Oleh: Hayat Abdul Latief

 

Mahram berasal dari kata haram yang bermakna tidak boleh atau terlarang. Dari sinilah terbentuk istilah mahram, yang berarti wanita atau laki-laki yang haram untuk dinikahi. Seperti hubungan anak dengan ibu yang merupakan mahram sehingga tidak dibolehkan adanya pernikahan di antaranya.

 

Dari Imam Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Mahram adalah semua orang yang haram untuk dinikahi selama-lamanya karena nasab, persusuan, dan pernikahan.” (Al-Mughni 6/555).

 

*Mahram, secara garis besar, terbagi menjadi dua:*

 

*Satu,* Mahram Muabbad (kemahroman ini berlaku untuk selama-lamanya) disebabkan oleh dua alasan, yaitu

 

a. Karena hubungan sedarah daging (keturunan). Mereka adalah ibu kandung, ayah, kakek, nenek, saudara kandung, bibi (saudara perempuan ayah dan saudara perempuan ibu), keponakan (anak perempuan dari saudara perempuan dan laki-laki).

 

b. Karena hubungan persusuan. mahram yang sepersusuan yaitu ibu yang menyusui, ibu dari wanita yang menyusui (nenek), ibu dari suami yang isterinya menyusuinya (nenek juga), anak wanita dari ibu yang menyusui (saudara wanita sesusuan), saudara wanita dari suami wanita yang menyusui, saudara wanita dari ibu yang menyusui.

 

Hubungan kemahroman ini berlaku untuk selama-lamanya meskipun terjadi kematian, perceraian ataupun pindah agama.

 

*Dua,* Mahram mushaharah, yaitu kemahraman yang bersifat sementara karena adanya pernikahan, dikenal dengan istilah besanan/ipar. Mereka adalah ibu dari isteri (mertua wanita), anak wanita dari isteri (anak tiri), isteri dari anak laki-laki (menantu peremuan), dan isteri dari ayah (ibu tiri).

 

Perlu diperhatikan, bahwa ipar, baik kakak ipar atau adik ipar, mereka tidak termasuk mahram, karena seorang laki-laki boleh menikahi adik atau kakak ipar oleh apabila ia sudah bercerai dari istrinya atau istrinya sudah meninggal dunia. Sedangkan ibu mertua atau anak tiri, haram dinikahi oleh seorang laki-laki kalau istrinya sudah digauli (dukhul), meskipun ia sudah mencerai istrinya atau istrinya telah meninggal dunia.

 

*Ipar itu Kematian*

 

Bagi seorang wanita maka ipar adalah kerabat suami yang tidak termasuk mahram bagi istri, tidak terbatas saudara (adik atau kakak laki-laki suami) tapi seluruh kerabatnya yang bukan mahram seperti pamannya, sepupunya dan lain-lain. Adapun mahram istri dari kerabat suami adalah seperti bapak mertua dan seterusnya ke atas, anak suami (anak tiri) dan seterusnya ke bawah (Lihat Fathul Baari, 9/331)

 

Rasulullah ﷺ bersabda:

 

إيَّاكُمْ والدخول على النساءِ فقالَ رجلٌ منَ الأنصار يا رسولَ الله أفرأيتَ الْحَمُو قالَ الْحَمُو الموت

 

“Janganlah kalian memasuki tempat para wanita. Maka berkata seorang lelaki dari kaum Anshar: Wahai Rasulullah, bagaimana dengan ipar? Rasulullah ﷺ berkata: Ipar adalah kematian.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu’anhu)

 

Makna Hadits menurut Al-Imam Ath-Thobari rahimahullah :

 

المعنى أن خلوة الرجل بامرأة أخيه أو بن أخيه تنزل منزلة الموت والعرب تصف الشيء المكروه بالموت

 

“Maknanya adalah seorang laki-laki yang berdua-duaan dengan istri saudaranya atau istri ponakannya sama seperti kematian (yang tidak disukai), dan kebiasaan orang Arab menyifatkan sesuatu yang tidak disukai dengan kematian.” (Fathul Baari, 9/332)

 

Makna Hadits menurut Al-Imam An-Nawawi rahimahullah:

 

“Maknanya adalah berdua-duaan dengan kerabat suami bisa jadi lebih sering dibanding dengan selainnya. Demikian pula kejelekan dan fitnah (godaan yang menjerumuskan kepada zina) dengan ipar lebih besar, karena (umumnya) sangat memungkinkan untuk berhubungan dan berdua-duaan dengannya tanpa mendapat teguran. Berbeda dengan wanita lain (yang umumnya mendapat teguran orang).” (Fathul Baari, 9/332)

 

Makna Hadits menurut Al-Hafiz Ibnu Hajar rahimahullah:

 

“Dikatakan bahwa berdua-duaan bersama ipar (adalah maut) maksudnya dapat mengantarkan kepada kebinasaan agama seseorang, apabila terjadi kemaksiatan. Atau mengantarkan kepada kematian, apabila terjadi kemaksiatan (zina) dan wajib untuk dirajam (dilempari batu sampai mati dengan perintah penguasa). Atau mengantarkan kepada kehancuran wanita tersebut karena bercerai dengan suaminya, apabila suaminya cemburu sehingga menceraikan istrinya itu. Semua makna ini diisyaratkan oleh Al-Qurthubi.” (Fathul Baari, 9/332)

 

*Pelajaran yang bisa diambil:*

 

*Satu,* ipar, baik kakak ipar atau adik ipar, mereka tidak termasuk mahram, karena seorang laki-laki boleh menikahi adik atau kakak ipar oleh apabila ia sudah bercerai dari istrinya atau istrinya sudah meninggal dunia.

 

*Dua,* larangan berduaan dengan wanita yang bukan mahram secara umum dan larangan berduaan dengan ipar secara khusus.

 

*Tiga,* seorang laki-laki yang berdua-duaan dengan istri saudaranya atau istri ponakannya sama seperti kematian: sesuatu yang tidak disukai dalam agama, menjerumuskan kepada perzinaan, menghantarkan kepada kebinasaan agama dan menghantarkan kepada kematian apabila terjadi perzinaan, karena harus dirajam (oleh perintah penguasa) sampai mati.

 

Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat.

 

*(Penulis adalah Khadim Korp Da’i An-Nashihah dan Mahasiswa S2 Zawiyah Jakarta)*

 

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *