Oleh: Hayat Abdul Latief
Hamba bahasa Arabnya ‘Abd (عبد), perbuatannya disebut ibadah (عبادة). Sedangkan pengertian ibadah adalah segala sesuatu (baik ucapan, amalan, atau perbuatan hati) yang mendatangkan cinta dan ridha-Nya.
Kita adalah hamba Allah. Dalam arti mengabdikan diri melayani dan bekerja untuk raja diraja Allah subhanahu wa ta’ala agar mendapatkan cinta dan ridho-Nya. Firman-Nya:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya, “Tidak Kuciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku,” (QS. Ad-Dzariyat: 56).
Dalam kondisi apapun kita selalu menjaga penghambaan kepada Allah subhanahu wata’ala. Dalam keadaan senang kita tetap menjaga penghambaan diri kepada-nya dengan bersyukur, kita dilarang euforia dan lupa diri dan dalam keadaan susah tidak tetap menjaga penghambaan diri kepadanya dengan bersabar dan dilarang putus asa. Rasulullah sallallahu’alaihi wasallam:
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruhnya urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim no. 2999 dari Shuhaib ra.)
Keadaan manusia kalau boleh disimpulkan hanya 2 saja: senang dan susah, tangisan dan tertawa, bahagia dan merana atau suka dan duka. Itu laksana pergantian siang dan malam atau perputaran matahari dan bulan.
Al-Qur’an berbicara tentang orang-orang hidup senang, bahagia dan mewah yang terlaknat karena fasik, lupa diri dan banyak melakukan pelanggaran:
وَإِذَآ أَرَدْنَآ أَن نُّهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا۟ فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا ٱلْقَوْلُ فَدَمَّرْنَٰهَا تَدْمِيرًا
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.”
Al-Qur’an juga mengutuk kepada orang yang ingat Allah hanya ketika Dalam keadaan susah, sempit dan kepepet:
وَإِذَا مَسَّ ٱلْإِنسَٰنَ ٱلضُّرُّ دَعَانَا لِجَنۢبِهِۦٓ أَوْ قَاعِدًا أَوْ قَآئِمًا فَلَمَّا كَشَفْنَا عَنْهُ ضُرَّهُۥ مَرَّ كَأَن لَّمْ يَدْعُنَآ إِلَىٰ ضُرٍّ مَّسَّهُۥ ۚ كَذَٰلِكَ زُيِّنَ لِلْمُسْرِفِينَ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
“Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Yunus; 12)
Termasuk solusi yang tepat adalah bimbingan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
تَعَرَّفْ إِلَى اللَّهِ فِي الرَّخَاءِ يَعْرِفْكَ فِي الشِّدَّةِ”
“Kenalilah Allah saat lapang; niscaya Dia akan mengenalimu ketika engkau susah”. (HR. Al-Hakim dari Ibn Abbas ra.)
Walhasil, disaat kita senang, bahagia dan Jaya tetap menjadi hamba-nya dengan bersyukur dan di saat kita susah, sempit dan kepepet tetap hamba-Nya dengan bersabar. Itulah keadaan seorang mukmin yang sangat menakjubkan menurut sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat.
*(Penulis adalah Direktur Korp Da’i An-Nashihah dan Mahasiswa S2 Zawiyah Jakarta)*