
Ilmu yang Menghidupkan Nurani: Jalan Sunyi Para Pencari Hakikat
Dalam riuhnya dunia ilmu dan teknologi, kita sering terjebak dalam perlombaan akumulasi pengetahuan. Gelar dicari, buku ditumpuk, jurnal ditulis. Namun Imam Syafi’i mengingatkan dengan bijak:
> “Ilmu itu bukan yang dihafal, tetapi yang memberi manfaat.”
Manfaat bukan diukur dari banyaknya kutipan atau sertifikat, tetapi dari sejauh mana ilmu itu menerangi hati, membentuk akhlak, dan mendorong amal. Inilah hakikat ilmu dalam tradisi Islam—ilmu yang membasahi jiwa, bukan sekadar memenuhi kepala.
Dr. Badrah Uyuni, dalam refleksi dakwah intelektualnya, menyampaikan:
> “Tugas kaum berilmu bukan hanya membangun konsep, tapi menghidupkan nurani umat.”
Ucapan ini menampar kejumudan akademik dan menyeru pada kebangkitan spiritual dalam dunia ilmu. Kaum berilmu seharusnya tidak hanya hadir dalam seminar dan forum diskusi, tetapi juga menjadi lentera di tengah masyarakat yang kehausan makna.
Ilmu dalam Islam adalah amanah ruhani. Ia lahir dari tauhid, tumbuh dalam adab, dan berbuah dalam rahmat. Maka seorang alim sejati bukan hanya yang mampu berbicara di atas panggung, tetapi yang mampu menyentuh batin umat—dengan ketulusan, keteladanan, dan cahaya hati.
Di tengah dunia yang penuh polusi informasi, kita membutuhkan ilmuwan yang juga seorang sufi—yang menulis dengan dzikir, meneliti dengan khusyuk, dan mengajar dengan cinta.
???? Maka mari kita jadikan ilmu sebagai jalan tazkiyah, bukan sekadar prestise. Mari kita isi hati kita, bukan hanya CV kita.
Zawiyah Jakarta
Spiritualitas • Intelektualitas • Peradaban
