Oleh: Hayat Abdul Latief
Ketika sekelompok masyarakat begitu terpesona, – mereka lebih suka mengikuti pemikiran filsafat dari Socrates, Hippocrates, Aristoteles dan lainnya ketimbang ajaran Islam – membuat mereka terkagum-kagum, padahal, mereka belum memahami betul pemikiran para filosof tersebut, Al-Ghazali menulis Tahafutul Falasifah (Kerancuan Para Filosof) – bermaksud menunjukkan kekeliruan para filsuf. Al-Ghazali tidak menolak filsafat secara total. Bagi Al-Ghazali, pemikiran para filosof ada juga yang tidak bertentangan dengan akidah.
Sekitar sembilan puluh tahun kemudian — sejak Imam Al-Ghazali menulis Tahafutul Falasifah — Ibnu Rusyd menulis Tahafutut Tahafut (Kerancuan dari Kitab Tahafut). Ibnu Rusyd mengkritik Al-Ghazali paragraf demi paragraf. Ibnu Rusyd bukan saja menolak pemikiran Al-Ghazali – tapi ia juga menolak pemikiran para filosof seperti Al-Farabi dan Ibnu Sina karena mereka telah menyimpang dari pemikiran Aristoteles.
Kalau membaca penutup dari tulisan masing-masing (Tahafutul Falasifah dan Tahafutut Tahafut), sebenarnya tidak pantas dikatakan perseteruan ilmiah yang lebih cocok adalah kompromi ilmiah dari keduanya. Karena yang diserang oleh Al-Ghazali adalah para filsuf yang menafikan peran Wahyu dalam pemikirannya. Sedangkan menurut Ibnu Rusyd ada perbedaan teoritis antara kedua pihak, pendapat yang mengatakan bahwa Allah mengetahui masalah yang global namun tidak mengetahui masalah parsial dan pendapat bahwa alam adalah qodim adalah bukan perkataan filsuf yang lurus.
Al-Ghazali merupakan sosok pemikir muslim yang mempunyai karakter pemikirannya sebagai golongan fiilsafat Islam di dunia Islam Timur. Sedangkan Ibnu Rusyd seorang pemikir muslim yang mempunyai basis pemikirannya filsafat Islam di dunia Islam Barat.
Al-Ghazali merespon dalam pemikirannya terfokuskan dalam kritik pemikiran para filosof, dikarenakan sosok Ibnu Rusyd condong pemikiran Filsafat Islam nya di dunia Islam Barat, ketika Al-Ghazali menghajar habis-habisan pemikiran filsuf barat bahkan masuk pada istilah mengkafirkan pemikiran filsuf barat, disitulah Ibnu Rusyd berdiri membela dan membantah pemikiran Al-Ghazali dengan pendekatan filsafat.
Dua kitab di atas, sebenarnya memperkaya khazanah keilmuan umat Islam karena dua tokoh tersebut sangat berpengaruh dalam dunia islam. Masing-masing memiliki kelebihan dan keunggulan di hati-hati umat Islam. Alhasil, baik Al-Ghazali maupun Ibn Rusyd memiliki posisi yang penting dalam sains. Al-Ghazali lebih seperti rem bagi optimisme berlebihan sains, sementara Rusyd mengambil posisi gas agar sains tak berhenti optimis. Ini pulalah yang mungkin ingin dinyatakan oleh kelompok ketiga dalam perdebatan itu, dangan memberi porsi yang tepat antara sains, agama, dan filsafat. Wallahu a’lam.
Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat!
(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Alumni Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)

