Oleh: Hayat Abdul Latief
Di antara tujuan menikah di samping untuk mendapatkan sakinah, mawadah dan rahmah, juga ingin mendapatkan keturunan. Menikah merupakan sunnah para nabi. Allah SWT berfirman,
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ اَزْوَاجًا وَّذُرِّيَّةً ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗلِكُلِّ اَجَلٍ كِتَابٌ
“Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad) dan Kami berikan kepada mereka istri-istri dan keturunan. Tidak ada hak bagi seorang rasul mendatangkan sesuatu bukti (mukjizat) melainkan dengan izin Allah. Untuk setiap masa ada Kitab (tertentu).”(QS. Ar-Ra’d: 38)
Dari Nabi Adam dan Ibunda Hawa, keturunan manusia tersebar menjadi laki-laki dan perempuan yang banyak. Memang ada tren baru di kalangan pasangan yang ingin bebas dari anak atau child-free dengan alasan punya anak adalah beban, repot, menghalangi aktivitas dan karir. Coba renungkan, seandainya orang tua kita punya pemahaman semacam ini, dipastikan kita tidak ada. Wal ‘Iyyadz Billah.
Kita dianjurkan bukan hanya memiliki anak, namun anak yang dimaksud adalah anak berkualitas yang disebut anak sholih/ah. Al-Qur’an merekam doa Nabi Ibrahim as yang ingin dikaruniai anak sholih;
رَبِّ هَبْ لِى مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ
“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shaleh.” (Ash-Shaffat: 100)
Bersyukur kepada Allah SWT atas pemberian anak kepada kita dengan kenduri tasyakuran sebagai ekspresi kegembiraan terhadap karunia-Nya. Tidak boleh dilupakan juga kita mohon perlindungan kepada Allah atas anak kita dari hal-hal yang tidak kita inginkan, dengan doa;
أُعِيْذُكَ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَامَّةٍ
“Aku lindungi kamu dengan kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan setiap setan, setiap binatang, dan dari setiap mata jahat,”
Keterangan: apabila anak berjenis kelamin laki-laki menggunakan kata ganti ك (dibaca ka), bila berjenis kelamin perempuan menggunakan kata ganti ك (dibaca ki), bila ada dua anak menggunakan kata ganti كما (dibaca kuma) sebagaimana doa perlindungan Rasulullah teruntuk Hasan dan Husein yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari Imam, Tirmidzi dan lainnya dan seterusnya.
Sedangkan orang-orang yang melihat saudara muslimnya dikaruniai anak oleh Allah SWT hendaknya bergembira dengan tahniah atau ucapan selamat. Dalam Al-Adzkar An-Nawawiyah disebutkan, ketika menjenguk orang yang baru melahirkan hendaklah mengucapkan;
بَارَكَ اللهُ لَكَ فِي الْمَوْهُوْبِ لَكَ ، وَشَكَرْتَ الْوَاهِبَ ، وَبَلَغَ أَشُدَّهُ ، وَرُزِقْتَ بِرَّهُ
“Semoga Allah memberkahimu untuk anak yang diberikan kepadamu. Semoga engkau pun bersyukur kepada Sang Pemberi, dan dia dapat mencapai dewasa, serta engkau dikaruniai kebaikannya.”
Ketika mendengarkan ucapan tersebut, orang tua si bayi hendaklah menjawab;
بارَكَ اللهُ لَكَ، وَبَارَكَ عَلَيْكَ، جَزَاكَ اللهُ خَيْرًا، وَرَزَقَكَ اللهُ مِثْلَهُ وَ أَجْزَلَ اللهُ ثَوَابَكَ
“Semoga Allah memberkahimu dan melimpahkan kebahagiaan untukmu dan memberikan balasan kepadamu dengan kebaikan, dan Allah memberikan karunia berupa rezeki setimpal serta melipat-gandakan pahalamu.”
Di hari ketujuh dari kelahiran anaknya, orang tua hendaknya mengaqiqahkannya. Rasulullah SAW bersabda;
كُلُّ غُلَامٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ، تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ، وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ، وَيُسَمَّى
“Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, disembelih untuknya pada hari ketujuh dicukur rambutnya dan diberi nama.” (HR. 5 Muhaditsin [Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah], dinilai sahih oleh Imam At-Tirmidzi)
Di dalam aqiqah itu sendiri, terdapat beberapa nilai pendidikan:
Satu, pendidikan keimanan. Dengan akikah, seseorang telah menunjukkan bukti iman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya
Dua, pendidikan ibadah. Dengan akikah, seseorang telah melakukan satu ibadah yang disyariatkan dalam Islam.
Tiga, pendidikan akhlak. Dengan akikah, akan memunculkan akhlak yang baik pada anak saat sudah dewasa kelak.
Empat, pendidikan sosial. Dengan akikah, akan memunculkan sikap peduli terhadap orang lain. Wallahu a’lam.
Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat!
(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Pelajar Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)