Raudhah itu artinya “taman’ yang menggambarkan kesejukan dan kenikmatan. Raudhah yang dimaksud di sini tentu adalah area antara rumah dengan mimbar Nabi sebagaimana hadis shahih Riwayat Bukhari
ما بين بيتى و منبارى روضة من رياض الجنة و منبارى على حوضى
(antara rumahku dan mimbarku adalah raudhoh (yaitu) taman dari surga, dan mimbarku di atas kolam).
Status “taman surga” inilah yang memotivasi jamaah untuk berburu tempat di depan kiri Masjid Nabawi ini. Bila mendekati Raudhah, kita akan melihat juga areal terbuka dengan atap berupa payung putih yang dapat dilipat. Di situlah, jamaah wanita menunggu antrean untuk bisa bergantian memasuki Raudhah. Askar dan dibantu petugas Indonesia akan mengatur rombongan jamaah perempuan yang akan memasuki Raudhah.
Sebagian ulama menganjurkan untuk melakukan shalat wajib atau pun shalat sunnah di Roudhoh. Begitu pula mereka menganjurkan untuk i’tikaf dan membaca al Qur’an di tempat tersebut.
Jarak antara rumah Rasul dan mimbarnya sekitar 22 meter dan panjang ke belakang 15 meter. Luas keseluruhan sekitar 144 m2. Kini Raudhah ditandai dengan pilar-pilar warna putih dengan beragam ornamen khas.
Makam Rasul sendiri berwarna hijau keemasan dengan bentuk seperti jeruji bundar. Tapi kita tak bisa melongok ke dalamnya. Jangankan melongok ke dalam, baru memandang dari kejauhan saja, air mata telah bercucuran.
Di dalam Raudhah terdapat enam tiang bersejarah, yaitu:
*Tiang Utusan
yang digunakan Nabi dahulu sebagai tempat menerima utusan yang datang.
*Tiang Pengawal
tempat berdirinya para pengawal Nabi.
*Tiang Tempat Tidur
yang merupakan tempat Nabi tidur selama i’tikaf.
*Tiang Abu Lubabah
yaitu tiang tempat Abu Lubabah mengikatkan diri karena menyesal telah membocorkan rahasia kepada orang yahudi.
*Tiang Aisyah
yang diyakini ditunjuk Aisyah sebagai tempat Rosulullah mengimami shalat berjamaah.
*Tiang Mukholaqah
tempat bersandar Nabi ke batang pohon kurma saat khutbah jum’at.
Di samping itu di Raudhoh ada juga “Mihrab Nabi”. Adapun Rumah Nabi berdampingan dengan Masjid. Kini rumah ini menjadi makam Rasulullah SAW beserta dua shahabatnya Abubakar Shiddiq dan Umar Ibnul Khattab.
Karena areal yang terbatas itu, pengelola masjid mengatur waktu. Bagi jamaah perempuan, memasuki Raudah bisa dari pintu 29. Waktunya pukul 07.00-10.00 waktu setempat dan dibuka lagi selepas Dzuhur sekitar pukul 14.00-13.00. Di sini, jamaah dikelompokkan berdasar asal negara. Umumnya Indonesia disatukan dengan jamaah Melayu lainnya. Sedangkan jamaah Arab dikumpulkan dengan sesamanya agar tak terjadi tubrukan karena postur yang berbeda.
Bagi jamaah lelaki, tentu lebih leluasa karena bisa senantiasa masuk ke Raudhah. Namun semestinya bergantian karena jamaah lain juga ingin berziarah ke tempat itu. Bagi pria, pintu yang dianjurkan untuk memasuki Raudah dan makam Rasul adalah Pintu Jibril, berziarah ke Makam Rasul kemudian baru ke Raudhah.
Bagi penyandang cacat, tak perlu khawatir tak bisa memasuki Raudhah. Dari pintu 29 (untuk wanita), tersedia jalur khusus untuk kursi roda (arabiyat). Antrean kursi roda ini cukup panjang. Pintunya di paling kanan (di pagar pembatas antara jamaah pria dan wanita) dan akan dibuka setelah jamaah biasa masuk. Jalur kursi roda dibuat khusus. Ketika jamaah lain menunggu di bawah atap payung lipat, jamaah dengan kursi roda dibuatkan jalur khusus hingga kemudian memasuki Raudah dari arah kanan. Mereka juga di atur dengan satu ruang yang diberi pembatas tali untuk sekitar delapan kursi roda beserta pendorongnya. Pengelola Masjid Nabawi cukup memahami bahwa Raudhah tak hanya untuk mereka yang normal tapi yang memiliki keterbatasan pun ingin mendudukkan dirinya di Taman Surga dan melihat makam Rasul dari dekat.
Semangat jamaah untuk shalat dan berdo’a di Raudhoh memang hal yang bagus dan wajar, asal saja mereka tidak saling menyakiti. Areanya terbatas. Kunci keberhasilan ibadah dan kabulnya doa bukan semata ditentukan oleh tempat tertentu seperti Raudhah, akan tetapi di bagian manapun dari Masjid Nabawi kita beribadah, insya Allah menjadi tempat yang baik dan makbul do’a. Syaratnya kita beribadah atau berdoa dengan tatacara yang benar dan dengan kekhusyuan yang tinggi.
Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW
صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ
“Shalat di masjidku ini lebih utama dari 1000 shalat di masjid lainnya kecuali masjidil harom.” (HR. Muslim)
Dari berbagai sumber
Badrah Uyuni