Oleh: Hayat Abdul Latief
Beriman kepada kitab-kitab Allah merupakan rukun iman ketiga dari 6 rukun lainnya. Yang wajib kita imani ada empat kitab suci, yaitu Zabur, firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Daud ‘alaihis salam, Taurat, firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Musa ‘alaihis salam, Injil, firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Isa ‘alaihis salam dan Al-Qur’an firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW.
Setelah mengumpulkan beberapa definisi, maka penulis menyimpulkan Al-Qur’an adalah:
كلام الله القديم المعجز المنزل على سيدنا محمد منجما بواسطة جبريل المتعبد بتلاوته المقروء فى الصلاة
“Kalam Allah yang qadim yang memiliki daya ijaz yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara berangsur-angsur melalui Malaikat Jibril membacanya dinilai ibadah (berpahala) yang dibaca diwaktu sholat.
Pengertian Wahyu Al-Qur’an
Wahyu secara sistematik berarti isyarat yang cepat termasuk bisikan di dalam hati dan ilham, surat, tulisan dan segala sesuatu yang disampaikan kepada orang lain untuk diketahui. Adapun secara terminologi wahyu adalah pengetahuan yang didapat seseorang di dalam dirinya serta diyakininya bahwa pengetahuan itu datang dari Allah, baik dengan perantaraan, dengan suara atau tanpa suara, maupun tanpa perantaraan, dengan demikian definisi wahyu yang digunakan dalam Al-Qur’an untuk menunjuk pemberitahuan Allah kepada nabi-nabi sudah berlainan sekali dengan pengertian bahasanya. Jadi wahyu tidak sama dengan ilham dan kasyaf/vision penglihatan batin, perasaan dalam jiwa, dan lain sebagainya.[M. Quraish Shihab, dkk, Sejarah dan ‘Ulum Al-Qur’an, Pustaka Firdaus: Jakarta, 2001 hal. 48]
Dalam pengertian ini dapat dilihat sebagaimana firman Allah;
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ اَنْ يُّكَلِّمَهُ اللّٰهُ اِلَّا وَحْيًا اَوْ مِنْ وَّرَاۤئِ حِجَابٍ اَوْ يُرْسِلَ رَسُوْلًا فَيُوْحِيَ بِاِذْنِهٖ مَا يَشَاۤءُ ۗاِنَّهٗ عَلِيٌّ حَكِيْمٌ
“Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan Dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. (QS. Asy-Syura: 51)
Dari ayat di atas dapat diketahui bahwa wahyu yang dikaruniakan kepada manusia ada tiga macam,yaitu:
(1) Pewahyuan (menurunkan wahyu) tanpa perantara,
(2) memperdengarkan suara dari belakang,
(3) Dengan perantaraan malaikat yang membawa wahyu/jibril. [M. Quraish Shihab, dkk, Sejarah dan ‘Ulum Al-Qur’an, Pustaka Firdaus: Jakarta, 2001 hal. 48]
Al-Qur’an secara keseluruhan diturunkan dalam bentuk wahyu yang ketiga seperti tertera dalam Al-Qu’an surat As-Syura ayat 51 diatas. Artinya Al-Qur’an tidak mengandung wahyu lain, sehingga dapat dikatakan bahwa Al-Qur’an adalah bentuk wahyu yang paling tinggi.
Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Al-Qur’an sepenuhnya berasal dari tuhan dan tidak sedikitpun ada campur tangan nabi Muhammad SAW. Allah bahkan mengancam nabi Muhammad apabila beliau mengada-ada didalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
تَنۡزِيۡلٌ مِّنۡ رَّبِّ الۡعٰلَمِيۡنَ وَلَوۡ تَقَوَّلَ عَلَيۡنَا بَعۡضَ الۡاَقَاوِيۡلِۙ
لَاَخَذۡنَا مِنۡهُ بِالۡيَمِيۡنِۙ ثُمَّ لَقَطَعۡنَا مِنۡهُ الۡوَتِيۡنَ
“Ia (Al-Qur’an) adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam. seandainya Dia (Muhammad) Mengadakan sebagian Perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang Dia pada tangan kanannya. kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. Maka sekali-kali tidak ada seorangpun dari kamu yang dapat menghalangi (Kami), dari pemotongan urat nadi itu.(QS. Al-Haqqah: 42-46)
satu-satunya kitab suci yang masih terpelihara keasliannya sampai sekarang adalah Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah;
اِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَاِنَّا لَهٗ لَحٰفِظُوْنَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al-Hijr: 9)
Proses Turunnya Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai wahyu ilahi disampaikan kepada nabi Muhammad SAW melalui proses yang disebut Tanzil, yaitu proses perwujudan Al-Qur’an dengan cara: Allah mengajarkan kepada malaikat Jibril, kemudian jibril menyampaikannya kepada nabi Muhammad. Ada juga ulama’ yang membedakan antara al-inzal dengan al-tanzil. Yang pertama berarti proses turunnya Al-Qur’an ke Lauh Mahfudz, sedangkan yang kedua berarti proses penyampaian Al-Qur’an dari lauhil mahfudz kepada nabi Muhammad melalui malaikat Jibril.[M. Quraish Shihab, dkk, Sejarah dan ‘Ulum Al-Qur’an, Pustaka Firdaus: Jakarta, 2001 hal. 48]
Ada dua cara penyampaian wahyu oleh Malaikat Jibril kepada Rosul:
Pertama, datang dengan suatu suara seperti suara lonceng, yaitu suara yang amat kuat yang dapat mempengaruhi kesadaran, sehingga ia dengan segala kekuatannya siap menerima pengaruh itu.
Kedua, Malaikat Jibril menjelma kepada Rosul sebagai seorang laki-laki. Cara seperti ini lebih ringan daripada cara sebelumnya, karena adanya kesesuaian antara pembicara dengan pendengar. Beliau mendengar apa yang disampaikan pembawa wahyu itu dengan senang, dan merasa tenang seperti seseorang yang sedang berhadapan dengan saudaranya sendiri.[Syaikh Manna Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta Timur, 2006, hal. 43]
Terdapat beberapa pendapat mengenai proses turunnya Al-Qur’an kepada nabi Muhammad SAW antara lain sebagai berikut:
1. Al-Qur’an diturunkan sekaligus ke Lauh Mahfudz, sebagaimana firman Allah;
بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مَجِيدٌ فِي لَوْحٍ مَحْفُوظٍ
“Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia. Yang (tersimpan) dalam Lauhil Mahfuzh.” (QS Al Buruj: 21-22)
2. Al-Qur’an diturunkan ke lauhil mahfudz ke langit bumi sekaligus, kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada nabi Muhammad SAW selama 23 tahun, sebagaimana firman Allah;
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)….” (QS. Al-Baqarah: 185)
Al-Zarqoni dalam Manahil Irfan berpendapat bahwa proses turunnya Al-Qur’an terdiri dari tiga tahapan, yaitu: pertama, turunnya Al-Qur’an ke Lauh Mahfudz, kedua, dari lauhil mahfudz ke bayt al-izzah dan ketiga, dari Baitul Izzah kepada nabi Muhammad SAW.
Jumhur ulama’ berpendapat bahwa Al-Qur’an diturunkan kepada nabi Muhammad selama kurang lebih 23 tahun, Al-Qur’an mulai diturunkan ketika nabi Muhammad sedang berkhalwat seorang diri di gua hiro’ pada malam senin tanggal 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran nabi, bertepatan tanggal 16 Agustus 610 M.
Masa turunnya Al-Qur’an dapat dibagi dalam dua periode, periode pertama disebut periode makkiyah dan periode kedua disebut periode madaniyah. Periode makkiyah yaitu ayat-ayat yang turun pada masa nabi Muhammad masih bermukim di Makkah selama 12 tahun 5 bulan 13 hari, persisnya sejak 17 Ramadhan tahun 41 dari kelahiran hingga permulaan rabiul awwal tahun 54 dari kelahiran nabi.
Sedangkan periode madaniyah yaitu ayat-ayat yang turun pada masa nabi Muhammad hijrah ke Madinah yaitu selama 9 Tahun 9 bulan dan 9 hari.
1. Turunnya Al-Qur’an sekaligus.
Dalam hal ini para Ulama’ terbagi kepada madzhab pokok:
a. Madzhab pertama, pendapat Ibnu Abbas dan sejumlah ulama’, bahwa: yang dimaksud dengan turunnya Al-Qur’an sekaligus ke Baitul Izzah di langit dunia untuk menunjukkan kepada para Malaikat bahwa betapa besarnya masalah ini. Selanjutnya Al-Qur’an diturunkan kepad nabi secara bertahap selama 23 Tahun sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang mengirinya, sejak beliau diutus hingga wafat.[http://sejarah-turunnya-al-quran.com]
b. Madzhab kedua, yaitu diriwayatkan Asy-sya’bi bahwa yang dimaksud dengan turunnya Al-Qur’an dimulai pada malam lailatul Qodr di bulan ramadhan, yang merupakan malam yang diberkahi. Kemudian setelah itu turun secara bertahap sesuai dengan berbagai peristiwa yang mengiringinya selama kurang lebih 23 tahun.[http://sejarah-turunnya-al-quran.com]
Sedangkan pendapat yang kuat adalah, Al-Qur’an itu diturunkan dua kali:
Pertama, diturunkan sekaligus pada Lauhil Mahfudz ke Baitul ‘Izzah di langit Dunia.
Dan yang kedua, diturunkan dari langit dunia ke bumi secara berangsur-angsur selama dua puluh tiga tahun.
2. Turunnya Al-Qur’an secara bertahap. Allah berfirman;
وَإِنَّهُ لَتَنزيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ نزلَ بِهِ الرُّوحُ الأمِينُ عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ
“Dan Sesungguhnya Al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, Dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.” (QS. As-Syu’ara’: 192-195)
Jibril telah menurunkan Al-Qur’an ke dalam hati Rosulullah. Yang dimaksud turunnya bukanlah turunnya yang pertama kali di langit Dunia, tetapi turunnya Al-Qur’an secara bertahap. Al-Qur’an turun berangsur-angsrur selama 23 tahun, 13 tahun di Makkah menurut pendapat yang kuat, dan 10 tahun di Madinah.
Allah juga berfirman;
وَقُرْاٰنًا فَرَقْنٰهُ لِتَقْرَاَهٗ عَلَى النَّاسِ عَلٰى مُكْثٍ وَّنَزَّلْنٰهُ تَنْزِيْلًا
“Dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.” (QS. Al-Isra: 106)
Maksudnya, kami telah menjadikan turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur agar kami membacanya kepada manusia secara perlahan dan benar.[http://sejarah-turunnya-al-quran.com]
Turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur mempunyai beberapa hikmah. Menurut manna’ al qattan sebagai berikut:
1. Untuk meneguhkan hati nabi Muhammad. Mengingat watak keras masyarakat yang dihadapai nabi, dengan turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur memperkuat hati nabi. Tidak sedikit ayat yang secara langsung meminta nabi untuk bersabar dalam mengembangkan misinya.
2. Sebagai mu’jizat. Mengingat banyaknya tantangan yang dihadapi nabi dari kaum kafir, termasuk pertanyaan-pertanyaan yang berbau memojokkan, seperti tentang hal-hal ghoib, nabi terasa terbantu dengan turunnya ayat yang menjelaskan pertanyaan tersebut.
3. Untuk memudahkan hafalan dan pemahaman Al-Qur’an, sekiranya Al-Qur’an turun sekaligus, sulit untuk segera dihafal dan dipahami isinya.
4. Untuk menerapkan hukum secara bertahap. Penghapusan beberapa tradisi masyarakat arab serentak sangat sulit. Dengna proses dan pertahapan, lambat laun masyarakat tersebut lebih bisa menerima hukum-hukum baru dari Al-Qur’an.
5. Sebagai bukti bahwa Al-Qur’an adalah bukan rekayasa nabi Muhammad atau manusia biasa. Meskipun rangkaian ayat-ayat turun selama 23 tahun tetapi kandungannya tetap konsisten secara keseluruhan. [http://sejarah-turunnya-al-quran.com]
Kesimpulan:
Satu, beriman kepada kitab-kitab Allah merupakan rukun iman ketiga dari enam rukun lainnya.
Dua, Al-Qur’an adalah kalam Allah yang qadim yang memiliki daya ijaz yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara berangsur-angsur melalui Malaikat Jibril membacanya dinilai ibadah (berpahala) yang dibaca diwaktu sholat.
Tiga, Wahyu yang dikaruniakan kepada manusia ada 3; pewahyuan tanpa perantara, memperdengarkan suara dari balik tabir dan dengan perantaraan malaikat yang membawa Wahyu.
Empat, 2 cara penyampaian Wahyu melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad; Pertama, malaikat Jibril datang dengan suara seperti suara lonceng dan ini Wahyu yang paling berat yang dirasakan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam. Kedua Malaikat Jibril datang kepada Nabi Muhammad menyerupai laki-laki yang tampan.
Lima, Al-Qur’an turunnya sekaligus dari loh Mahfudz ke laut ke Baitul Izzah langit dunia sedangkan dari langit dunia kepada Muhammad turunnya berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun.
Enam, hikmah turunnya Al-Qur’an secara berangsur-angsur; untuk meneguhkan hati Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, sebagai mukjizat untuk menghadapi tantangan yang dihadapi Nabi Muhammad dari kaum kafir, untuk memudahkan hafalan dan pemahaman Al-Qur’an, untuk menerapkan hukum secara bertahap dan lain sebagainya. Wallahu a’lam.
(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Pelajar Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)

