PANDANGAN ISLAM TERHADAP PENGOBATAN ESTETIKA
Disusun oleh: SITI HAMDAH [Mahasantri MA’HAD ALI ZAWIYAH JAKARTA]
Dalam era modern, pengobatan estetika menjadi bagian dari gaya hidup yang populer. Prosedur seperti operasi plastik, botox, filler, dan skincare medis dilakukan untuk memperbaiki atau meningkatkan penampilan. Dalam konteks Islam, penting untuk mengetahui apakah tindakan tersebut dibolehkan atau bertentangan dengan syariat.
Pengobatan estetika adalah cabang ilmu kedokteran yang bertujuan untuk memperbaiki penampilan fisik seseorang, baik melalui tindakan non-invasif seperti perawatan kulit hingga tindakan bedah seperti operasi plastik.
Tujuannya meliputi:
• Memperbaiki bentuk tubuh atau wajah karena cacat bawaan atau kecelakaan
• Meningkatkan rasa percaya diri
• Pemeliharaan kesehatan kulit dan tubuh
لَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَـٰنَ فِىٓ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍۢ
Terjemah:
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
(QS. At-Tin: 4)
2.3 Kaidah Fiqh yang Berkaitan
Beberapa kaidah fiqh yang relevan:
• “Al-ashlu fil asy-yaa’ al-ibaahah” (pada dasarnya segala sesuatu itu mubah, kecuali ada dalil yang melarang)
• “La dharara wa la dhirar” (tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain)
• Larangan mengubah ciptaan Allah (Taghyîr khalqillah)
Islam tidak menolak pengobatan estetika secara mutlak. Pengobatan estetika yang bersifat tashih (korektif), seperti memperbaiki cacat, luka bakar, atau kelainan fisik dibolehkan. Namun, jika semata-mata bertujuan memperindah penampilan (tahsin) tanpa adanya kebutuhan medis, sebagian ulama menganggapnya haram jika bertentangan dengan syariat.
Pengobatan estetika diperbolehkan jika:
• Tidak mengandung unsur penipuan atau merubah identitas secara drastis
• Tidak dilakukan karena ketidakpuasan terhadap ciptaan Allah
• Tidak membahayakan kesehatan
• Tidak bertujuan untuk menarik perhatian non-mahram atau menyalahi adab
Contoh estetika yang dilarang:
• Mengubah bentuk wajah secara permanen untuk tujuan kecantikan semata
• Operasi untuk menyerupai orang lain (misalnya artis)
رَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ ۚ وَمَن يَتَّخِذِ ٱلشَّيْطَـٰنَ وَلِيًّۭا مِّن دُونِ ٱللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًۭا مُّبِينًۭا
Terjemah:
“Dan sungguh akan aku suruh mereka mengubah ciptaan Allah.” Barang siapa menjadikan setan sebagai pelindung selain Allah, maka sungguh ia menderita kerugian yang nyata.
(QS. An-Nisa: 119)
Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim
لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ، وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ، وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ، الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ
Terjemah:
“Allah melaknat wanita-wanita yang membuat tato dan yang minta ditato, yang mencukur alis dan yang minta dicukurkan, serta yang merenggangkan gigi untuk kecantikan, yaitu mereka yang mengubah ciptaan Allah.”
(HR. Bukhari no. 5931, Muslim no. 2125)
Hadis Riwayat Ahmad
إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ
Terjemah:
“Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan.”
(HR. Ahmad, no. 6904 – shahih)
Contoh estetika yang dibolehkan:
• Operasi memperbaiki bibir sumbing
• Menghilangkan bekas luka parah
• Perawatan jerawat parah oleh dokter
Ijma’ Ulama
Tidak ada ijma’ (kesepakatan bulat) yang eksplisit tentang seluruh bentuk pengobatan estetika modern karena banyak bentuknya yang baru muncul belakangan. Namun, para ulama bersepakat (ijma’) bahwa mengubah ciptaan Allah tanpa alasan syar’i adalah haram. Ini menjadi dasar hukum utama dalam menetapkan kebolehan atau keharaman tindakan estetika.
Berdasarkan Qiyas :
Boleh jika tujuannya menghilangkan cacat, menyembuhkan, atau kebutuhan medis, dan tidak menimbulkan bahaya.
Tidak boleh jika hanya untuk mempercantik diri secara berlebihan tanpa ada kebutuhan, karena termasuk tasyabbuh (meniru-niru), israf (berlebih-lebihan), dan mengubah ciptaan Allah.
Berikut adalah beberapa qawāʿid fiqhiyyah yang relevan:
1. الضَّرَرُ يُزَالُ
“Bahaya harus dihilangkan.”
2. الضَّرُورَاتُ تُبِيحُ الْمَحْظُورَاتِ
“Keadaan darurat membolehkan hal-hal yang dilarang.”
3. الْعَادَةُ مُحَكَّمَةٌ
“Adat/kebiasaan dapat dijadikan dasar hukum.”
4. الْيَقِينُ لَا يُزَالُ بِالشَّكِّ
“Keyakinan tidak bisa dihilangkan oleh keraguan.”
5. ما أفضى إلى الحرام فهو حرام
“Segala sesuatu yang mengantarkan kepada yang haram, hukumnya juga haram.”
Kesimpulan:
Berdasarkan kaidah-kaidah ini, pengobatan estetika boleh jika:
• Ada darurat/kebutuhan nyata
• Tidak mengubah ciptaan Allah tanpa alasan sah
• Tidak menimbulkan bahaya
• Dilakukan secara terbatas dan proporsional
Lima Maqāṣid al-Syarī‘ah:
1. Hifẓ al-Dīn (Menjaga agama)
2. Hifẓ al-Nafs (Menjaga jiwa/nyawa)
3. Hifẓ al-‘Aql (Menjaga akal)
4. Hifẓ al-Nasl (Menjaga keturunan)
5. Hifẓ al-Māl (Menjaga harta
Kesimpulan Maqāṣid al-Syarī‘ah terhadap Pengobatan Estetika
Dibolehkan jika:
Ada manfaat nyata bagi jiwa dan akal (kesehatan fisik & psikologis)
Tidak mengandung bahaya, israf, atau penipuan
Bertujuan menjaga kualitas hidup, bukan sekadar memenuhi standar kecantikan sosial
Dilarang jika:
Hanya untuk gaya hidup, pamer, atau ikut tren
Mengubah ciptaan Allah tanpa sebab syar’i
Menyebabkan pemborosan, kerusakan fisik, atau penyesatan sosial
Ringkasan Pandangan Empat Mazhab
Hanafi : Boleh Haram
Maliki : Boleh (darurat/kebutuhan) Haram
Syafi’i : Boleh (dengan niat benar) Makruh/Haram
Hanbali : Boleh Haram
Kesimpulan Ulama Mazhab:
Ijma’ secara umum: Boleh jika ada cacat, gangguan kesehatan, atau mudarat yang nyata.
Tidak boleh/makruh jika hanya untuk mengubah bentuk ciptaan Allah tanpa kebutuhan syar‘i.
Kesimpulan dari Kisah Salaf:
1. Arfajah bin As’ad : Mengganti hidung karena luka, diperbolehkan (Estetika yang menyembuhkan/cacat dibolehkan)
2. Wanita epilepsi : Sembuh atau bersabar, bersabar lebih utama (Kesabaran lebih mulia jika tidak darurat)
3. Wanita mengikir gigi : Kecantikan semata, haram hukumnya (Mengubah ciptaan Allah tanpa kebutuhan dilarang)
4. Imam Ahmad & cacat wajah : Menghilangkan aib, dibolehkan (Jika menimbulkan malu berat, dibolehkan)
Fenomena Saat Ini:
1. Ledakan tren operasi plastik & skincare ekstrem (Korea Selatan, influencer, artis, media sosial)
2. Standar kecantikan tidak realistis: kulit putih, hidung mancung, wajah tirus
3. Tekanan sosial besar terhadap wanita & remaja: insecure, body dysmorphia
4. Operasi non-darurat meningkat: filler, botox, bleaching, sedot lemak, facelift
5. Monetisasi kecantikan: estetika bukan lagi kebutuhan medis, tapi industri komersial
Islam memandang pengobatan estetika sebagai hal yang mubah jika ditujukan untuk kebutuhan medis, memperbaiki cacat, atau alasan yang tidak melanggar syariat. Namun, jika dilakukan untuk tujuan merubah ciptaan Allah tanpa alasan syar’i, maka hal tersebut dilarang.
4.2 Saran
Umat Islam hendaknya berhati-hati dalam memilih tindakan estetika dan selalu berkonsultasi dengan ahli medis serta ulama agar tidak terjerumus pada praktik yang diharamkan.