Oleh: Hayat Abdul Latief

 

Abu Lahab, begitulah julukanya, nama lengkapnya Abdul Uzza bin ‘Abdul Muttalib. Istrinya adalah Ummu Jamil, yang telah melahirkan dua anak Utbah bin Abu Lahab dan Utaibah bin Abu Lahab. Abu Lahab adalah kakak Abdullah (Abdullah adalah ayah Nabi Muhammad). Dia dipanggil dengan sebutan “Abu Lahab” yang bila diartikan “Bapak Menyala”, karena mukanya itu bagus, terang bersinar dan tampan. Istrinya adalah Arwa, saudara perempuan Abu Sufyan Sakhar bin Harb, khalah (bibi dari ibu) dari Muawiyah. Arwa bergelar “Ummu Jamil”, yang berarti “Ibu dari kecantikan”. Panggilan Abu Lahab dan Ummu Jamil yang pada mulanya menunjukan ketampanan dan kecantikan, kemudian konotasinya berubah setelah melawan dakwah Islam menjadi ‘Bapak Api Yang Menyala (Neraka)’ dan ‘Ibu Pembawa Kayu Bakar (Provokator Kejahatan)’.

 

Sebelum Risalah

 

Hubungan Abu Lahab dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sebelum beliau mengemban misi dakwah, sangat baik. Sebagai contoh dalam sejarah sebagaimana berikut:

 

a. Bergembira terhadap lahirnya nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dengan memerdekakan Tsuwaibah. Dalam suatu riwayat, Abu Lahab sangat senang ketika menyambut kelahiran Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ia memandangnya sebagai ganti adiknya yang meninggal di waktu muda, Abdullah (ayah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam). Abu Lahab sampai mengirimkan seorang budak perempuannya yang muda, Tsuaibah, untuk menyusukan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sebelum datang Halimatus Sa’diyah dari desa Bani Sa’ad. Anak Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, Ruqaiyah, menikah dengan anak Abu Lahab, Utaibah.

 

Dengan kegembiraan menyambut kelahiran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ini, meskipun termasuk ahli neraka setiap hari Senin, siksaanya diberi keringanan.

 

قَالَ عُرْوَةُ : وثُوَيْبَةُ مَوْلَاةٌ لِأَبِي لَهَبٍ كَانَ أَبُو لَهَبٍ أَعْتَقَهَا فَأَرْضَعَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا مَاتَ أَبُو لَهَبٍ أُرِيَهُ بَعْضُ أَهْلِهِ بِشَرِّ حِيبَةٍ قَالَ لَهُ مَاذَا لَقِيتَ قَالَ أَبُو لَهَبٍ لَمْ أَلْقَ بَعْدَكُمْ غَيْرَ أَنِّي سُقِيتُ فِي هَذِهِ بِعَتَاقَتِي ثُوَيْبَةَ

 

“Berkata ‘Urwah: Tsuwaibah adalah bekas budak Abu Lahab ,pada waktu itu Abu Lahab membebaskannya, lalu Tsuwaibah pun menyusui Muhammad kecil Ketika Abu Lahab meninggal, ia pun diperlihatkan kepada sebagian keluarganya di alam mimpi dengan keadaan yang memprihatinkan. Sang kerabat berkata padanya, Apa yang telah kamu dapatkan? Abu Lahab berkata: Setelah kalian, aku belum pernah mendapati sesuatu nikmat pun, kecuali aku diberi minum lantaran memerdekakan Tsuwaibah.”

 

Hadis ini diriwayatkan banyak dari para ulama hadis dan ulama sejarah, di antaranya:

1) Imam al-Bukhari dalam kitab sahihnya.

2) Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Kitab Fathulbarinya.

3) Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam Kitab Sirah an-Nabawiyahnya.

4) Al-Hafidz Al-Baghowi dalam kitab Syarah Sunnahnya.

5) Al-Hafidz Al-Baihaqi dalam kitab Dalaailnya.

 

Imam Al-Hafidz Ibnu Katsir dalam Kitab Bidayah wa Nihayah berkata: “Diringankannya siksaan Abu Lahab adalah berupa balasan dari rasa gembiranya ia ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dilahirkan kemudian ia memerdekakan budaknya Tsuwaibah.”

 

Berkenaan dengan ini, benarlah apa yang tertulis dalam sebuah syair:

 

إذا كان هذا كافرا جاء ذمه * وتبت يداه في الجحيم مخلدا

 

Kalau Abu Lahab si kafir lagi tercela # dan celaka kedua tangannya kekal di neraka Jahim

 

أتى أنه في يوم الاثنين دائما * يخفف عنه للسرور بأحمدا

 

Telah datang penjelasan bahwa dia di hari Senin senantiasa # diringankan siksaanya karena gembira dengan (kelahiran) Ahmad (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam)

 

فما الظن بالعبد الذي طول عمره * بأحمد مسرورا ومات موحدا

 

Maka bagaimana dengan seorang hamba yang sepanjang hidupnya # merasa bahagia atas nabi Ahmad (Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam) dan wafat dalam keadaan bertauhid (membawa iman)?” (Al-Hafidz Syamsuddin Ad-Dimasyqi dalam kitabnya, Maurid Ash-Shadi fi Maulid Al-Hadi)

 

b. Abu Lahab menyuruh anaknya, Utaibah, untuk menikahi istrinya, Ruqaiyah binti Muhammad shallallahu ‘alai wasallam.

 

Setelah Risalah

 

Sedangkan perlakuan Abu Lahab terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam setelah masa Kenabian sangat jelas memusuhi keponakannya itu dan selalu mendapat backing juga provokasi dari istrinya. Abu Lahab menyuruh anaknya, Utaibah, untuk menceraikan istrinya, Ruqaiyah binti Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Akhirnya, mereka bercerai.

 

Abu Lahab Selalu Mengganggu Dakwah;

 

a. Dakwah di Bukit Shafa: Ketika turun ayat 214 surat Asy-Syuara :

 

وَاَنْذِرْ عَشِيْرَتَكَ الْاَقْرَبِيْنَ ۙ

 

“Dan beri peringatanlah kepada kaum kerabatmu yang terdekat”,

 

Nabi Muhammad SAW keluar dari rumahnya menuju bukit Shafa. Dia berdiri dan menyeru, orang-orang pun berkumpul. Beliau mengucapkan, “Kalau aku katakan kepada kamu bahwa musuh dengan kuda perangnya ada di balik bukit ini, adakah diantara kamu yang percaya?”. Semua mempercayainya, karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dikenal jujur dan tidak pernah berdusta. Beliau teruskan perkataannya, “Sekarang aku beri peringatan kepadamu semuanya, bahwa di hadapan saya ini azab Tuhan yang besar sedang mengancam kamu.” Seluruh orang terdiam, namun tiba-tiba bersoraklah Abu Lahab, “Apa kamu mengumpulkan kami hanya untuk mengatakan itu? Celakalah engkau!” Beberapa saat kemudian, turunlah Surat Surah Al-Lahab.

 

b. Dakwah di Dzil Majaz: Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sedang berdakwah di Pasar Dzil Majaz, beliau berkata:

 

ايها الناس، قولوا لا اله الا الله تفلحوا

 

“Hai sekalian manusia! Katakanlah La Ilaha Illallah (Tidak ada Tuhan melainkan Allah), niscaya kamu sekalian akan mendapat kemenangan.”

 

Banyak orang berkumpul mendengarkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian, datanglah Abu Lahab dengan berkata : “Jangan kalian dengarkan dia. Dia telah khianat dengan agama nenek-moyangnya, dia adalah seorang pendusta!”.

 

c. Dakwah kepada Delegasi Kabilah Arab: Utusan kabilah-kabilah Arab hendak menemui Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam di Makkah untuk meminta keterangan mengenai Islam. Merekapun ditemui oleh Abu Lahab. Kalau orang itu bertanya tentang keponakannya itu, ia berkata “Penipu, tukang sihir”.

 

Akhir Hidup Abu Lahab dan Istrinya

 

Banyak riwayat yang menyatakan wafatnya Abu Lahab dan Istrinya. Abu Lahab meninggal setelah peristiwa Perang Badar, di mana dia terjangkit penyakit yang tidak diketahui jenisnya. Namun Abu Lahab sendiri meyakini dia menderita bisul di perut atau juga kolera.

Penyakit yang dideritanya menimbulkan bau tak sedap yang membuat siapapun enggan mendekatinya. Bahkan ketika sudah meninggal, dia dikubur hanya dengan batu tanpa ada yang mendekatinya.

 

Sedangkan istrinya, Ummu Jamil mati saat duduk di atas batu di padang pasir, dengan kalung di lehernya. Kalung tersebut dia berjanji menggunakan kalung itu didonasikan untuk menentang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Lalu Allah mengambil ajalnya tanpa maksud mencelakai keponakan suaminya terwujud. Inilah akhir hidup yang hina-dina dari penentang Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam.

 

Faedah:

 

Satu, Abu Lahab, secara nasab, merupakan paman Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

 

Dua, hubungan Abu Lahab dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sebelum beliau mengemban misi dakwah, sangat baik.

 

Tiga, perlakuan Abu Lahab terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam setelah masa Kenabian sangat jelas memusuhi keponakannya itu dan selalu mendapat backing dan provokasi dari istrinya.

 

Empat, akhir hidup para penentang dakwah pasti hina-dina dunia-akhirat.

 

Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat!

 

(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Pelajar Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)

L

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *