Oleh: Hayat Abdul Latief

 

Dalam surat Ali Imran ayat 200, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْاۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

 

“Wahai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap-siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”

 

Dalam situasi perang, agar tidak lengah dari makar dan serangan musuh, maka diperlukan strategi berjaga di wilayah yang berbatasan dengan musuh, agar tidak kecolongan dan musuh melakukan invasi yang kemudian merugikan pihak yang diserang. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sendiri memuji orang yang ribath atau berjaga di wilayah yang berbatasan dengan musuh. Dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda:

 

عَيْنَانِ لاَ تَمَسُّهُمَا النَّارُ عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ

 

“Dua mata yang tidak akan tersentuh oleh api neraka yaitu mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang bermalam (begadang) untuk berjaga-jaga (dari serangan musuh) ketika berperang di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi. Hadits ini shohih ligoirihi)

 

Dalam konteks bernegara, termasuk Indonesia, lazimnya ada TNI yang menjaga wilayah perbatasan baik perbatasan daratan atau lautan, untuk menjaga pertahanan negara dari serangan musuh atau penyelundupan barang tanpa melalui pihak imigrasi dan bea cukai.

 

Menjaga perbatasan wilayah yang berbatasan dengan musuh atau yang dalam bahasa Al-Qur’an disebut ribath, kemudian mengalami perluasan makna ketika situasi damai dan tidak ada kontak senjata dan peperangan. Sesuai dengan makna yang dijelaskan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berikut:

 

ألا أدلكم على ما يمحو الله به الخطايا ويرفع به الدرجات؟ » قالوا : بلى يا رسول الله،‍‍ قال: « إسباغ الوضوء على المكاره وكثرة الخطا إلى المسجد وانتظار الصلاة بعد الصلاة فذلكم الرباط فذلكم الرباط فذلكم الرباط

 

“Apakah kalian mau aku tunjukkan amalan yang dapat menghapus dosa dan mengangkat derajat? Mereka menjawab, “Mau , wahai Rasulullah.” Rasulullah bersabda, “Menyempurnakan wudhu’ pada saat-saat yang tidak disukai, memperbanyak langkah kaki menuju ke masjid, dan menunggu shalat setelah shalat. Yang demikian itulah ar Ribath” (HR. Muslim)

 

Makna yang terkandung dalam hadits di atas, agar iman kita terjaga dan tidak kecolongan dari tipu daya syetan maka perlu ribath dengan cara isbaghul wudhu, banyak langkah menuju masjid dan menunggu waktu shalat yang satu kepada waktu shalat lainnya.

 

Alhasil, makna ribath pada situasi genting yaitu menjaga perbatasan wilayah yang berbatasan dengan musuh. Sedangkan makna ribath pada situasi aman, damai dan terkendali adalah menyempurnakan wudhu meskipun pada saat yang tidak disukai – musim dingin misalnya, banyak langkah menuju masjid dan berjaga dari waktu shalat ke waktu shalat lainnya.

 

Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat!

 

*(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan LD Zawiyah Jakarta)*

 

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *