Oleh: Hayat Abdul Latief
Mencintai Nabi Muhammad SAW hukumnya wajib atas setiap mukallaf. Allah ta’ala berfirman;
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ (آل عمران: ٣١)
“Katakanlah (wahai Muhammad), “Jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ali ‘Imran: 31).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ)
“Tidak sempurna iman salah seorang di antara kalian hingga aku lebih ia cintai dari ayahnya, anaknya dan manusia seluruhnya” (HR Al-Bukhari)
Orang yang sungguh-sungguh mencintai Nabi Muhammad SAW akan tampak pada dirinya tanda-tanda kecintaan itu. Di antaranya: Meneladani Nabi, mengamalkan sunnah Nabi, mengagungkan Nabi, memuliakan Nabi, mencintai orang-orang yang dicintai oleh Nabi di antara keluarga dan para sahabatnya, banyak bershalawat kepada Nabi, sering menyebut-nyebut Nabi dan selalu rindu untuk bertemu dengan Nabi.
Kita tidak meragukan cinta para sahabat kepada Rasulullah, demikian juga para tabiin dan tabiut tabiin. Namun jangan heran umat akhir zaman sangat mencintai beliau. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
مِنْ أَشَدِّ أُمَّتِيْ لِيْ حُبًّا نَاسٌ يَكُوْنُوْنَ بَعْدِيْ يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ رَآنِيْ بِأَهْلِهِ وَمَالِهِ (رَوَاهُ مُسْلِمٌ)
“Di antara umatku yang paling mencintaiku adalah sekelompok orang yang muncul setelahku, masing-masing dari mereka menginginkan untuk melihatku meskipun dengan mengorbankan keluarga dan harta bendanya.” (HR Muslim)
Ada orientasi-orientasi besar yang perlu kita renungkan tentang pentingnya mencintai Rasulullah SAW. Pertama, bahwa mematuhi perintah Nabi Muhammad SAW sama halnya dengan mematuhi perintah Allah SWT. Berkenaan dengan ini, Allah SWT berfirman:
مَنْ يُّطِعِ الرَّسُوْلَ فَقَدْ اَطَاعَ اللّٰهَ ۚ
“Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya dia telah menaati Allah.” (QS an-Nisa: 80)
Kedua, selalu menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai prioritas dalam segala hal, termasuk di dalamnya kepentingan hidup di dunia dan di akhirat. Allah SWT berfirman:
اَلنَّبِيُّ اَوْلٰى بِالْمُؤْمِنِيْنَ مِنْ اَنْفُسِهِمْ
“Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan dengan diri mereka sendiri.” (QS al-Ahzab: 6)
Ketiga, bahwa Nabi Muhammad SAW merupakan satu-satunya orang yang harus sangat dicintai oleh setiap mukmin melebihi cinta kepada siapa pun.
Tsauban adalah seorang sahabat yang sangat mencintai Nabi dan seorang yang tidak kuat berlama-lamaan tidak bertemu dengan Nabi. Ketika diceritakan tentang akhirat, ia sangat khawatir tidak dapat bersama Rasulullah di surga, karena tentulah Nabi akan bersama-sama dengan para nabi yang lain. Tsauban pun khawatir dan cemas jika tidak bisa bertemu dengan Nabi Muhammad SAW lagi, terlebih ketika Nabi Muhammad SAW wafat.
Berkenaan dengan Tsauban, Allah SWT berfirman;
وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ فَاُولٰۤىِٕكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ مِّنَ النَّبِيّٖنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاۤءِ وَالصّٰلِحِيْنَ ۚ وَحَسُنَ اُولٰۤىِٕكَ رَفِيْقًا
“Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS An-Nisa: 69)
Ayat tersebut memang awalnya secara khusus untuk Tsauban, namun juga untuk semua umat Nabi Muhammad SAW. Dalam konteks pemahaman terhadap makna ayat, terdapat satu kaidah yang sangat masyhur yaitu.
العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب
“Patokan dalam memahmi makna ayat adalah lafadznya yang bersifat umum, bukan kekhususan sebabnya.”
Simak hadits berikut;
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال: جاء رجل إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال: يا رسول الله، كَيفَ تَقُولُ فِي رَجُلٍ أحَبَّ قَومًا ولم يَلحَق بِهم؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : المَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ
“Dari Abdullah bin Mas’ud RA, ia berkata, “Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu mengenai seseorang yang mencintai suatu kaum, padahal dia belum pernah bertemu dengan mereka?” Rasulullah SAW menjawab, “Seseorang itu bersama orang yang dicintainya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Menurut Mbah KH. M Hasyim Asy’ari dalam kitab An-Nurul Mubin ciri-ciri mencintai Rasulullah sebagai berikut:
1. Menampakkan kecintaannya dengan sungguh-sungguh.
2. Meneladani, mengikuti ucapan, perbuatan dan patuh akan perintahnya dan menjauhi larangannya, serta berakhlak seperti akhlak Nabi dalam keadaan apapun.
3. Sering menyebut nama Nabi Muhammad (dengan bershalawat)
4. Sangat merindukan ingin berjumpa Nabi Muhammad.
5. Memuji dan memuliakan nama Nabi Muhammad tatkala disebut dengan disertai penghormatan mendalam.
6. Mencintai orang yang mencintai Nabi, para sahabat dan mereka yang merupakan keturunan Nabi Muhammad.
7. Membenci orang yang benci kepada Allah dan Rasul-Nya.
8. Mencintai al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan berakhlaq al-Quran.
9. Kasih sayang terhadap umat, mengharap kebaikan muncul dari mereka, memberikan kemaslahatan dan menjauhkan dari marabahaya. Wallahu a’lam.
Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat!
(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Alumni Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)

