Oleh Hayat Abdul Latief

 

Ketika saya berterus terang dihadapan Habib Ali bin Yahya (Jakarta) bahwa saya ingin banyak menimba ilmu dari beliau, dengan tawadhu beliau mengatakan, “Ada kemungkinan juga beliau mendapat manfaat dari pertemuan ini dari saya”, yang beliau istilahkan dengan ifadah dan istifadah.

 

*Istifadah*

 

Seseorang bisa belajar, mengambil hikmah dan terinspirasi oleh siapapun dan bisa berguru kepada siapapun. Sumber ilmu, hikmah dan inspirasi yang asal adalah Allah subhanahu wa ta’ala, yang memposisikan Diri-Nya sebagai guru yang mengajarkan kepada manusia.

 

*Allah subhanahu wata’ala: Sang Maha Guru*

 

Di dalam Al-Qur’an, disebutkan Allah subhanahu wata’ala sebagai Sang Maha Guru. Firman-Nya:

 

اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُۙ

الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِۙ

عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْۗ

 

“Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia, Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Al-‘Alaq: 3-5)

 

Dari ayat-ayat di atas, kita mengetahui bahwa Allah subhanahu wa ta’ala mengajarkan manusia lewat baca-tulis (ilmu pengetahuan) yang di yang dilandasi oleh nilai ketuhanan. Ilmu pengetahuan yang berdasarkan keimanan. Bukan ilmu yang sekuler yang terlepas dari agama atau bukan dikotomi antara sains dan agama.

 

Albert Einstein, pernah mengatakan “ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu lumpuh” Ada dua titik tolak disini. Pertama, tentang pentingnya agama untuk mewarnai ilmu pengetahuan dan yang kedua, perlunya ilmu dalam pengamalan agama.

 

*Berguru kepada Para Utusan Allah (Para Nabi dan Rasul-Rasul Allah)*

 

Tidak dipungkiri bahwa nabi-nabi dan rasul-rasul yang Allah utus, yang berjumlah 124.000 adalah bertugas sebagai guru yang membimbing umat di zamannya. Setelah mereka tidak ada atau keberadaan kita tidak zaman dengan mereka kita masih bisa tetap belajar dari mereka melalui ajaran, dakwah dan teladan sikap hidupnya.

 

*Berguru kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam*

 

Rosululloh memposisikan dirinya sebagai guru, sabdanya:

 

إنما بعثت معلما

 

“Sesungguhnya aku diutus sebagai pendidik dan pengajar ( HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)”.

 

Salah satu tugas yang diemban oleh Rasulullah SAW. adalah menjadi pendidik dan pengajar bagi umat ini. Sikap inilah yang harus diwarisi oleh seluruh umat manusia. Merupakan kewajiban kita untuk menjadi pengajar dan pendidik di dalam keluarga, masyarakat ataupun bangsa. Mendidik anak dan keluarga agar dapat menjaga mereka dari kemungkaran. Dari singkong kita berguru kepada Rasulullah melalui Shurah-Sirah-Sarirahnya (karakter, perjalanan hidup dan misinya yang mulia) Yang terekam dalam kutubus sittah, kutubus sab’ah, kutubut tis’ah dan seterusnya.

 

*Berguru kepada Generasi Terbaik: Shahabat, Tab’iin dan Tabi’it Tabi’in*

 

Allah subhanahu wata’ala dan Rasulullah bersabda menguji mereka. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

 

وَالسّٰبِقُوْنَ الْاَوَّلُوْنَ مِنَ الْمُهٰجِرِيْنَ وَالْاَنْصَارِ وَالَّذِيْنَ اتَّبَعُوْهُمْ بِاِحْسَانٍۙ رَّضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ وَاَعَدَّ لَهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ تَحْتَهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًا ۗذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ

 

“Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” (QS. At-Taubah:100)

 

Dan Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda:

 

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ

 

“Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 3651, dan Muslim, no. 2533)

 

Belajar dari mereka melalui perjuangan membela agama, kejernihan hati, kata-kata hikmah dan karanganya yang masih bisa kita baca sampai saat ini.

 

*Berguru kepada Ulama yang Telah Meninggalkan Dunia*

 

Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah bahwa ulama adalah pewaris para nabi, maka posisi ulama merupakan pelita umat yang akan terus menerangi ketika hidup maupun wafatnya. Sebagai contoh, kita tidak pernah berjumpa dengan para imam mujtahidin (Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Asy-Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal – Semoga Allah subhanahu wata’ala merahmati mereka), Imam-imam Muhadditsin (para perawi hadits) Imam Ghazali dan seterusnya, namun kita bisa berguru kepada mereka melalui karya-karya mereka yang menakjubkan.

 

*Berguru kepada Ulama Masih Hidup*

 

Kita sering mendengar sebuah nasehat, kalau kita ingin hidup selamat, maka jangan jauh-jauh dari ulama. Kita bisa menghadiri kajiannya nya, mendengar nasehatnya atau mendengarkan video ceramahnya dan tidak lupa mengambil serta menyeleksi perkataan yang terbaik dari mereka. Allah subhanahu wata’ala memberikan tuntunan dengan Firman-nya;

 

فَبَشِّرْ عِبَادِۙ. الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ اَحْسَنَهٗ ۗ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ هَدٰىهُمُ اللّٰهُ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمْ اُولُوا الْاَلْبَابِ

 

“…..sebab itu sampaikanlah kabar gembira itu kepada hamba-hamba-Ku, (yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat.” (QS. Az-Zumar: 17-18)

 

Bagus sekali apa yang ditulis Ibnu Alawi dalam Diwan Al-Ashr Al-Utsmani,

 

خذ ما صفا ودع الكدر

وكل أمورك للقدر

مهما غلبت كما مر

هادي الورى خير البشر

 

“Ambillah yang jernih dan tinggalkanlah yang kotor. Setiap urusanmu dibatasi takdir. Tidak peduli berapa banyak Anda telah dikalahkan. (Di sana) ada (Nabi Muhammad) pemberi petunjuk alam lagi manusia terbaik.”

 

*Ifadah*

 

Setelah seseorang memiliki ilmu, hikmah, pengalaman hidup dan adab, jadilah dia seorang yang memberikan manfaat dan menginspirasi orang lain. Boleh jadi, menjadi guru formal atau perilakunya pantas disebut sebagai guru. Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam sendiri memuji orang yang mengajarkan kebaikan. Sabdanya:

 

إِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ حَتَّى النَّمْلَةَ فِى جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ

 

“Sesungguhnya Allah, para malaikat-Nya dan penghuni bumi dan langit sampai semut yang berada di lubangnya dan bahkan sampai ikan benar-benar bershalwat atas pengajar manusia (dalam) kebaikan” ( H.R Tirmidzi No. 2685 dari Abu Umamah Al-Bahili radiallahu ’anhu)

 

Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat.

 

*(Khadim Korp Da’i An-Nashihah dan Pelajar Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)*

 

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *