Oleh: Hayat Abdul Latief
Kemerdekaan individu dan kelompok adalah Fitrah setiap manusia, masalah yang berfokus pada jiwa. Syariah menegaskannya dan Kita diperintah untuk merealisasikannya. Selain merdeka dari imperialisme, berikut ini ada tiga hal yang harus merdeka dalam diri setiap muslim:
1. Merdeka dalam ibadah . Orang-orang Muslim hanya fokus kepada Allah dalam ibadah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ
“Tidaklah mereka diperintah kecuali menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus (benar).” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Ibadah merupakan tujuan penciptaan. Firman-Nya,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Ibadah merupakan hal yang wajib dikerjakan oleh umat Islam sejak ia baligh hingga wafat. Perintah. Ada dua macam ibadah dalam ajaran Islam, yaitu ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah. Ibadah mahdhah merupakan ibadah yang berhubungan langsung dengan Allah subhanahu wa ta’ala. Sedangkan ibadah ghairu mahdhah tidak berhubungan langsung dengan-Nya. Meski begitu, ibadah ghairu mahdhah sangat dianjurkan untuk dilaksanakan umat Muslim.
2. Merdeka dalam cinta. Orang-orang Mukmin sangat-sangat besar cintanya kepada Allah
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ ٱللَّهِ ۖ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِ …
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah….” (QS. Al-Baqarah: 165)
Cinta dalam Islam adalah untuk Allah, untuk Rasulullah, untuk agama, dan untuk orang-orang yang beriman. Cinta semacam inilah yang mendatangkan manisnya iman. Rasulullah bersabda,
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ : أَنْ يَكُوْنَ اللهَ وَرَسُوْلَهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا ِللهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ. (متفق عليه)
“Tiga hal yang jika ada pada diri seseorang, ia akan meraih manisnya iman: (1) Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, (2) ia mencintai seseorang, tidaklah mencintainya melainkan karena Allah, (3) ia membenci untuk kembali kepada kekafiran— setelah Allah menyelamatkannya darinya — sebagaimana ia benci apabila dilempar ke dalam api.” (Muttafaqun alaih dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu)
Selanjutnya Rasulullah menyebutkan bahwa agama ini adalah nasihat dalam arti cinta dan ketulusan,
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قلنا: لمن؟ قال: لله, ولكتابه, ولرسوله, لأئمة المسلمين وعامتهم. (رواه مسلم)
“Agama itu nasihat”. Kami pun bertanya, “Hak siapa (nasihat itu)?”. Beliau menjawab, “Nasihat itu adalah hak Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, pemimpi kaum muslimin dan semua (kaum muslimin)”. (HR. Muslim dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad-Daary radhiyallahu ‘anhu)
3. Merdeka dalam ketaatan: Dalam Islam tidak ada ketaatan pada makhluk dalam bentuk pelanggaran kepada Sang Pencipta. Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya mutlak tidak bersyarat, sedangkan ketaatan kepada lainnya bersyarat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا (النساء : 59)
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa’: 59)
Standar kesuksesan manusia di dunia ini apapun profesinya dari manapun asalnya kota desa laki-laki perempuan ulama maupun belajar adalah di dalam ketaatan kepada Allah dan rasulnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا
“Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia menang dengan kemenangan yang agung.” (QS. Al-Ahzab: 71)
Standar sukses di akhirat yaitu dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga. Firman-Nya,
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS. Ali Imran: 185)
Selain Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya, Al-Qur’an menyebutkan dunia merupakan permainan dan senda gurau belaka,
وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا لَعِبٌ وَّلَهْوٌ ۗوَلَلدَّارُ الْاٰخِرَةُ خَيْرٌ لِّلَّذِيْنَ يَتَّقُوْنَۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ
“Kehidupan dunia ini hanyalah main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orangorang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS Al- An’am: 32)
Kebanyakan manusia seperti anak-anak bermain-main, mereka memperoleh kesenangan dan kepuasan sewaktu dalam permainan itu. Semakin pandai mereka mempergunakan waktu bermain semakin banyak kesenangan dan kepuasan yang mereka peroleh. Sehabis bermain, mereka tidak memperoleh apa-apa. Orang-orang bijak tidak seperti itu. Tidaklah patut mereka membatasi diri pada garis kehidupan duniawi. Apakah arti kesenangan dan kenikmatan yang hanya Orang-orang beriman dan bertakwa tidak berpikir seperti orang-orang yang ingkar. Tidaklah patut mereka membatasi diri pada garis kehidupan duniawi. Apakah arti kesenangan dan kenikmatan yang hanya sementara, untuk kemudian menderita dengan tidak memperoleh apa-apa. Wallahu a’lam.
Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat!
(Kodim Korp Dai An Nasihah dan Pelajar Ma’had Ali Zawiyah Jakarta)

