Oleh : Hayat Abdul Latief
Kita jangan terkecoh dengan istilah juru selamat yang yang digembor-gemborkan oleh kaum Kristiani, mereka menyerukan bahwa Yesus adalah juru selamat, dengan tujuan doktrin tidak ada keselamatan di luar Iman Kristiani atau dengan tujuan kristenisasi. Apa yang melatari belakang yang mereka sehingga mengatakan Yesus juru selamat? Ternyata ada dalam Bibel, Yesus berkata ”Akulah jalan, kebenaran, dan kehidupan,” (Matius 14:6.).
Benar, Yesus adalah juru selamat untuk bani Israil dalam waktu tertentu, bukan untuk semua bangsa dan bukan untuk selamanya. Ajaranya sama dengan nabi-nabi sebelumnya dalam hal ketuhanan. Beliau tidak pernah mengaku sebagai tuhan, tidak pernah mengajarkan trinitas dan tidak pernah merumuskan bahwa keselamatan manusia dengan mengakuinya sebagai tuhan dan menebus dosa manusia dengan mati di tiang salib. Setelah dilacak doktrin tersebut ternyata dari Paulus, pencipta agama Kristen dan dogma kekristenan.
Menurut informasi dari Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam, Allah subhanahu wa ta’ala mengirim 124 nabi dan 313 Rasul ke seluruh penjuru bumi. Firman-Nya,
وَلِكُلِّ قَوۡمٍ هَادٍ
“Dan bagi tiap-tiap kaum ada orang yang memberi petunjuk.” (QS. Ar Ra’d: 7)
Maksud ayat tersebut menurut Abdurrahman as-sa’di dalam tafsirnya, adalah seorang nabi yang mengajak kaumnya untuk beribadah kepada Rabb mereka dan tidak menyekutukannya dengan apa pun, sedangkan menurut Tim Markas Ta’dzim Al quran Madinah, seorang Nabi yang menyeru mereka kepada hidayah dan petunjuk. Alhasil para nabi dan rasul adalah juruse lamat untuk kaumnya dalam waktu dan dalam ruang lingkup yang terbatas, kecuali nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam.
Misi setiap nabi dan rasul adalah sama yaitu menanamkan kalimat Tauhid dalam hati-hati manusia agar mengesakan Allah dan tidak menyekutukan-nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّ نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa tidak ada Ilah (yang haq) melainkan Aku, maka sembahlah Aku olehmu sekalian” (QS. Al Anbiya: 25)
Tidak ada perubahan dalam tauhid dalam aqidah dalam keyakinan dan dakwah para nabi dari zaman nabi Adam sampai nabi Muhammad tentang la ilaha illallah. Sehingga benarlah Apa yang diucapkan oleh Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam,
اَفْضَلُ مَاقُلْتُهُ اَنَا وّالنَّبِيُّوْنَ مِنْ قَبْلِي لاَاِلهَ اِلاَّاللهُ
“Kalimat yang paling utama yang aku ucapkan dan para nabi sebelumku adalah ucapan La ilaha illallah”
Semua para nabi memiliki kesamaan dakwah tauhid mengajak manusia untuk taat kepada Allah melalui ajaran nabi tersebut. Letak perbedaannya adalah dalam hal yang bersifat teknis syariat atau kalau menurut term sekarang hanya dalam perbedaan furu’iyah fiqih semata.
Nabi Adam adalah manusia pertama yang diciptakan oleh Allah. Nabi Adam tidak menerima kitab panduan. Syariat yang diturunkan kepada nabi Adam hanyalah sesuai dengan kaumnya ketika itu dan tidak boleh digunakan lagi pada hari ini.
Rasul yang kedua diutus membawa syari’at sesudah Nabi Adam as. adalah Nabi Nuh as. Beliau adalah bapa kedua umat manusia. Nabi Nuh as. diutus untuk menyebar syari’at yang baru maka dengan itu mansukhlah syari’at Nabi Adam as. Semua manusia diwajibkan mengikuti syari’at Nabi Nuh as. sehinggalah datang seorang Rasul yang baru dengan syari’at yang baru pula.
Nabi Ibrahim as. merupakan seorang Rasul yang syari’atnya menjadi pondasi kepada nabi-nabi sesudah beliau termasuk Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam. Syari’at Nabi Ibrahim as. termasuk ibadah Haji yang menjadi rukun Islam yang kelima. Walau pun begitu, Nabi Ibrahim as berserta Nabi Adam as dan Nabi Nuh as tidak menerima kitab suci sebagai sandaran syari’at yang dibawa. Dari keturunan Nabi Ibrabim as. inilah lahirnya rasul-rasul yang membawa syari’at seterusnya.
Nabi Musa as. adalah Rasul yang diutus untuk menyelamatkan kaum Bani Israel dari kekejaman Firaun. Nabi Musa as. diberi kitab suci yang bernama Kitab Taurat. Syari’at Nabi Musa as. dikenali sebagai 10 PERINTAH. Inilah 10 perintah yang diterima oleh nabi Musa dari Allah:
1. Akulah Tuhan Allahmu. Jangan ada tuhan lain.
2. Jangan membuat patung apapun.
3. Jangan sembarangan menyebut nama Tuhan.
4. Kuduskanlah hari Sabat.
5. Hormatilah orang tuamu.
6. Jangan membunuh.
7. Jangan berzina.
8. Jangan mencuri.
9. Jangan mengucapkan saksi dusta atau sumpah palsu
10. Jangan mengingini milik sesamamu (Sumber: Perjanjian Lama)
Syariat Nabi Isa tidak merubah hukum taurat sedikitpun. Dalam Bibel, yesus tidak merubah Taurat dan 10 Perintah Allah, artinya dalam hal ketuhanan dan aturan hidup tidak beda antara nabi Musa dengan nabi Isa. Kalau ada yang tidak sejalan, bisa dipastikan itu bukan ajaran Yesus. Simak kata-kata yesus dalam Bibel, dalam Matius 5:17-2,
“Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga. Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga
Nabi Muhammad saw. adalah Nabi dan Rasul terakhir diutus untuk manusia dan keseluruh alam ini. Tiada lagi Nabi dan Rasul setelah beliau. Maka syari’at Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam akan kekal sehingga kiamat. Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam diberi sebuah kitab suci yang bernama al-Quran.
Syari’at yang terkandung di dalam kitab suci ini tidak akan berubah sehingga hari kiamat, sesuai janji Allah swt. Ianya sesuai untuk semua masa, waktu dan zaman. Syari’at Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam merupakan syari’at yang sempurna, tidak ada penambahan ataupun pengurangan sampai hari kiamat. Allah subhanahu wa ta’ala berfiman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“….Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu….” (Al Maaidah: 3)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
وَمَآ أَرْسَلْنَٰكَ إِلَّا كَآفَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. (QS. Saba: 28)
Walhasil, seluruh nabi adalah juru selamat atau jalan kebenaran dan jalan kehidupan, bukan hanya bukan hanya Yesus. Hanya saja mereka diutus untuk kelompok manusia tertentu dan untuk batas waktu yang terbatas. Artinya ajaran dan syariat mereka yang kemudian hari dirusak oleh orang sesudahnya sudah dihapus oleh syariat nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam yang terpelihara dan tidak ada perubahan sampai hari kiamat. Keselamatan umat manusia dari zaman nabi Adam sampai hari kiamat sama, yaitu menyembah Allah subhanahu wa ta’ala, tidak mensekutukanya, beramal shaleh dengan mengikuti nabi yang diutus di tengah-tengah mereka.
Karena nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam diutus untuk semua bangsa, maka keselamatan manusia dengan mengikuti syari’at Allah subhanahu wa ta’ala yang dibawa oleh beliau. Allah akan menuntut manusia yang hidup di zaman nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam sampai hari kiamat, baik orang barat atau timur, berkulit hitam ataupun putih, bermata lebar ataupun sipit, kalau tidak mengikutinya tidak ada jalan keselamatan. Wallahu a’lam.
*(Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat)*
*(Penulis : Direktur Korp Da’I An Nashihah dan Mahasantri Zawiyah Jakarta)*