Oleh: Hayat Abdul Latief
Islam, memiliki arti tunduk dan patuh terhadap kehendak dan perintah Allah, berasal dari kata salaam yang artinya damai, sejahtera atau keselamatan. Kemudian dr. Zakir Naik memberikan kesimpulan Islam adalah keselamatan yang diperoleh melalui ketundukan dan kepatuhan terhadap kehendak dan perintah Allah subhanahu wata’ala.
Bila sesama muslim bertemu, dianjurkan mengucapkan:
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
“Semoga keselamatan, rahmat dan keberkahan Allah atasmu.
Seolah-olah seorang muslim bila berada di suatu komunitas apapun berjanji dan berkomitmen bahwa dirinya bukan ancaman bagi yang lain karena membawa kedamaian dan kasih sayang yang diambil dari kasih sayang Allah subhanahu wata’ala
*Allah subhanahu wata’ala: Pemilik Rahmat*
Sudah menjadi maklum, Lafadz Basmalah ayat pertama dari surat pertama (Al Fatihah) dan seluruh surat-surat Al-Qur’an kecuali surat At-Taubah diawali dengan basmalah.
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ
“Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
Lafadz Rahmaan dan Rahiim yang merupakan atribut utama bagi Allah berasal dari kata Rahima-Yarhamu-Rahmatan yang memiliki arti kasih sayang.
Dari 99 nama dan atribut (Al Asma Al Husna), Allah memilih untuk dirinya bahwa atribut utamanya adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, bukan maha Pembalas, maha Penakluk, karena memang kasih sayang Allah subhanahu wata’ala meliputi segala sesuatu dan lebih cepat daripada murka-Nya.
وَرَحْمَتِى وَسِعَتْ كُلَّ شَىْءٍ
“….dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu….(QS. Al A’raf: 156)
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « لَمَّا خَلَقَ اللَّهُ الْخَلْقَ كَتَبَ فِى كِتَابِهِ – هُوَ يَكْتُبُ عَلَى نَفْسِهِ ، وَهْوَ وَضْعٌ عِنْدَهُ عَلَى الْعَرْشِ – إِنَّ رَحْمَتِى تَغْلِبُ غَضَبِى »
“Dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, “Tatkala Allah menciptakan makhluk-Nya, Dia menulis dalam kitab-Nya, yang kitab itu terletak di sisi-Nya di atas ‘Arsy, “Sesungguhnya rahmat-Ku lebih mengalahkan kemurkaan-Ku.” (HR. Bukhari-Muslim)
*Al-Qur’an: Petunjuk Bagi Semua Manusia Tanpa Memandang SARA*
Kalau sebelumnya ada perjanjian lama dan perjanjian baru, menurut syekh Ahmad Deedat, Al-Qur’an merupakan perjanjian terakhir manusia dengan Allah subhanahu wata’ala.
Al-Qur’an bukan saja petunjuk bagi muslim namun juga petunjuk bagi seluruh manusia. Al-Qur’an tidak eksklusif tetapi inklusif kepada seluruh manusia tanpa memandang suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Allah subhanahu wata’ala berfirman:
شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِى أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٍ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِ
“Bulan Ramadhan, (merupakan bulan) yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai *petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)*….” (QS. Al-Baqarah: 185)
Al-Qur’an terbuka bagi siapa saja baik penganut Hindu, Buddha, Konghucu, Zoroaster, Katolik, Protestan bahkan agnostik dan atheispun, meskipun berbahasa Arab tapi terbuka bagi bangsa bangsa non-arab. Terbukti bagi orang yang kehilangan orientasi hidup dari agama apapun dari suku manapun dan dari golongan manapun ketika membaca Al-Qur’an pada akhirnya mendapat petunjuk.
Bahkan di dalam Al-Qur’an ada isyarat atau petunjuk ilmiah yang sesuai dengan sains dan ilmu pengetahuan. Ketika seorang ilmuwan yang pada asalnya atheis tidak percaya kepada kekuatan pencipta alam semesta, dan dia terus mengadakan pembuktian ilmiah. Ternyata apa penemuan, teori dan fakta ilmiahnya, Al-Qur’an lebih dulu menyebutkannya. Kemudian ilmuwan itupun harus menyerah dihadapan kebenaran Al-Qur’an.
*Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam: Nabi Kasih Sayang*
Tidaklah benar fitnah yang ditujukan kepada Rasulullah bahwa beliau adalah sejarah dan kejam. Peperangan yang di komandoi oleh Rasulullah (Ghazwah) ataupun Rasulullah mengutus delegasi dakwah atau milisi (Sariyah) bukan menyerang atau memulai perang (opensif), namun sebagai upaya pertahanan diri dari serangan luar (depensif).
Kalau terjadi peperangan , Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam menginstruksikan kepada para sahabat agar meminimalisir jumlah korban dari pihak musuh, dilarang membunuh wanita anak-anak pendeta yang tidak ikut perang, dilarang menghancurkan tempat ibadah pihak musuh, dan dilarang melakukan pengrusakan lingkungan.
Allah subhanahu wata’ala menjadikan beliau utusan-Nya bermaksud sebagai kasih sayang untuk alam semesta. Firman-Nya:
وَمَآ أَرْسَلْنَٰكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَٰلَمِينَ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” QS. Al-Anbiya’: 107)
Mengenai ayat ini, kita simak tafsir Al-Wajiz karya Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah: “Dan Kami tidak mengutusmu dengan membawa syariat dan hukum, wahai Nabi, kecuali sebagai rahmat dan petunjuk bagi manusia dan jin, karena kamu diutus untuk membahagiakan dan memperbaiki kehidupan dunia dan akhirat.” (Tafsir Al-Wajiz)
لَقَدْ جَآءَكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِٱلْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At-Taubah: 128)
Selanjutnya kita bahas siapa muslim? Kata muslim yang secara bahasa artinya orang yang tunduk dan patuh terhadap kehendak dan perintah Allah, secara spesifik dari sisi perilaku, didefinisikan oleh Rasulullah sebagai berikut:
المسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Yang disebut dengan muslim sejati adalah yang mana orang muslim lainnya selamat dari (gangguan) lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari-Muslim dari Abdullah bin Umar)
Memang betul cara pandang yang objektif melihat Islam, lihatlah Islam dari ajarannya yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah. Islam tidak pernah mengajarkan terorisme kejahatan dan keonaran.
Namun non-muslim yang tidak pernah mengenal Al-Qur’an dan Sunnah apalagi membacanya, mereka melihat gambaran Islam dari perilaku umatnya. Oleh sebab itu, untuk menjaga image Islam, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam memberikan tuntunan, muslim sejati adalah muslim yang menjamin kedamaian dan tidak membuat keonaran terhadap muslim lain atau orang yang berbeda agama.
Maksudnya perilaku muslim yang tidak membawa kedamaian dan membuat keonaran tidak sesuai dengan ajaran Islam itu sendiri dan tidak mewakili gambaran Islam yang begitu indah.
*Bukti Islam Rahmat Bagi Seluruh Alam:*
*Satu,* tidak ada paksaan dalam memeluk agama Islam. Allah subhanahu wata’ala berfirman:
لَآ إِكْرَاهَ فِى ٱلدِّينِ ۖ قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّشْدُ مِنَ ٱلْغَىِّ ۚ فَمَن يَكْفُرْ بِٱلطَّٰغُوتِ وَيُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسْتَمْسَكَ بِٱلْعُرْوَةِ ٱلْوُثْقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَا ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 256)
Ayat ini, menurut Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, pakar tafsir abad 14 H, menerangkan tentang kesempurnaan ajaran Islam, dan bahwasanya karena kebesaran bukti-buktiNya, kejelasan ayat-ayat dan ia merupakan ajaran agama akal sehat dan ilmu, agama fitrah dan hikmah, agama kebaikan dan perbaikan, agama kebenaran dan ajaran yang lurus, karena kesempurnaanya dan penerima fitrah terhadapnya, maka islam tidak memerlukan pemaksaan kerena pemaksaan itu terjadi karena suatu perkara yang dijauhi oleh hati, tidak memilki hakikat dan kebenaran, atau ketika telah mengetahui ajaran ini dan dia menolaknya, maka hal itu di dasari kerena kedurhakaan, karena ”sungguh telah jelas jalan yang jelas dari jalan yang sesat,” hingga tidak ada suatu alasan pun bagi seseorang dan tidak ada hujjah apabila dia menolak dan tidak menerimanya. (tafsirweb.com)
Dalam hal ini, Allah subhanahu wata’ala tidak membenarkan menghalalkan segala cara dalam dakwah untuk rekruitasi atau memasukkan seseorang ke dalam Islam, melalui paksaan, ancaman dan intimidasi. Juga tidak dibenarkan dakwah dengan cara perilaku tidak terpuji seperti hamilisasi, penipuan atau jebakan.
*Dua,* larangan membunuh orang yang berbeda agama di luar situasi perang. Perhatikan hadis berikut:
عن عبد الله بن عمرو عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: من قتل نفسا معاهدا لم يرح رائحة الجنة
“Dari Abdullah bin Umar dari Nabi SAW, ‘Siapa yang membunuh mu’ahad, maka dia tidak akan mencium bau surga.” (HR. Bukhari)
Ibnu Muhammad al-Jaziri dalam Nihayah fi Gharib Hadis mengatakan yang dimaksud dengan mu’ahad di sini adalah orang yang memiliki perjanjian dengan orang Islam untuk berhenti berperang selama masa yang ditentukan dan termasuk juga di dalam kategori mu’ahid kafir dzimmi.
Berdasarkan hadis dapat dipahami bahwa tidak boleh membunuh non-muslim yang tidak memerangi orang Islam. Bahkan Nabi SAW mengancam pembunuh non-muslim tidak akan mencium bau surga jika orang yang dibunuhnya tidak ikut terlibat memerangi umat Islam. Dalam kajian fiqih seorang muslim yang membunuh kafir dzimmi, maka sebagai balasannya dibunuh pula (berlaku hukum qishash).
*Tiga,* anti rasisme. Di dalam Islam ucapan atau perilaku yang mengarah kepada rasisme, dianggap sebagai perbuatan jahiliyah, perbuatan yang harus dihindari oleh seorang muslim.
*Empat,* menjunjung tinggi HAM. Genosida atau pemusnahan dan pembantaiam atas ras tertentu tidak dibenarkan dalam Islam.
*Lima,* menolak imperialisme dan perbudakan. Simak kisah berikut:
Dari Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya seorang lelaki dari kalangan penduduk Mesir mendatangi ‘Umar bin al-Khaththab –radhiyallahu ‘anhu– seraya berkata, “Wahai Amir al-Mu’minin, seseorang meminta perlindunganmu dari kezaliman.” ‘
Umar bin al-Khaththab berkata, “Kau mendapatkan perlindungan.” Lelaki Mesir itu berkata, “Aku berlomba dengan putra ‘Amr bin al-‘Ash, lalu aku mengalahkannya dalam perlombaan itu. Namun, dia malah mencambukku seraya mengatakan, ‘Aku adalah putra dari keluarga terhormat.’”
(Setelah mendengar pengaduan itu), ‘Umar bin al-Khaththab segera melayangkan surat kepada ‘Amr bin al-‘Ash dan menyuruhnya datang kehadapan ‘Umar bersama putranya.
Tatkala ‘Amr bin al-‘Ash bersama putranya tiba di hadapan ‘Umar, berkatalah ‘Umar, “Di manakah lelaki Mesir itu?” Ketika lelaki Mesir itu muncul, ‘Umar berkata kepadanya, “kau ambillah cambuk dan pecutlah anak dari keluarga terhormat itu!”
Maka lelaki Mesir itu pun segera mencambuki putra ‘Amr bin al-‘Ash. Anas bin Malik berkata, “Maka lelaki Mesir itu pun mencambukinya. Demi Allah, dia terus mencambuki putra ‘Amr bin al-‘Ash dan kami pun senang karenanya. Akan tetapi, tak henti-hentinya dia mencambukinya sampai-sampai kami begitu berharap agar dia berhenti.”
Kemudian ‘Umar bin al-Khaththab berkata kepada lelaki Mesir itu, “Sekarang, cambuklah ‘Amr bin al-‘Ash!” Lelaku Mesir itu berkata, “Wahai Amir al-Mu’minin, hanya putranya sajalah yang telah mencambukku, dan sekarang aku telah membalasnya.”
Kemudian ‘Umar bin al-Khaththab berkata kepada ‘Amr bin al-‘Ash, “Sejak kapan kau memperbudak manusia, padahal mereka dilahirkan oleh ibu-ibu mereka dalam keadaan merdeka?” ‘Amr bin al-‘Ash berkata, “Wahai Amir al-Mu’minin, aku tak mengetahui kejadian tersebut, dan lelaki Mesir ini pun tak melaporkannya kepadaku.”
*Enam,* tidak diskriminatif. Lihatlah praktek ibadah haji di sana tidak ada perlakuan diskriminatif penguasa atau rakyat, orang kaya atau orang miskin, kulit putih atau kulit hitam, bicara dengan berbagai macam bahasa, tumpah ruah tenggelam dalam manasik haji, mereka telah menanggalkan baju kebesaran, baju nasionalisme, baju kesukuan, baju madzhab dan baju fanatisme.
*Tujuh,* setiap manusia sama di hadapan Allah subhanahu wata’ala membedakan adalah taqwanya. Ayat Al-Qur’an dan hadits nabi mengkonfirmasi hal tersebut:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujuraat: 13)
وعن أبي نضرة قال: «حدثني من سمع خطبة النبي صلى الله عليه وسلم في وسط أيام التشريق فقال: ” يا أيها الناس، إن ربكم واحد وأباكم واحد، ألا لا فضل لعربي على عجمي، ولا لعجمي على عربي، ولا أسود على أحمر، ولا أحمر على أسود إلا بالتقوى، أبلغت؟ “. قالوا: بلغ رسول الله صلى الله عليه وسلم
Dari Abu Nadhrah telah menceritakan kepadaku orang yang pernah mendengar khutbah Rasulullah SAW ditengah-tengah hari tasyriq, beliau bersabda: “Wahai sekalian manusia! Rabb kalian satu, dan ayah kalian satu (maksudnya Nabi Adam). Ingatlah. Tidak ada kelebihan bagi orang Arab atas orang Ajam (non-Arab) dan bagi orang ajam atas orang Arab, tidak ada kelebihan bagi orang berkulit merah atas orang berkulit hitam, bagi orang berkulit hitam atas orang berkulit merah kecuali dengan ketakwaan. Apa aku sudah menyampaikan?” mereka menjawab: Iya, benar Rasulullah SAW telah menyampaikan.” (HR. Ahmad dalam Musnadnya)
*Delapan,* manusia sama di hadapan hukum. Mengenai manusia sama di hadapan hukum, perhatikan hadis yang disampaikan oleh ibunda Aisyah Radhiyallahu Anha (ibu tiri sayyidah Fathimah binti Rasulillah)
عن عائشة رضي الله عنها: أن قريشا أهمهم شأن المخزومية التي سرقت ، فقالوا : من يكلم فيها رسول الله صلى الله عليه وسلم ؟ فقالوا : ومن يجترئ عليه إلا أسامة بن زيد حب رسول الله صلى الله عليه وسلم فكلمه أسامة ، فقال : أتشفع في حد من حدود الله ؟ ثم قام فاختطب ، فقال : إنما أهلك الذين من قبلكم أنهم كانوا إذا سرق فيهم الشريف تركوه ، وإذا سرق فيهم الضعيف أقاموا عليه الحد ، وايم الله : لو أن فاطمة بنت محمد سرقت لقطعت يدها
“Ada seorang wanita yang telah mencuri. Dia berasal dari keluarga terhormat dan disegani dari Bani Makhzum. Karena perbuatannya, ia pun harus dihukum sesuai dengan aturan yang diterapkan saat itu, yaitu dengan dipotong tangannya. Namun, kaum dan keluarga wanita itu merasa keberatan. Karena itu, mereka melakukan berbagai upaya untuk memaafkan wanita itu dan membatalkan hukuman potong tangan.
Akhirnya, mereka menemui Usamah bin Zain, seorang sahabat yang dekat dan dicintai Rasulullah. Mereka memohon kepada Usamah untuk menghadap Rasulullah dan menyampaikan maksud mereka.
Setelah itu, Usamah kemudian beranjak pergi menemui Rasulullah dan menyampaikan keinginan keluarga wanita yang melakukan pencurian itu. Setelah mendengarakan permintaan itu, Rasulullah pun terlihat marah, lalu berkata, “Apakah kau meminta keringanan atas hukum yang ditetapkan Allah?”
Kemudian, beliau berdiri dan berkhutbah di hadapan kaum muslimin hingga sampai pada sabdanya:
“Sesungguhnya yang telah membinasakan umat sebelum kalian adalah jika ada orang terhormat dan mulia di antara mereka mencuri, mereka tidak menghukumnya. Sebaliknya jika orang rendahan yang mencuri, mereka tegakkan hukuman terhadapnya. Demi Allah, bahkan seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya!”.
*Sembilan,* ajaran Islam yang begitu indah. Pasca ledakan dua gedung kembar di Washington DC, yang kemudian melahirkan stigma Islam teroris, sehingga banyak sekali non-muslim yang ingin tahu tentang Islam dari Al-Qur’an yang isi ajaran-ajaranya yang begitu indah dan cocok untuk manusia dan kemanusiaan, pada akhirnya mereka berbondong-bondong masuk Islam dan Islam terbukti merupakan agama yang paling cepat pertumbuhannya di dunia. Wallahu a’lam.
Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat.
*(Penulis adalah Khadim Korp Da’i An-Nashihah dan Mahasiswa S2 Zawiyah Jakarta)*

