Oleh: Hayat Abdul Latief

 

Anak merupakan anugerah Allah subhanahu wata’ala kepada orang tua. Sebuah rumah tangga akan indah kalau ada anak di sisi mereka. Dan diantara tujuan pernikahan selain mendapatkan sakinah mawadah warohmah juga agar mendapatkan keturunan sebagai generasi penerus perjuangan orang tua.

 

*Kedudukan Anak di dalam Islam sebagai berikut:*

 

*Pertama,* sebagai ujian

 

…. وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْر عَظِيمٌ

 

“…..Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”. (QS. Al-Anfal [8]: 27-28)

 

*Kedua,* sebagai perhiasan hidup dunia.

 

الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا

 

Artinya : Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan. (QS. Al Kahfi [18]: 46)

 

*Ketiga,* sebagai penyenang hati. Hal ini Allah jelaskan dalam surat Al Furqon ayat 74:

 

وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

 

“Dan orang orang yang berkata: “Ya Rabb kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa” (QS. Al Furqon: 74).

 

*Keempat,* sebagai Amanah. Allah SWT berfirman:

 

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارً۬ا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡہَا مَلَـٰٓٮِٕكَةٌ غِلَاظٌ۬ شِدَادٌ۬ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ (٦)

 

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras; mereka tidak mendurhakai Allah atas apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim [66]:6).

 

*Kelima,* sebagai teman berjuang.

 

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

 

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim membangun dasar-dasar Baitullah bersama anaknya yang bernama Ismail (seraya berdoa): “Ya Rabb kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.” (QS. Al-Baqarah[2]: 127)

 

Nabi Ibrahim Alaihissalam berkata, “Wahai Ismail! Sesungguhnya Allâh memerintahkan suatu kepadaku.” Ismail berkata, “Lakukanlah apa yang dititahkan Rabbmu kepadamu!” Nabi Ibrahim berkata, “Engkau mau membantuku?” Ismail menjawab, “Aku akan membantumu.” Nabi Ibrahim berkata, “Sesungguhnya Allâh memerintahkanku agar aku membangun Rumah-Nya di sini – beliau menunjuk ke tanah yang menonjol tinggi dibanding tanah sekitarnya-.” Ketika itulah mereka berdua meninggikan pondasi-pondasi dari Baitullah Rumah Allâh. Ismail yang membawa batu, sedangkan Nabi Ibrahim yang membangun dan memasangnya. Hingga ketika bangunan tersebut sudah tinggi (dan tangan Nabi Ibrahim sudah tidak sampai), Ismail pun datang membawakan batu ini (yang ada di maqam Nabi Ibrahim) dan Ismail meletakkannya untuk Nabi Ibrahim. Dan Nabi Ibrahim pun berdiri di atas batu tersebut, dan Nabi Ibrahim membangun sedangkan Ismail mengambilkan batu. Dan mereka berdua berdoa:

 

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

 

“Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

 

*Keenam,* sebagai amal yang mengalir. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

 

“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

 

*Ketujuh,* sebagai musuh

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوًّا لَكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ وَإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ الَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

 

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. At Taghabun [64]: 14)

 

Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat

 

*(Penulis adalah Direktur Korp Da’i An-Nashihah dan Mahasiswa S2 Zawiyah Jakarta)*

 

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *