*Renungan Idul Adha*
disusun oleh : Dr. Hj. Badrah Uyuni, M.A

*Qurban sebagai Manajemen Rabbani: Jejak Cinta Allah sejak Qabil dan Habil hingga Para Dhuafa*

Idul Adha bukan semata momen penyembelihan hewan, tetapi momen penyucian jiwa dan pengelolaan hati. Ia adalah manajemen rabbani—tata kelola spiritual yang menjadikan cinta kepada Allah dan kasih kepada sesama sebagai pusat kehidupan. Qurban menjadi simbol ketaatan, kecintaan, dan pengorbanan sejati, yang jejaknya telah tertanam sejak awal peradaban manusia.

*Sejarah Qurban: Dari Qabil dan Habil*

Qurban pertama dalam sejarah manusia terjadi antara dua putra Nabi Adam: Qabil dan Habil. Mereka berdua diperintahkan untuk mempersembahkan qurban kepada Allah. Namun hanya qurban Habil yang diterima karena dilandasi keikhlasan dan ketakwaan.

Allah SWT berfirman:

> اِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآخَرِ
“Ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah satunya dan tidak diterima dari yang lain.”
(QS. Al-Ma’idah: 27)

Qurban Habil mencerminkan manajemen ruhani—pengelolaan hati yang bersih dan pasrah kepada Allah. Inilah ruh qurban: bukan pada apa yang dikurbankan, tetapi bagaimana niat dan ketulusan itu hadir.

*Qurban Nabi Ibrahim: Simbol Mahabbatullah*

Kisah Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail, menjadi tonggak utama semangat pengorbanan. Ketika cinta kepada anak diuji oleh cinta kepada Allah, Ibrahim menunjukkan bahwa cinta tertinggi adalah kepada Sang Pencipta.

> قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَىٰ
“Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu.”
(QS. Ash-Shaffat: 102)

Dan Ismail menjawab dengan penuh ketundukan:

> يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
“Wahai ayahku! Laksanakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah, engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
(QS. Ash-Shaffat: 102)

Inilah manajemen rabbani: ketika kehendak pribadi tunduk pada kehendak Ilahi, dan cinta duniawi luruh dalam cinta ketuhanan. Konsep manajemen rabbani menempatkan Allah sebagai pusat seluruh orientasi kehidupan. Dalam perspektif sufistik, hal ini disebut sebagai tawajjuh ilallah, yaitu menghadapkan seluruh potensi diri kepada Allah. Dan qurban menjadi latihan spiritual terindah untuk mengelola rasa memiliki, ego, dan keterikatan dunia, menuju cinta sejati kepada Sang Pencipta.

*Qurban sebagai Cinta Allah bagi Dhuafa*

Qurban tidak berhenti pada ibadah personal. Dalam dimensi sosial, ia adalah wujud cinta Allah kepada kaum dhuafa. Allah memerintahkan distribusi daging qurban kepada orang miskin dan membutuhkan, sehingga terciptalah keseimbangan dan kasih sayang di tengah masyarakat. Inilah manifestasi cinta Allah yang membumi melalui solidaritas sosial. Bagi kaum dhuafa, qurban adalah kabar cinta yang nyata, bukan sekadar simbolik.

> فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ
“Maka makanlah sebagiannya dan berikanlah kepada orang miskin yang sengsara.”
(QS. Al-Hajj: 28)

*Mengurbankan Nafsu untuk Mendekat pada Allah*

Qurban bukan hanya tentang penyembelihan hewan, tetapi penyembelihan ego (nafs), hawa, dan keterikatan dunia. Para sufi memandang qurban sebagai proses fana’, yaitu meleburkan diri dalam kehendak Allah.

> قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:
“لن ينال الله لحومها ولا دماؤها ولكن يناله التقوى منكم.”
“Daging-daging dan darah-darah (qurban) itu tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kalian.”
(HR. Ibn Majah)

لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ

Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang muhsin. (QS. Al-Hajj: 37)

*Menyentuh Hati dengan Cinta dan Amal*

Qurban adalah dakwah bil hal—menyentuh hati umat melalui tindakan kasih. Dakwah tidak lagi hanya melalui lisan, tetapi melalui cinta yang menggerakkan tangan memberi dan hati yang terbuka berbagi. Inilah spirit qurban yang harus dihidupkan oleh para da’i: menjadi perpanjangan cinta Allah di bumi. Sebagaimana kita pahami bahwa dakwah tidak cukup bersifat instruktif, tetapi transformatif—menggerakkan hati dan memperkuat ukhuwah insaniyah.

*Qurban sebagai Jalan Menuju Allah dan Sesama*

Qurban adalah cermin manajemen rabbani yang menyatukan cinta vertikal kepada Allah dan cinta horizontal kepada manusia. Ia mengajarkan bahwa hanya dengan mengurbankan yang kita cintai, kita bisa mencintai Allah secara utuh. Dan hanya dengan memberi kepada yang lemah, kita menjadi hamba yang kuat dalam iman dan kasih sayang. Karena qurban mengajarkan bahwa cinta kepada Allah tidak pernah terpisah dari cinta kepada sesama. Manajemen rabbani melalui qurban inilah merupakan strategi dakwah yang menyentuh dimensi terdalam manusia: qalb dan ruh. Dalam setiap tetes darah qurban, terdapat percikan cinta Ilahi yang membebaskan, menguatkan, dan mempersatukan manusia dalam satu misi: menjadi khalifah yang penuh cinta.

*Selamat Hari Raya Idul Adha.*
*Semoga setiap tetes darah qurban menjadi cahaya cinta dan setiap daging yang dibagi menjadi jembatan kasih di antara sesama.*

Badrah Uyuni

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *