Oleh: Hayat Abdul Latief
Ibadah haji merupakan rukun iman kelima dan menjadi wajib bagi yang mampu menjalankannya. Allah SWT berfirman;
وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali Imron: 97)
Kaum muslimin wajib menjalankan ibadah haji apabila mampu dari segi kesehatan, harta, kendaraan dan keamanan. Orang yang mampu berhaji hendaklah menyegerakan untuk mengerjakannya. Rasulullah SAW bersabda;
تَعَجَّلُوا إِلَى الْحَجِّ – يَعْنِي : الْفَرِيضَةَ – فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لاَ يَدْرِي مَا يَعْرِضُ لَهُ
“Bersegeralah kalian berhaji-yaitu haji yang wajib-karena salah seorang diantara kalian tidak tahu apa yang akan menimpanya.” (HR. Ahmad)
Beliau juga bersabda;
مَنْ أَرَادَ الْحَجَّ فَلْيَتَعَجَّلْ فَإِنَّهُ قَدْ يَمْرَضُ الْمَرِيضُ وَتَضِلُّ الضَّالَّةُ وَتَعْرِضُ الْحَاجَةُ
“Barangsiapa yang ingin pergi haji maka hendaklah ia bersegera, karena sesungguhnya kadang datang penyakit, atau kadang hilang hewan tunggangan atau terkadang ada keperluan lain (mendesak).” (HR. Ibnu Majah)
Haji menunjukkan ketaatan total kepada Allah Pencipta dan Pengasuh alam semesta. Haji juga menunjukkan peningkatan kepercayaan dan menjunjung tinggi perdamaian, dan kesetaraan dan keharmonisan antar umat manusia. Hendaklah seorang Muslim yang telah memiliki kemampuan berhaji untuk menunaikannya.
Mampu secara finansial dalam konteks keindonesiaan, ada dua opsi:
1. Mampu membayar secara cash baik ibadah haji plus ataupun reguler.
2. Opsi yang kedua mampu membayar cara berangsur atau kredit. Kalau mampu membayar rumah atau mobil secara berangsur, seharusnya mampu pula membayar ongkos haji secara berangsur.
Ada 3 kemungkinan orang Islam tidak menunaikan ibadah haji:
1. Tidak mampu, tidak ada celaan baginya. Kecuali ada orang yang mentraktir hajinya atau haji Kosasi (Ongkos dikasih).
2. Mampu tapi udzur seperti sakit kritis dan kronis, wajib membadalkan hajinya kepada keluarga atau orang lain.
3. Mampu dan tidak udzur. Inilah orang yang mendapatkan celaan dan ancaman dari:
a. Allah SWT dalam Al-Qur’an;
وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ
“….Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.” (QS. Ali Imran: 97)
b. Allah SWT dalam Hadits Qudsi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, sesungguhnya Allah Azaa wa jalla berfirman;
إِنَّ عَبْدًا أَصْحَحْتُ لَهُ جِسْمَهُ ، وَأَوْسَعْتُ عَلَيْهِ فِي الْمَعِيشَةِ تَمْضِي عَلَيْهِ خَمْسَةُ أَعْوَامٍ لاَ يَفِدُ إِلَيَّ لَمَحْرُومٌ
“Sesungguhnya seorang hamba telah Aku sehatkan badannya, Aku luaskan rezekinya, tetapi berlalu dari lima tahun dan dia tidak menghadiri undangan-Ku (maksudnya, naik haji), maka sungguh dia orang yang benar-benar terhalangi (dari kebaikan).” (HR. Ibnu Hibban)
c. Rasulullah SAW dalam Hadits Nabawi. Rasulullah SAW bersabda;
مَنْ لَمْ تَحْبِسْهُ حَاجَةٌ ظَاهِرَةٌ أَوْمَرَضٌ حَابِسٌ أَوْسُلْطَانٌ جَائِرٌ وَلَمْ يَحُجَّ فَلْيَمُتْ اِنْ شَاءَ يَهُوْدِيًّاوَاِنْ شَاءَ نَصْرَانِيًّا
“Barangsiapa tidak menghalanginya hajat yang nyata atau sakit yang bisa mencegah atau karena pemimpin yang zalim lalu ia tidak berhaji maka silakan ia mati dalam keadaan Yahudi atau jika Nasrani.” (HR Baihaqi)
d. Umar bin Khattab radhiallahu’anhu berkata;
لقد هممت أن أبعث رجالاً إلى هذه الأمصار فينظروا كل من له جدة ولم يحج، فيضربوا عليهم الجزية، ما هم بمسلمين، ما هم بمسلمين
“Sesungguhnya saya berkeinginan bisa mengutus sekelompok orang ke daerah-daerah. Mereka mencari orang yang punya kemampuan tetapi tidak pergi haji, menjatuhkan jizyah (upeti) kepada mereka. Mereka (Yang semacam ini) bukanlah muslim, mereka bukanlah muslim.” (HR. Said bin Mashur, dishahihkan (jalurnya) oleh Ibnu Hajar dalam Talkhis Kabir, secara mauquf)
Seorang muslim sesuai dengan artinya, yaitu orang yang tunduk dan pasrah terhadap kehendak dan perintah Allah SWT semestinya mendengarkan dan taat terhadap perintah-Nya. Allah SWT tidak gila hormat dan tidak membutuhkan ibadah kita. Kebaikan yang kita kerjakan manfaatnya untuk kita sendiri. Sifat kikir yang kita miliki keburukannya untuk kita sendiri. Wallahu a’lam.
Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat!
(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Pelajar Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)

