Oleh: Hayat Abdul Latief

 

Berikut ini dialog imajiner dua teman bersahabat antara seorang Muslim dan Kristiani:

 

*Kristiani*: “Kenapa engkau tidak mengucapkan selamat natal padaku?”

 

*Muslim*: “Tidak, Agama kami menghargai toleransi antar agama, termasuk agamamu. Tapi urusan ini, agama saya melarangnya!”

 

*Kristiani*: “Tapi kenapa? Bukankah hanya sekedar kata-kata?!”

 

*Muslim*: “Benar! Seorang mejadi muslimpun karena hanya sekedar kata-kata, yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat. Saya halal menggauli istri sayapun, karena hanya sekedar kata-kata yaitu akad nikah, dan Istri saya yg sa’at ini sedang halal saya gaulipun bisa kembali menjadi haram atau zina jika saya mengucapkan kata talak atau cerai, padahal hanya sekedar kata-kata.

 

*Kristiani*: “Tapi teman-teman muslimku yang lain mengucapkannya padaku?”

 

*Muslim*: “Ooh. Mungkin mereka belum faham dan mengerti. Oh ya, bisakah kau mengucapkan dua kalimat Syahadat?! ”

 

*Kristiani*: “Oh tidak, saya tidak bisa. Itu akan mengganggu Keimanan saya!”

 

*Muslim*: “Kenapa? Bukankah hanya kata-kata saja? Ayo, ucapkanlah!”

 

*Kristiani*: ” Okey. Sekarang saya paham dan mengerti!”

 

Syahadat

 

Syahadat memiliki arti pengakuan dan penyaksian dengan sebenarnya baik secara lahir maupun batin. Kalimat Syahadat artinya: “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah”.

 

Ada 2 kandungan dalam kalimat syahadat, yaitu:

 

1. Syahadat Tauhid : Artinya menyaksikan dan mengakui ke Esaan Allah SWT. Makna syahadat tauhid/kalimat tauhid laa ilaaha illallaah adalah tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Alloh SWT. Konsekuensi yang dikandung oleh orang yang telah mengucapkan kalimat tauhid adalah hanya menyembah Allah SWT serta mematuhi syariat-Nya, mengimani dan meyakini bahwa syariat-Nya adalah benar.

 

2. Syahadat Risalah : Artinya menyaksikan dan mengakui kerasulan Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam. Makna kata Muhammad Rasulullah menuntut kesediaan menjadikan Rasullullah sebagai teladan. Kalimat ini menjadikan seorang muslim memiliki rasa cinta, ridho dengan segala yang dicontohkan dari segi amal, perkataan dan semua tingkah laku beliau.

 

Fadhilah mengucapkan dan meyakini 2 kalimat syahadat;

 

مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ

 

“Barangsiapa yang meninggal sedangkan dia mengetahui makna La Ilaha Illallah pasti masuk surga.” (HR. Muslim, hadits marfu’ dari Utsman bin Affan r.a)

 

Rasulullah y bersabda:

 

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ لَا يَلْقَى اللَّهَ بِهِمَا عَبْدٌ غَيْرَ شَاكٍّ فِيهِمَا إِلَّا دَخَلَ الْجَنَّةَ

 

“Saya bersaksi bahwa tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah dan aku adalah utusan Allah, tiada-lah seorang hamba bertemu Allah (meninggal dunia) dengan membawa keduanya tanpa ada keraguan sedikitpun pasti ia akan masuk surga.” (HR. Muslim, dari Abu Hurairah r.a)

 

Hari Mualaf Sedunia

 

Muallaf berasal dari bahasa arab yang memiliki arti pribadi yang dilembutkan hatinya. Hingga orang tersebut mengubah keyakinannya dan mengalami gejolak batin. Hingga kemudian hatinya dihaluskan dan dihaluskan oleh Allah SWT untuk memeluk Islam.

 

Dalam pengertian syariah, muallaf adalah orang-orang yang hatinya terikat untuk mencondongkan mereka kepada Islam, atau memperkuat mereka dalam Islam, atau menghilangkan bahaya mereka, atau membantu mereka melawan musuh, dan sejenisnya. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 36/12; Yusuf Qardawi, Fiqh Az Zakah, 2/57).

 

Sebagai umat Islam, kita tentu bangga dan bahagia jika ada teman non-muslim tertarik belajar Islam, apalagi sampai menjadi mualaf, menambah jumlah saudara seiman dan seislam. Hidayah itu bisa diperoleh dengan mempelajari agama Islam melalui Al-Qur’an sebagai kitab rujukan utama yang kemudian dijelaskan oleh hadits Rasulullah SAW .

 

Kadang-kadang juga seorang mendapatkan hidayah karena kecewa terhadap agama lamanya yang tidak mampu memberikan jawaban atas masalah keimanan atau teologis mereka. Bergaul dengan teman-teman yang mayoritas Islam, dengan melihat perilaku mereka juga mempengaruhi keimanan mereka, apalagi teman-teman muslimnya menunjukkan akhlak yang baik dan budi pekerti yang membuat mereka nyaman.

 

Memaksa orang untuk menganut agama mulia ini, menghalalkan segala cara dan banyak melakukan tipuan tidak dibenarkan dalam Al-Qur’an. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman;

 

لَآ إِكْرَاهَ فِى ٱلدِّينِ ۖ قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّشْدُ مِنَ ٱلْغَىِّ ۚ فَمَن يَكْفُرْ بِٱلطَّٰغُوتِ وَيُؤْمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسْتَمْسَكَ بِٱلْعُرْوَةِ ٱلْوُثْقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَا ۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

 

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”(QS. Al-Baqara: 256)

 

Maka ketika teman-teman mualaf menjadikan tanggal 25 Desember sebagai hari mualaf sedunia, sebenarnya tidak masalah. Kemudian ada orang yang menganggap hal ini akan menyinggung perasaan umat Kristiani. Namun kalau ditilik secara literatur, tanggal 25 Desember secara Qur’aniyah (mengacu kepada Al-Qur’an) dan Al-Kitabiah (mengacu kepada Bible) merupakan bukan kelahiran Yesus/Nabi Isa ‘alaihis salam. Wallahu a’lam.

 

Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat!

 

(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Pelajar Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)

 

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *