Oleh Hayat Abdul Latief
Imam Al-Ghazali dalam Al-Maqshadul Asna fi Syarhi Ma’ani Asmaillah al-Husna” menjelaskan bahwa kekuatan Allah SWT bisa disaksikan dari kekuatan makhluk-Nya (alam semesta dan hewan sekalipun) yang seringkali tidak mampu dikalahkan oleh kekuatan manusia. Pun bisa dirasakan oleh seorang hamba ketika dihadapkan pada sesuatu yang tidak mampu. Salah satu rahasia agar seseorang mudah merasakan kekuatan Allah adalah ia harus mendekatkan diri kepada Allah. Dalam hal dunia saja, orang lemah akan mendekat kepada orang kuat supaya menjadi kuat dan dilindungi. Negara lemah akan mendekat pada negara kuat supaya menjadi kuat dan tidak diganggu negara lain. Itu merupakan fitrah, yang lemah mendekat kepada yang kuat.
Bila seseorang telah merasakan kekuatan Allah, maka ia akan menganggap di luar kekuatan Allah adalah lemah. Dengan hanya bersandar kepada kekuatan Allah, maka ia akan menjadi mukmin yang kuat. Tidak mudah untuk beralih keyakinan hanya karena rayuan dunia. Tidak mudah terdorong pada kemaksiatan dan tergelincir pada kenistaan hanya karena kesenangan duniawi sesaat.
Sebagai bukti kekuatan Allah, Dia tidak membutuhkan kepada apapun dan siapapun. Allah tidak membutuhkan bantuan orang lain dalam melakukan apa saja. Bahkan Allah tidak membutuhkan ibadah kita. Dalam Hadis Qudsi, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يا عبادي ! لو أن أولكم وآخركم وإنسكم وجنكم . كانوا على أتقى قلب رجل واحد منكم . ما زاد ذلك في ملكي شيئا . يا عبادي ! لو أن أولكم وآخركم . وإنسكم وجنكم . كانوا على أفجر قلب رجل واحد . ما نقص ذلك من ملكي شيئا
“Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari awal penciptaan sampai akhir penciptaan. Seluruhnya menjadi orang yang paling bertaqwa, hal itu sedikitpun tidak menambah kekuasaan-Ku. Wahai hamba-Ku, andai seluruh manusia dan jin dari awal penciptaan sampai akhir penciptaan. Seluruhnya menjadi orang yang paling bermaksiat, hal itu sedikitpun tidak mengurangi kekuasaan-Ku” (HR. Muslim )
Allah tidak butuh ibadah kita melainkan sebaliknya, kitalah yang butuh. Ibadah itu ibarat makan, kita makan agar mendapatkan energi, membantu pertumbuhan jasmani. Begitu juga dengan ibadah, kita beribadah agar mendapatkan ketentraman dan kedamaian rohani, dan juga agar semakin menumbuhkan rasa ketaqwaan kita kepada Allah SWT.
Allah SWT Tempat meminta. Itulah mengapa Rasulullah mengajarkan kita untuk berdoa dalam segala hal. Allah SWT berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ
“Wahai manusia, pada hakekatnya kalian semua butuh (faqir) kepada Allah dan Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji.
Sebuah syair yang indah
اللهُ يَغْضَبُ إِنْ تَرَكْتَ سُؤَالَهُ… وَبُنَيُّ آدَمَ حِيْنَ يُسْئَلُ يَغْضَبُ
“Allah marah jika engkau tidak memohon kepadanya… Sedangkan Anak Adam maka marah jika dimintai”
Karena Allah Maha kuat, tidak butuh kepada apapun dan siapapun dan menjadi Tempat meminta, pasti Dia Tidak pernah berdoa kepada siapapun. Karena kalau Dia berdoa pasti lemah dan butuh kepada selain diri-Nya – dan itu tidak layak bagi-Nya.
Oleh karena itu kita tidak boleh berdoa kepada yang berdoa. Karena yang berdoa pasti lemah membutuhkan sesuatu di luar dirinya dan pasti makhluk. Kita tidak boleh berdoa kepada malaikat, para nabi apalagi kepada Iblis karena mereka semua adalah makhluk yang lemah di hadapan Allah SWT.
Malaikat berdoa kepada Allah untuk orang-orang beriman. Di antara doa mereka terdapat dalam Surat Ghafir ayat 8;
رَبَّنَا وَأَدْخِلْهُمْ جَنَّٰتِ عَدْنٍ ٱلَّتِى وَعَدتَّهُمْ وَمَن صَلَحَ مِنْ ءَابَآئِهِمْ وَأَزْوَٰجِهِمْ وَذُرِّيَّٰتِهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ
“Ya Tuhan kami, dan masukkanlah mereka ke dalam surga ‘Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang saleh di antara bapak-bapak mereka, dan isteri-isteri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Para nabi – demikian juga Nabi Isa yang orang Kristen menyebutnya Yesus – berdoa kepada Allah SWT. Doa Nabi Isa dalam Al-Qur’an;
اللّٰهُمَّ رَبَّنَاۤ اَنۡزِلۡ عَلَيۡنَا مَآٮِٕدَةً مِّنَ السَّمَآءِ تَكُوۡنُ لَـنَا عِيۡدًا لِّاَوَّلِنَا وَاٰخِرِنَا وَاٰيَةً مِّنۡكَۚ وَارۡزُقۡنَا وَاَنۡتَ خَيۡرُ الرّٰزِقِيۡنَ
“Ya Allah Ya Tuhan kami, turunkanlah kepada kami hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami, yaitu bagi orang-orang yang sekarang bersama kami maupun yang datang setelah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; berilah kami rezeki, dan Engkaulah sebaik-baik pemberi rezeki.” (QS Al-Maidah Ayat 114)
Dalam ayat tersebut Nabi Isa memohon kepada Allah agar diturunkan hidangan dari langit dan akan diberi rezeki, lalu Allah mengabulkan doanya. Bahkan dalam Bibel Perjanjian Baru sendiri, Matius 27:46, berbunyi:
Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: ”Eli, Eli, lama sabakhtani?” Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?
Dalam Matius 27:46 ini, Yesus menyeru Allah atau berdoa kepada Allah yang berarti butuh kepada Allah. Kalau Yesus Tuhan tidak mungkin berdoa minta keselamatan kepada selain dirinya.
Iblis berdoa kepada Allah SWT agar ditangguhkan hidupnya sampai hari kiamat dan Allah mengabulkannya. Bermaksud dalam surat Al-A’raf Ayat 14,
قَالَ أَنظِرْنِىٓ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“Iblis berkata: “Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan”.
Iblis berdoa kepada Allah SWT dalam ayat tersebut agar ditangguhkan sampai hari kiamat untuk menggoda umat manusia.
Walhasil, Allah Maha Kuat, tidak butuh kepada siapapun dan apapun, dan Tempat meminta. Kewajiban kita berdoa kepada-Nya dan tidak boleh berdoa kepada makhluk yang berdoa kepada-Nya. Wallahu a’lam.
Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat!
(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Pelajar Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)

