Oleh: Hayat Abdul Latief

 

Sungguh indah apa yang ditulis oleh syaikhul Islam Abu Hamid Imam Al Ghazali dalam karya agung Ihhya Ulumuddin. Mudah-mudahan kesederhanaan ringkasan terjemahan ini tidak mengurangi substansi yang beliau maksudkan:

 

“Allah SWT telah menjadikan bumi tunduk (melayani) kepada hamba-hamba-Nya dan agar mereka dapat menjadikannya sebagai tempat tinggal. Lalu mereka mengambil perbekalan darinya untuk membawa mereka dalam perjalanan menuju negeri tujuan dan menyimpan darinya harta untuk jiwa mereka, baik berupa perbuatan dan kemurahan, serta waspada terhadap jebakan dan perangkapnya.

 

Umur manusia, pada hakikatnya, adalah kendaraan yang membawa mereka sebagaimana kapal membawa penumpangnya. Manusia di dunia ini, hakikatnya, dalam sebuah perjalanan. Start awalnya masa buaian, dan batas akhirnya adalah liang lahat, dan tempat menetap mereka adalah surga atau neraka.

 

Umur adalah jarak tempuh perjalanan. Periode tahun adalah perjalanan satu marhalahnya, periode bulan adalah perjalanan satu farsakhnya, periode harian adalah perjalanan satu milnya, hembusan napas adalah derap langkah kakinya, taat dan ibadah adalah komoditasnya, waktu adalah modalnya, nafsu-syahwat adalah begal jalanannya.

 

Keuntungannya adalah bertemu dengan Allah SWT di surga yang penuh damai dan kebahagiaan yang abadi. Kerugiannya adalah jauh dari Allah SWT disertai hukuman, belenggu dan siksaan yang menyakitkan di kedalaman neraka jahim.

 

Orang yang lalai, berada dalam tarikan nafas sampai dia meninggal dunia dalam ketidaktaatan, ditampilkan pada hari taghabun (hari ditampakkannya kesalahan-kesalahan), disertai penderitaan yang tidak ada habisnya.” (Mukhtashar Ihya Ulumuddin, Bab 10 – Aurad)

 

Allah Mencintai Mu’min Yang Bekerja

 

Dalam menjalani kehidupan ini kita harus bekerja. Rasulullah SAW bersabda;

 

إن الله يحب إذا عمل أحدكم عملا أن يتقنه (أخرجه أبو يعلى والطبراني)

 

“Sesungguhnya Allah mencintai jika salah satu di antara kalian melakukan sebuah amalan (pekerjaan) lalu menyempurnakannya.” (HR. Abu Ya’la dan At-Thabarani)

 

Memperkuat hadis tersebut, Umar bin Khattab pernah berkata: “jika ada seseorang yang mengagumkan akan tetapi dia tidak memiliki pekerjaan, maka ia tidak ada apa-apanya di mataku.”

 

Allah memuji seorang mukmin yang bekerja – kesibukannya tidak membuat mereka berpaling dari ketaatan dan perintah Allah. Perdagangan dan jual belinya tidak membuat mereka jauh dari Allah – selalu dzikirullah dan selalu memenuhi panggilan shalat. Firman-Nya,

 

رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ

 

“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.” (QS. An Nur: 37

 

Seorang mu’min kesibukan bekerja dan berusahanya tidak melupakan hubungan dengan Sang Pencipta. Bekerja dan berusaha untuk mencapai kesuksesan dalam hidup tidaklah salah karena memang dituntunkan dalam agama. Justru bekerja dan berusaha harus dibingkai sebagai ibadah. Bukanlah sikap yang bijak jika hanya bekerja dan menghitung keuntungan dengan melupakan kewajiban beribadah. Dalam tuntunan agama Islam, saat bekerja di siang hari agar bernilai ibadah, awalilah dengan basmalah. Setiap orang pun dianjurkan untuk bangun pagi. Saat bangun pagi ini, ada perintah menjalankan shalat Shubuh yang sebelumnya ada tuntunan shalat sunnah Fajar. Ketika sibuk bekerja di siang hari, ada shalat Dzuhur yang juga mesti dilaksanakan, juga ketika sore ada shalat Ashar yang meski ditunaikan pula. Di malam hari ada shalat Maghrib dan Isya.

 

Rahasia Abu Hurairah r.a Menghabiskan Waktu Malam

 

Abu Hurairah adalah seorang penghafal yang mutqin, akurat dalam apa yang dia riwayatkan, detail dalam laporan hadits-haditsnya. Telah berkumpul dua sifat agung dalam dirinya yang satu melengkapi yang lain – yang pertama adalah keluasan ilmu dan banyak periwayatannya, dan yang kedua adalah kekuatan ingatan dan tingkat akurasinya yang baik. Inilah tujuan yang diharapkan oleh orang-orang yang berilmu. Telah disebutkan – bahwa Rasulullah pernah berdoa untuknya agar memiliki ilmu yang tak terlupakan.

 

Abu Hurairah r.a berkata;

 

جَزَأْتُ اللَّيْلَ ثَلاَثَةَ أَجْزَاءٍ: ثُلُثًا أُصَلِّي، وَثُلُثًا أَنَامُ، وَثُلُثًا أَذَكَرُ فِيهِ حَدِيثَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

 

“Aku telah membagi malam menjadi tiga bagian; sepertiga untuk shalat (qiyamullail), sepertiga untuk tidur, dan sepertiga untuk menghafal Hadits Rasulullah SAW.” (Sunan Ad-Darimi 1:82)

 

Wallahu a’lam. Diambil dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat!

 

(Khadim Korp Da’i An Nashihah dan Pelajar Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *