Oleh: Hayat Abdul Latief

 

Tulisan ini bukanlah catatan pengamat politik apalagi analisis model kepemimpinan negara antah-berantah yang semakin tidak jelas orientasinya terhadap kesejahteraan rakyat.

 

Cak Nun Ibaratkan Jokowi Firaun

 

Diketahui, budayawan Emha Ainun Nadjib alias Cak Nun sempat memberikan kritik pedas kepada Presiden Jokowi dengan menyamannya dengan Firaun. Pernyataannya itu sempat viral dan akhirnya diklarifikasi oleh Cak Nun. Dia mengaku tergelincir dalam kesalahan. Dia pun secara terbuka mengakui kesalahannya dan meminta maaf.

 

“Itu di luar rencana saya dan sama sekali di luar kontrol saya. Makanya tadi saya bikin video sama Sabrang, judulnya Mbah Nun Kesambet,” aku Cak Nun.

 

Mengutip CNN Indonesia, potongan video ceramah Cak Nun menyebut Jokowi sebagai Firaun dan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Haman viral.

 

“Hasil pemilu mencerminkan tingkat kedewasaan dan tidak rakyatnya. Betul tidak? Bahkan juga algoritma pemilu 2024. Kan, enggak mungkin menang, wis sa ono sing menang saiki,” kata Cak Nun dalam potongan video tersebut.

 

“Karena Indonesia dikuasai oleh Firaun yang namanya Jokowi, oleh Qorun yang namanya Anthony Salim dan 10 naga. Terus Haman yang namanya Luhut,” tambahnya.

 

Cak Nun menilai seluruh sistem dan instrumen politik di Indonesia sudah dipegang oleh Firaun, Haman dan Qorun.

 

“Negara kita sesempurna dicekel oleh Firaun, Haman, dan Qorun. Itu seluruh sistemnya, seluruh perangkatnya, semua alat-alat politiknya sudah dipegang mereka semua. Dari uangnya, sistemnya, sampai otoritasnya, sampai apapun,” kata Cak Nun dalam potongan video tersebut.

 

Amin Rais seolah-olah membenarkan Cak Nun. Dilansir Warta Ekonomi, Jakarta: Ketua Majelis Syuro Partai Ummat Amien Rais tiba-tiba secara terbuka mengulas kisah terkait dengan sosok Firaun. Amien Rais membeberkan sejumlah kekejaman Firaun. Namun terdapat hal yang unik dari penjelasannya, dirinya mengait-ngaitkan hal tersebut dengan zaman modern ini bahkan mengatakan apa yang terjadi dalam kisah Firaun sedang terjadi saat ini. Lebih lanjut Amien menyebutkan bahwa dalam menjalankan kekuasaannya Firaun dibantu penasehat yang disebut elite.

 

Firaun juga mempunyai tukang sihir yang jasanya dipakai untuk menggertak dan meneror rakyatnya sendiri. Firaun juga memelihara ratusan tukang sihir yang berfungsi sebagai penggertak dan paneror rakyatnya sekaligus semacam buzzer yang dapat bayaran tinggi. Nah para penyihir ini menjadi penjilat dan buzzer murahan itu dikisahkan dalam Al Quran.

 

Berbeda dengan Fauzan Fuadi yang menghimbau agar netizen jangan berlebihan dalam menanggapi kritik Cak Nun kepada Jokowi. Dilansir detikJatim, Kamis (29/2/2023), Bendara DPW PKB Jatim Fauzan Fuadi menyebut orasi Cak Nun tidak seharusnya dimasukkan ke hati. Menurutnya, Cak Nun adalah budayawan berilmu tinggi.

 

Penjelasan Fauzan kepada detikJatim, Kamis (19/1/2023), Orasi Mbah Nun jangan selalu dimasukkan hati. Kata-kata beliau tidak bisa dicerna hanya dalam satu sudut pandang. Beliau itu budayawan dengan kedalaman ilmu agama yang sangat mumpuni. Harus cerdas menyikapi Mbah Nun. Netizen tidak perlu baper (terbawa perasaan).

 

Fauzan pun meminta netizen tak berlebihan merespons pernyataan Cak Nun. Terlebih, Jokowi tidak bereaksi terhadap pernyataan Jokowi Firaun itu.

 

Fauzan menegaskan, tidak boleh memaknai kritik secara dangkal, sedangkan Pak Jokowi tidak bereaksi apa-apa. Pak Jokowi seorang negarawan, beliau tidak antikritik. Netizen tidak boleh heboh, apalagi ada yang lapor pihak berwajib segala.

 

Dia pun meminta kritik dari Cak Nun tidak disikapi pikiran dangkal. Terlebih, menurutnya, setiap manusia memiliki potensi sifat seperti Firaun.

 

Penjelasan Fauzan, seandainya dia jadi Pak Jokowi, justru dia langsung minta waktu ke Mbah Nun. Sowan, minta doa, minta nasihat. Kritik Mbah Nun jangan dimaknai dangkal. Dipikir dan diresapi, biar akal kita bekerja.

 

Pandangan Pengamat Politik UNJ Ubaidillah

 

Ubedilah menilai, Cak Nun sering tanpa basa-basi melakukan kritik kepada penguasa siapapun. Hal itu dianggap sebagai fungsi intelektual yang berpihak kepada kebenaran, dan mengatakan yang benar mesti pahit dan penuh resiko.

 

Menurut Ubaidillah, Cak Nun melakukan kritik terhadap tiga kekuatan politik yang berpengaruh di Indonesia saat ini, yang mengendalikan kebijakan saat ini. Yaitu kepada penguasa, pembantu atau penasehat penguasa dan kepada oligarki.

 

Ubedilah menganggap, hal yang menarik ketika Cak Nun menggunakan terminologi abad ke-13 sebelum masehi, yaitu zaman Musa atau Moses. Merujuk pada kisah Fir’aun (penguasa), Haman (penasehat) dan Qorun (oligarki), tiga tokoh antagonis ini musuh Nabi Musa atau Moses.

 

Ciri Fir’aun itu kata Ubedilah, di antaranya penguasa yang merasa paling hebat, merasa paling benar, tidak mau mendengar aspirasi rakyatnya, menindas rakyat kecil dan tidak ada yang mampu menandingi kekuasaannya, semaunya buat aturan, semuanya tunduk kepadanya kecuali Musa.

 

Ubaidillah menjelaskan, jika Cak Nun menyamakan Jokowi dengan Fir’aun itu kritik tajam kepada Jokowi sebagai presiden bukan sebagai individu. Jadi Cak Nun ada benarnya, karena ciri-ciri perilakunya terpenuhi atau mendekati ciri Firaun sebagaimana dijelaskan di atas.

 

Sedangkan ciri Haman kata Ubedilah, adalah penasehat yang menjilat kepada penguasa dengan melegitimasi semua aturan yang dibuat penguasa meskipun aturan tersebut ditolak publik. Di saat yang sama, Haman juga menjadi pelaksana sejumlah proyek Istana.

 

Masih menurut Ubaidillah, dalam konteks Indonesia, ciri ini memang saat ini melekat atau dekat dengan ciri-ciri Luhut Binsar Pandjaitan yang terkonfirmasi ketika LBP memegang belasan jabatan di sejumlah projek. Jadi jika Cak Nun menyebut LBP seperti Haman itu ada benarnya.

 

Sedangkan Qorun, kata Ubedilah, ciri utamanya adalah oligarki, pengusaha dan gemar menumpuk harta. Sehingga, ada benarnya jika Cak Nun menyebut 10 naga adalah Qorun.

 

Penjelasan penutup Ubaidillah, jika perilaku seperti Firaun, Haman dan Qorun masih terus terjadi, itu keadaan yang berbahaya bagi masa depan demokrasi, masa depan kemanusiaan dan masa depan kesejahteraan rakyat.

 

Tentang polemik Jokowi Fir’aun, sebaiknya kita harus mengenal gaya kepemimpinan Fir’aun. Berikut ini Ciri-ciri Kekuasaan Fir’aun:

1. Sempurna menguasai sistem, perangkat dan uang dalam mengekalkan absolutitas kekuasaan.

2. Mempekerjakan tukang sihir untuk menyalahkan yang benar dan membenarkan yang salah (semacam buzzer).

3. Memusnahkan lawan politik.

4. Memberikan fasilitas kepada loyalis.

5. Tidak boleh bernyanyi dengan nada dan irama yang berbeda dengan himne protokoler penguasa.

 

Setelah mengenal ciri-ciri kekuasaan Firaun dan membandingkannya dengan gaya kepemimpinan Jokowi, apakah keduanya memiliki kemiripan? Maka dari balik relung hati yang paling dalam, rakyat sendiri yang bisa menjawabnya. Wallahu a’lam

 

Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat!

 

(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Pelajar Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)

 

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *