaitan dengan ini ada dua pendapat utama, di samping pendapat lainya:

1. Al Qur’an pertama kali turun dari lauh Mahfudz ke langit dunia bertepatan dengan perang Badar yaitu hari Jumat tanggal 17 Ramadhan tahun 1 Kenabian ketika Rasulullah berumur 40 tahun di Jabal Nur gua Hiro.

وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّمَا غَنِمْتُم مِّن شَىْءٍ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُۥ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ إِن كُنتُمْ ءَامَنتُم بِٱللَّهِ و مَآ أَنزَلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا يَوْمَ ٱلْفُرْقَانِ يَوْمَ ٱلْتَقَى ٱلْجَمْعَانِ ۗ وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ

“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Anfal: 41)

2. Pada tanggal 24 Ramadhan. Pendapat yang menyebutkan bahwa Nuzulul Quran terjadi pada tanggal 24 Ramadhan ini didasarkan pada pendapat Imam Ahmad bin Hanbal dari Al-Wasilah yang menyebutkan tanggal-tanggal diturunkannya kitab-kitab suci, mulai dari suhuf Ibrahim, Injil, Taurat, hingga Al-Quran.

قال الإمام أحمد بن حنبل، رحمه الله: حدثنا أبو سعيد مولى بني هاشم، حدثنا عمران أبو العوام، عن قتادة، عن أبي المليح، عن واثلة -يعني ابن الأسقع-أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: “أنزلت صحف إبراهيم في أول ليلة من رمضان. وأنزلت التوراة لست مضين من رمضان، والإنجيل لثلاث عشرة خلت من رمضان وأنزل الله القرآن لأربع وعشرين خلت من رمضان”

“Imam Ahmad bin Hanbal rahimhullah berkata: telah menceritakan kepada kami Abu Said Maula (mantan budak) Bani Hasyim, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Imran Abu al-Awam, dari Qatadah, dari Abu Malih, dari Wasilah, yaitu Ibn al-Asqaʽ sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: Suhuf Ibrahim diturunkan pada awal malam bulan Ramadhan, Taurat diturunkan pada tanggal enam Ramadhan, Injil diturunkan pada tanggal 23 Ramadhan, dan Al-Quran diturunkan pada tanggal 24 Ramadhan,” (Lihat Ibnu Katsir, Tafsīrul Quranil Adhim, [Beirut, Darul Fikr: 1994 M], juz I, halaman 268).

3. Ada berbagai pendapat lain tentang tanggal Nuzulul Quran. Meskipun berbeda pada tanggal tentang Nuzulul Quran namun Ada kesamaan di antara keduanya yaitu sama-sama berpendapat bahwa Al-Qur’an diturunkan pada Bulan Ramadhan.

Kita tidak boleh memperdebatkan tanggal turunnya Al-Qur’an. Yang pantas kita tanyakan: Apakah Al-Qur’an turun ke dalam hati kita?

Nasehat sang ayah kepada Muhammad Iqbal: “Bacalah Al-Qur’an seolah-olah ia turun kepadamu.”

‘Allamah Muhammad Iqbal pernah berkisah tentang dirinya, ayahnya dan Al-Qur’an. “Saya biasa membaca Al-Qur’an selepas shalat subuh. Dan ayah, selalu mengawasi,” tuturnya.

Tidak saja mengawasi, sang ayah juga bertanya. “Apa yang kamu lakukan?” tanya sang ayah. Padahal jelas-jelas sang ayah melihat anaknya sedang mengaji.

“Aku menjawabnya, sedang membaca Al-Qur’an,” kenang Muhammad Iqbal. Pertanyaan itu diulang-ulang oleh sang ayah setiap pagi, selepas subuh, selama tiga tahun penuh. Jawaban yang diberikan juga sama, setiap pagi, selepas subuh, setahun penuh, Muhammad Iqbal menjawab sedang mengaji Al-Qur’an.

Lalu, suatu hari Muhammad Iqbal memberanikan diri bertanya kepada sang ayah. “Mengapa ayah selalu menanyakan pertanyaan yang sama, padahal jawaban saya juga selalu sama?”

“Nak, bacalah Al-Qur’an itu seolah-olah diturunkan langsung kepadamu.” Dan sejak saat itu, Muhammad Iqbal mengetahui apa pesan di balik pertanyaan ayahnya. Sejak saat itu pula, Muhammad Iqbal senantiasa membangun atmosfir di dalam dirinya, seolah-olah Al-Qur’an itu turun langsung untuknya. Muhammad Iqbal tidak saja membaca, tapi juga mencoba mengerti. Tidak saja mampu mengerti, tapi juga memahami. Tidak sebatas memahami, tapi juga mengejawantah. Tidak saja mengejawantah, tapi juga mencoba untuk menyampaikan kembali isi Al-Qur’an seperti yang dipahaminya. Penjelasan ini seperti yang disampaikan oleh ustadz Herry Nurdi. Wallahu a’lam.

Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat.

(Penulis adalah Khadim Korp Da’i An-Nashihah dan Pelajar Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *