Oleh Hayat Abdul Latief

 

Rasulullah sallallahu’alaihi wasallam bersabda:

 

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا، وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا، وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا

 

“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti (hak) orang berilmu dari kami (agar diutamakan kemuliaanya).” (HR. Ahmad)

 

Begitu besar hak guru terhadap muridnya, sehingga benarlah apa yang dikatakan oleh amirusy syu’ara Syauqi dalam syairnya:

 

قُم لِلمُعَلِّمِ وَفِّهِ التَبْجِيْلًا … كادَ المُعَلِّمُ أَن يَكونَ رَسُوْلًا

 

أَعَلِمْتَ أَشرَفَ أَو أَجَلَّ مِنَ الَّذِيْ … يَبْنِيْ وَيُنشِئُ أَنفُسًا وَعُقُوْلًا

 

سُبحانَكَ اللَهُمَّ خَيرَ مُعَلِّمٍ … عَلَّمتَ بِالقَلَمِ القُرونَ الأولى

 

أَخرَجْتَ هَذَا العَقْلَ مِنْ ظُلُمَاتِهِ … وَهَدَيْتَهُ النُّوْرَ المُبِيْنَ سَبِيْلًا

 

وَطَبَعْتَهُ بِيَدِ المُعَلِّمِ تارَةً … صَدِئَ الحَدِيْدُ وَتَارَةً مَصْقُوْلًا

 

أَرْسَلتَ بِالتَوْرَاةِ مُوْسَى مُرْشِدًا … وَابْنَ البَتُوْلِ فَعَلَّمَ الإِنْجِيْلًا

 

وَفَجَّرَتَ يَنبُوْعَ البَيَانِ مُحَمَّداً … فَسَقَى الحَدِيْثَ وَنَاوَلَ التَنْزِيْلًا

 

“Berdirilah untuk sang guru, dan tunaikan penghormatan untuknya. Hampir-hampir seorang guru menjadi seorang Rasul (menyamai fungsi dan kedudukannya).”

 

“Apakah engkau tahu ada orang yang lebih mulia dan lebih agung dibanding orang yang membangun dan membina jiwa-jiwa dan akal?”

 

“Mahasuci Engkau Ya Allâh, Engkaulah Pendidik dan Pengajar terbaik. Engkau mengajarkan dengan pena semenjak generasi pertama.”

 

“Engkau mengeluarkan akal ini dari kegelapan (yang menyelubungi)nya. Dan Engkau memberinya cahaya petunjuk sebagai jalan.”

 

“Engkau mencetak (generasi) melalui tangan seorang guru, yang terkadang telah menjadi besi berkarat, dan terkadang telah dipoles.”

 

“Engkau mengutus Musa dengan Taurat sebagai pembimbing, demikian pula Putra Sang Perawan (‘Isa ‘alaihissalam) yang mengajarkan Injil.”

 

“Dan Engkau pancarkan mata air wahyu bagi Muhammad, lantas ia menuangkan hadits (dengan mengajarkannya) dan menyampaikan al-Qur’an.”

 

Adalah sangat tidak beradab dan tidak dibenarkan seorang murid meremehkan gurunya. Dalam kitab Salaalim Al Fudhala halaman 84, tertulis:

 

من استخف باستاذه ابتلاه الله تعالي بثلاثة أشياء : نسي ما حفظ، وكل لسانه، وافتقر في آخره

 

“Barang siapa meremehkan gurunya, maka Allah ta’ala akan meberikan 3 ujian berat kepadanya: Lupa akan apa yg telah ia hafal, tumpul lisanya (dalam menyampaikan ilmu) dan hidup faqir diakhir hayatnya.

 

Pendek kata, orang yang merendahkan gurunya tercabut darinya keberkahan ilmu. Hilang keberkahan ilmu itu berupa:

 

1. Karena tidak menghormati guru, akhirnya tercabut keberkahan ilmu dengan lupa apa yang telah ia hapal dan pelajari. Padahal telah menghabiskan waktu, harta dan tenaga untuk menuntut ilmu.

 

2. Akibat meremehkan guru, lidahnya menjadi kelu dan tidak lancar untuk menyampaikan ilmu. Bukankah banyak kisahnya, pelajar yang biasa-biasa saja namun ketika terjun di masyarakat,karena taat kepada guru, bermanfaat ilmunya.

 

3. Dan yang paling mengenaskan adalah karena dengan meremehkan guru, seseorang akan menjadi fakir di akhir hayatnya. Fakir bukan hanya dalam pengertian materi. Fakir yang paling ditakutkan adalah fakir mental, etika dan rohani.

 

Adalah pantas menjadi renungan bagi pelajar sepanjang zaman apa yang dikatakan oleh Ali radhiallahu anhu:

 

أَنَا عَبْدُ مَنْ عَلَّمَنِي حَرْفًا وَاحِدًا إِنْ شَاءَ بَاعَ وَإنْ شَاء استَرَقَ.

 

“Aku adalah hamba seseorang yang mengajariku satu huruf. Jika dia mau dia menjualku, dan jika dia mau dia menjadikanku budak.” (Ta’limul Muta’allim)

 

*Faedah:*

 

*Satu,* keberkahan ilmu berdasarkan ketaatan kepada guru. Ridho dan doa guru itulah yang menghantarkan muridnya menjadi orang yang bermanfaat dunia akhirat. Kesuksesan seorang murid atau santri adalah setelah keluar dari lembaga pendidikan dan berkecimpung di masyarakat.

 

*Dua,* Allah subhanahu wata’ala mencabut keberkahan ilmu apabila pelajar meremehkan guru dengan lupa akan apa yg telah ia hafal, tumpul lisannya (dalam menyampaikan ilmu) dan hidup faqir diakhir hayatnya.

 

*Tiga,* tradisi mulia dari ulama salaf sampai ulama khalaf adalah memuliakan guru dari hidup sampai wafatnya. Tradisi ini masih kita dapati di pesantren-pesantren dan madrasah-madrasah atau lembaga Islam lainnya. Wallahu a’lam.

 

Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat.

 

*(Penulis adalah Direktur Korp Da’i An-Nashihah dan Mahasiswa S2 Zawiyah Jakarta)*

 

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *