Mazhab Syafi’i adalah salah satu dari empat mazhab utama dalam fiqh (hukum Islam) Sunni. Mazhab ini didirikan oleh Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i, seorang ulama besar yang dikenal karena keilmuan dan pemikirannya yang sistematis dalam mengembangkan metodologi fiqh. Sejarah Mazhab Syafi’i sangat erat kaitannya dengan perjalanan hidup Imam Syafi’i, serta kontribusinya dalam menyusun ilmu usul fiqh yang kemudian menjadi fondasi mazhab ini.
1. Pendiri Mazhab: Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i
Imam Syafi’i lahir di Gaza, Palestina pada tahun 767 M (150 H), dan berasal dari keluarga Quraisy yang mempunyai hubungan dekat dengan Nabi Muhammad SAW. Ia tumbuh besar di Mekkah dan sejak usia muda sudah menunjukkan kecerdasan yang luar biasa. Setelah belajar di Mekkah, Syafi’i melanjutkan studinya ke Madinah di bawah bimbingan Imam Malik bin Anas, pendiri Mazhab Maliki.
Setelah beberapa tahun belajar dengan Imam Malik, Imam Syafi’i juga melakukan perjalanan ke Irak untuk belajar dengan murid-murid Imam Abu Hanifah, pendiri Mazhab Hanafi. Pengalamannya belajar dengan berbagai ulama dari mazhab yang berbeda memberinya wawasan yang luas dan mendalam tentang berbagai metode fiqh.
2. Pembentukan Mazhab Syafi’i
Imam Syafi’i mengembangkan pendekatan yang unik terhadap fiqh dengan menyusun metodologi yang sistematis. Ia adalah ulama pertama yang menyusun usul fiqh (prinsip-prinsip dasar hukum Islam) sebagai ilmu tersendiri. Dalam bukunya yang terkenal, Al-Risalah, Imam Syafi’i menjelaskan prinsip-prinsip ini secara rinci. Beberapa kontribusi utama Imam Syafi’i dalam pembentukan fiqh adalah:
Penggabungan Qiyas dengan Hadis: Imam Syafi’i menegaskan pentingnya merujuk kepada hadis Nabi Muhammad SAW sebagai sumber utama setelah Al-Qur’an. Ia menolak penggunaan qiyas (analogi) atau istihsan (kebijaksanaan hukum) tanpa dasar dari Al-Qur’an atau hadis. Ini adalah salah satu pembeda utama antara mazhab Syafi’i dengan mazhab Hanafi yang lebih fleksibel dalam penggunaan qiyas.
Ijma’ (Konsensus): Imam Syafi’i mengakui ijma’ (kesepakatan ulama) sebagai sumber hukum yang sah, tetapi ia menekankan bahwa ijma’ harus didasarkan pada sumber yang jelas dari Al-Qur’an dan Sunnah.
Qiyas (Analogi): Imam Syafi’i menggunakan qiyas, tetapi dengan batasan-batasan yang ketat dan hanya sebagai pilihan terakhir jika Al-Qur’an, hadis, dan ijma’ tidak memberikan jawaban langsung terhadap suatu masalah.
3. Karya-Karya Imam Syafi’i
Imam Syafi’i adalah seorang penulis produktif yang menghasilkan beberapa karya besar. Selain Al-Risalah, yang menjadi landasan dalam ilmu usul fiqh, ia juga menulis Al-Umm, sebuah kitab besar yang mencakup berbagai aspek fiqh dan menjadi referensi utama dalam Mazhab Syafi’i. Al-Umm memuat pandangan-pandangan fiqh Imam Syafi’i mengenai berbagai masalah hukum dan tetap menjadi rujukan utama dalam fiqh Syafi’i hingga kini.
4. Periode Baghdad dan Mesir
Perjalanan intelektual Imam Syafi’i dibagi menjadi dua periode besar: periode Baghdad dan periode Mesir. Pada masa awalnya di Baghdad, Imam Syafi’i menyerap banyak pengaruh dari Mazhab Hanafi. Namun, setelah pindah ke Mesir, pemikiran Imam Syafi’i semakin matang, dan ia mulai menyusun ajaran fiqh yang dikenal sebagai Mazhab Syafi’i. Periode Mesir dianggap sebagai fase terakhir dari pemikiran Imam Syafi’i, di mana ia menyusun ajaran-ajaran hukumnya secara lebih sistematis dan mapan.
Madzab Qadim (Pemikiran Awal): Pandangan Imam Syafi’i pada masa Baghdad dikenal sebagai Madzab Qadim (mazhab lama), yang banyak dipengaruhi oleh pemikirannya di Irak dan hubungan dengan Mazhab Hanafi dan Maliki.
Madzab Jadid (Pemikiran Baru): Setelah Imam Syafi’i pindah ke Mesir, pandangan-pandangannya mengalami perkembangan dan penyesuaian, yang dikenal sebagai Madzab Jadid (mazhab baru). Madzab Jadid ini menjadi dasar dari ajaran Mazhab Syafi’i yang berlaku luas.
5. Metodologi Mazhab Syafi’i
Mazhab Syafi’i menggunakan sumber-sumber hukum Islam berikut dalam urutan prioritas:
1. Al-Qur’an: Sumber hukum utama.
2. Hadis (Sunnah Nabi Muhammad SAW): Hadis dianggap sebagai penjelas dan pelengkap Al-Qur’an. Imam Syafi’i menekankan penggunaan hadis yang sahih sebagai sumber hukum setelah Al-Qur’an.
3. Ijma’ (Konsensus Ulama): Kesepakatan ulama dianggap sebagai sumber hukum yang sah, asalkan didasarkan pada Al-Qur’an dan hadis.
4. Qiyas (Analogi): Penggunaan qiyas hanya diperbolehkan jika tidak ada nas (teks yang jelas) dari Al-Qur’an atau hadis, dan harus berdasarkan logika yang kuat serta konsisten dengan prinsip-prinsip Islam.
6. Penyebaran Mazhab Syafi’i
Mazhab Syafi’i menyebar ke berbagai wilayah dunia Islam, terutama di Mesir, Yaman, Hijaz (Mekkah dan Madinah), Asia Tenggara, dan sebagian wilayah India. Di Asia Tenggara, Mazhab Syafi’i menjadi mazhab dominan di negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura, dan Filipina selatan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi penyebaran Mazhab Syafi’i di wilayah-wilayah ini antara lain:
Hubungan dagang: Para pedagang Arab dari Yaman yang mengikuti Mazhab Syafi’i menyebarkan ajaran-ajaran mazhab ini ke wilayah-wilayah yang mereka kunjungi, termasuk Asia Tenggara.
Pengaruh Mesir: Di Mesir, Mazhab Syafi’i menjadi sangat kuat dan berkembang di bawah perlindungan dinasti Fathimiyah dan kemudian dinasti Ayyubiyah.
7. Ciri Khas Mazhab Syafi’i
Konsistensi terhadap Hadis: Imam Syafi’i sangat menekankan pentingnya hadis dalam merumuskan hukum Islam. Ia menolak penggunaan istihsan (kebijaksanaan hukum) seperti yang digunakan di Mazhab Hanafi, dan lebih memilih rujukan yang lebih kuat kepada hadis.
Keseimbangan antara Qiyas dan Ijma’: Mazhab Syafi’i dikenal karena keseimbangan dalam penggunaan qiyas dan ijma’. Mazhab ini tidak sepenuhnya mengabaikan qiyas, tetapi juga sangat menghargai ijma’ sebagai sumber hukum yang kuat.
Penekanan pada Metodologi yang Ketat: Imam Syafi’i memperkenalkan metode ilmiah yang sistematis dalam menentukan hukum. Pendekatan ini menjadi model bagi mazhab-mazhab lainnya dalam menyusun usul fiqh.
8. Pengaruh Mazhab Syafi’i
Mazhab Syafi’i memainkan peran penting dalam perkembangan hukum Islam di dunia Muslim, terutama di wilayah yang disebutkan di atas. Hingga saat ini, Mazhab Syafi’i terus menjadi salah satu mazhab yang paling banyak diikuti oleh umat Muslim di dunia. Pemikiran Imam Syafi’i yang sistematis dan metodologinya yang ketat membuat mazhab ini menjadi salah satu mazhab yang sangat dihormati.
Di Indonesia, Malaysia, Brunei, dan beberapa negara lainnya, Mazhab Syafi’i menjadi mazhab yang dominan, memengaruhi perkembangan sosial, politik, dan budaya di wilayah tersebut. Mazhab ini juga memainkan peran penting dalam sistem pendidikan Islam di Asia Tenggara.
9. Kesimpulan
Mazhab Syafi’i didirikan oleh Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’i, yang dikenal sebagai pelopor ilmu usul fiqh. Mazhab ini menekankan pentingnya hadis Nabi SAW dan penggunaan qiyas serta ijma’ dalam merumuskan hukum. Penyebarannya yang luas, terutama di Asia Tenggara dan Mesir, menunjukkan betapa besar pengaruh ajaran Imam Syafi’i di dunia Islam. Hingga kini, Mazhab Syafi’i tetap menjadi salah satu mazhab fiqh yang paling dihormati dan diikuti.
Dikutip dari berbagai sumber, semoga bermanfaat.

