Oleh: Hayat Abdul Latief

 

Kita bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala yang telah memberikan kehidupan. Usia yang Allah berikan kepada kita akan dipertanyakan dan dimintai pertanggungjawabanya. Termaktub dalam Al-Qur’an:

 

الَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًاۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُۙ

 

“Yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk Ayat 2)

 

Juga tidak boleh mengingkari bahwa kita dulunya tidak ada,

 

هَلْ أَتَىٰ عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا

 

“Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?” (QS. Al-Insan: 1)

 

*Mati Tapi Hidup*

 

Ada orang yang sudah meninggal dunia, namun kebaikan dan jasanya masih ‘hidup’ menjadi buah bibir orang-orang sesudahnya. Sudah wafat namun ilmu dan perilakunya menjadi inspirasi yang tidak pernah mati. Namanya selalu disebut-sebut, kebaikanya selalu diingat dan jasanya sangat terasa dan berarti.

 

Allah subhanahu wata’ala telah menyebutkan meskipun Rasulullah sudah tidak ada di hadapan kita namun namanya memenuhi ruang dan waktu:

 

وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَۗ

 

“Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu.” (QS. Al-Insyirah: 4)

 

Rasulullah, para sahabat, tabiin, tabi tabiin dan orang-orang Saleh menjadi inspirasi bagi kita bahwa mereka masih ‘hidup’ meskipun sudah meninggalkan kita.

 

*Hidup Tapi Mati*

 

Minimnya kebaikan atau memiliki penyakit psikologis “Hidup segan mati tak mau” merupakan kematian sesungguhnya meskipun orang yang masih hidup. Fatalisme semacam ini yang membuat hidup jumud, stagnan atau bahkan mundur.

 

Burung mesti punya sayap, ikan mesti punya sirip dan manusia mesti punya semangat hidup, cita-cita dan obsesi dengan membangun mimpi-mimpi untuk menjadi manusia yang mewarnai kebaikan dan memberi manfaat kepada banyak orang.

 

Kematian rohani, kematian akal sehat dan kematian cita-cita menjadikan hidup seolah-olah mati. Jasad yang berada di atas bumi namun semangatnya terkubur di bawah timbunan tanah dan puing-puing sejarah.

 

*Faedah:*

 

*Satu,* Mari kita syukuri nikmat hidup yang telah diberikan kepada kita. Karena kehidupan ini akan dipertanyakan dan dimintai pertanggungjawabanya

 

*Dua,* Rasulullah, para sahabat, tabiin, tabi tabiin dan orang-orang Saleh menjadi inspirasi bagi kita bahwa mereka masih ‘hidup’ meskipun sudah meninggalkan kita.

 

*Tiga,* Minimnya kebaikan atau memiliki penyakit psikologis “Hidup segan mati tak mau” merupakan kematian sesungguhnya meskipun orang yang masih hidup. Fatalisme semacam ini yang membuat hidup jumud, stagnan atau bahkan mundur. Wallahu a’lam.

 

Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat.

 

*(Penulis adalah Khadim Korp Da’i An-Nashihah dan Pelajar Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)*

 

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *