Oleh: Hayat Abdul Latief

 

Peralihan waktu merupakan tanda-tanda kebesaran Allah subhanahu wa ta’ala dengan adanya pergantian siang dan malam. Secara ilmiah, pergantian siang-malam disebabkan oleh perputaran Bumi pada porosnyalah (seringkali disebut rotasi Bumi). Bumi merupakan salah satu planet di tata surya yang mengelilingi Matahari dan sekaligus mengitari dirinya sendiri. Hikmah pergantian siang dan malam menurut Al-Qur’an dan Sains menarik untuk dipelajari. Siang dan malam tidaklah terjadi begitu saja kecuali di dalamnya terdapat pelajaran berharga.

 

Allah SWT berfirman;

 

يُقَلِّبُ اللّٰهُ الَّيۡلَ وَالنَّهَارَ‌ ؕ اِنَّ فِىۡ ذٰ لِكَ لَعِبۡرَةً لِّاُولِى الۡاَبۡصَارِ

 

“Allah mempergantikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu, pasti terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan (yang tajam).” (QS. An-Nur: 44)

 

Al-Qur’an memotivasi manusia agar memikirkan dan merenungkan fenomena yang terjadi di alam semesta. Salah satunya fenomena tersebut adalah pergantian siang dan malam. Tujuan merenung itu untuk mengenal keagungan, kemuliaan dan kebesarann Allah SWT. Firman-Nya;

 

اِنَّ فِىۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضِ وَاخۡتِلَافِ الَّيۡلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الۡاَلۡبَابِالَّذِيۡنَ يَذۡكُرُوۡنَ اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوۡدًا وَّعَلٰى جُنُوۡبِهِمۡ وَيَتَفَكَّرُوۡنَ فِىۡ خَلۡقِ السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضِ‌ۚ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هٰذَا بَاطِلًا ۚ سُبۡحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

 

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.” (QS. Ali ‘Imran Ayat 190-194)

 

Pergantian Waktu

 

Pergantian waktu dari detik menjadi menit, jam, hari, pekan, bulan, tahun dan seterusnya menghantarkan kita bertambah umur secara hitungan, namun pada hakekatnya berkurangnya jatah umur kita. Al-Qur’an menyebutkan ada 12 bulan dalam satu tahun. Allah SWT berfirman;

 

إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِى كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا۟ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ۚ وَقَٰتِلُوا۟ ٱلْمُشْرِكِينَ كَآفَّةً كَمَا يُقَٰتِلُونَكُمْ كَآفَّةً ۚ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلْمُتَّقِينَ

 

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS. At-Taubah: 36)

 

Dalam hal ini penanggalan Komariah dan syamsiah tidak ada bedanya, yakni sama-sama berjumlah 12 bulan dalam setahun. Penanggalan Komariah awal tahun dimulai dari bulan Muharram sedangkan penanggalan syamsiah awal tahun dimulai dari bulan Januari.

 

Tahun Baru: Semua Harus Serba Baru

 

Ada ungkapan setiap tahun baru semuanya harus serba baru. Ungkapan ini dilihat dari maknanya bisa benar bisa salah. Kalau ungkapan bermaksud harus serba baru dalam arti Letterlijk maka tidak selalu benar dan tidak selalu salah (seperti ungkapan tahun baru harus istri baru, rumah baru, mobil baru, baju baru dan seterusnya), tetapi kalau ada makna yang lain selain Letterlijk, maka itu suatu keharusan dan tidak salah (seperti ungkapan istri memang tidak baru, namun cara pandang kita dalam mencintai dan menyayangi istri harus selalu diperbaharui, baju tidak harus baru, namun cara pandang kita terhadap baju harus selalu baru dan seterusnya). Di bawah ini beberapa hal yang harus kita perbaharui setiap tahun, bulan, pekan, hari bahkan setiap saat.

 

a. Memperbaharui iman. Rasullullah SAW bersabda;

 

إِنَّ اْلإِيْمَانَ لَيَخْلَقُ فِي جَوْفِ أَحَدِكُمْ كَمَا يَخْلَقُ الثَّوْبُ الْخَلِقُ, فَاسْأَلُوْا اللهَ أَنْ يَجَدِّدُ اْلإِيْمَانَ فِي قُلُوْبِكُمْ

 

“Sesungguhnya iman didalam hati bisa (menjadi) usang (lapuk) sebagaimana pakaian yang bisa usang, maka mohonlah kepada Allah untuk memperbaharui iman yang ada didalam hatimu.” (HR. Al-Hakim, 1/45, dinyatakan shohih oleh Imam al-Hakim dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi, serta dinyatakan hasan oleh Imam Al-Haitsami)

 

Rasulullah SAW juga bersabda;

 

جَدِّدُوا إِيمَانَكُمْ ‏”‏‏.‏ قِيلَ‏:‏ يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ نُجَدِّدُ إِيمَانَنَا‏؟‏ قَالَ‏:‏ ‏”‏ أَكْثِرُوا مِنْ قَوْلِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ

 

“Perbaharuilah Iman kalian!” Beliau ditanya, “Wahai Rasulullah! Bagaimana kami memperbaharui Iman kami!?” Beliau bersabda, “Perbanyaklah oleh kalian ucapan: لا إله إلا الله (tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah).” (HR. Ahmad)

 

Di bawah ini beberapa kiat dalam memperbaharui iman:

 

1. Memahami hakikat tauhid. Senantiasa mengkaji dan mempelajari aqidah yang lurus.

 

2. Giat belajar ilmu agama.

 

3. Bergaul dengan orang-orang shalih.

 

b. Memperbaharui cara pandang terhadap waktu. Cara pandang kita terhadap waktu sebagaimana cara pandang para salafus shalih yang bisa menjadi panutan orang-orang sesudahnya. Berikut ini cara pandang salafus Soleh terhadap waktu:

 

Abdullah bin Mas’ud r.a seorang sahabat senior Nabi Muhammad SAW adalah salah seorang sahabat yang sangat menghargai waktu, diantara statement yang beliau sampaikan, “Tak ada penyesalan yang lebih mendalam dibandingkan penyesalanku atas hari yang mataharinya telah terbenam, dan umurku menjadi berkurang, namun amal yang aku lakukan tidak bertambah.”

 

Imam Hasan Al-Bashri rahimahullah seorang tabi’in terkemuka menyampaikan; ” Wahai anak Adam, engkau adalah hari-hari. Jika sebagian hari telah hilang, maka hilang pula sebagian dari dirimu”.

 

Al-Hafidz Adz-Dzahabi rahimahullah dalam kitab Siyar Alamin Nubala menceritakan tentang profil seorang ahli Hadis, Ubaid bin Ya’isy, salah seoran guru Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim. Bahwa Ammar bin Raja’ mengatakan, “Aku mendengar Ubaid bin Ya’isy berkata: “Selama tiga puluh tahun, aku tidak pernah makan malam dengan tanganku sendiri. Saudariku yang menyuapi aku makan malam, sedangkan aku menulis Hadits.”

 

c. Memperbaharui cara pandang terhadap kehidupan dunia. Dalam pandangan muslim, dunia bukanlah tujuan akhir dari perjalanan hidup manusia. Karena itulah dunia ini tidaklah kekal, karena akan selalu ada kematian sebagai akhir dari kehidupan di dunia ini. Akan tetapi, dunia adalah ladang untuk kehidupan yang abadi dan kekal, yaitu di akhirat kelak. Visi seorang muslim adalah akhirat, yakni menjadikan dunia sebagai ladang amal terbaik untuk kebahagiaan di akhirat kelak. Begitulah Allah menegaskan;

 

وَلَلآخِرَةُ خَيْرٌ لَكَ مِنَ الأولَى

 

“Dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan.” (QS Adh-Dhuha : 4)

 

Maksudnya kehidupan di akhirat itu lebih baik bagimu, karena di dalamnya terdapat kemuliaan-kemuliaan bagimu (dari permulaan) dari kehidupan duniawi.

 

d. Memperbaharui perilaku agar sesuai dengan ajaran Islam dengan menjadikan Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam sebagai suri tauladan terbaik sepanjang zaman. Wallahu a’lam.

 

Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat!

 

Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Pelajar Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)

 

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *