Gerhana dalam Lintas Peradaban: Dari Mitos ke Tauhid Islam

Gerhana, Tanda yang Menggetarkan Peradaban

Sejak ribuan tahun, gerhana matahari dan bulan memikat sekaligus mengguncang psikologi manusia. Bayangan yang tiba-tiba menyelimuti langit dianggap sebagai pertanda besar, kadang disambut dengan ritual pengusiran setan, persembahan korban, atau ramalan nasib.

Namun, Islam hadir meluruskan pandangan tersebut. Rasulullah ﷺ bersabda ketika terjadi gerhana di zamannya:
> «إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا»
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak gerhana karena mati atau hidupnya seseorang. Jika kalian melihatnya, maka berdoalah kepada Allah, bertakbirlah, shalatlah, dan bersedekahlah.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menjadi pembeda revolusioner antara cara pandang jahiliyah dan pendekatan tauhid yang rasional.

*???? Gerhana dalam Peradaban Kuno: Antara Mitos dan Ketakutan*

1. Mesopotamia dan Babilonia

Bangsa Babilonia adalah pelopor pencatatan gerhana (sekitar 1000 SM). Namun, secara antropologis, mereka mengaitkan gerhana dengan kutukan terhadap raja. Dalam psikologi kekuasaan mereka, bayangan langit berarti bayangan ancaman. Solusinya: mereka sering mengangkat “raja pengganti” untuk mengalihkan kutukan.

2. Mesir Kuno

Gerhana dianggap pertarungan dewa matahari Ra dengan ular raksasa Apep. Upacara dilakukan dengan membuat kegaduhan—memukul gong dan genderang—untuk “mengusir Apep”.

3. Tiongkok Kuno

Mitologi Tiongkok menyebutkan naga langit memakan matahari atau bulan. Komunikasi massa saat itu berupa ritual komunal dengan bunyi-bunyian agar naga melepaskan cahayanya.

4. India (Hindu)

Dalam mitologi Hindu, Rahu—makhluk yang kepalanya dipenggal—berusaha menelan matahari atau bulan. Ritualnya: mandi di sungai suci seperti Gangga untuk membersihkan diri dari pengaruh buruk.

5. Peradaban Maya dan Aztec

Gerhana dianggap murka dewa yang menuntut darah. Mereka melakukan pengorbanan manusia untuk memulihkan cahaya.

6. Skandinavia (Mitologi Norse)

Dikisahkan serigala raksasa (Skoll atau Hati) mengejar matahari dan bulan; gerhana adalah saat mereka menangkapnya.

*????Gerhana dalam Sejarah Para Nabi Sebelum Muhammad ﷺ*

Nabi Ibrahim عليه السلام

Al-Qur’an menggambarkan pencarian beliau tentang kebenaran melalui benda langit:
> فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَبًا قَالَ هَٰذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَا أُحِبُّ الْآفِلِينَ • فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَٰذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لَأَكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ • فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَٰذَا رَبِّي هَٰذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ
(QS. Al-An‘ām: 76–78)

Walau tidak disebut gerhana secara eksplisit, ayat ini menunjukkan proses perenungan kosmik Nabi Ibrahim yang membebaskan manusia dari penyembahan benda langit.

Nabi Musa عليه السلام

Tradisi Yahudi kuno (Talmud) menyebut gerhana sebagai tanda peringatan untuk bertobat. Sedangkan di Mesir masa Fir‘aun, ia sarat dengan mitos dewa-dewa.

Nabi Isa عليه السلام

Dalam Injil, saat penyaliban Yesus (menurut kepercayaan Kristen), disebutkan kegelapan menyelimuti bumi (Lukas 23:44–45). Beberapa menafsirkannya sebagai gerhana, meskipun secara astronomis tidak sejalan.

*????Islam: Dari Ketakutan Kosmik Menuju Kesadaran Tauhid*

Ketika gerhana terjadi di zaman Nabi Muhammad ﷺ (10 Hijriah), masyarakat sempat menghubungkannya dengan wafatnya putra beliau, Ibrahim bin Muhammad. Namun, Nabi ﷺ justru meluruskan persepsi itu, membebaskan umat dari psikologi mistis menuju psikologi ketundukan kepada Allah.

Beliau menganjurkan:

Shalat khusuf/khusuf dengan dua rakaat dan dua kali rukuk tiap rakaat.

Dzikir, doa, istighfar, dan sedekah.

Khutbah pascagerhana untuk memperkuat akidah masyarakat.

*????Pendekatan Interdisipliner: Filsafat, Psikologi, dan Komunikasi*

Filsafat: Gerhana menjadi ruang refleksi tentang keterbatasan manusia di hadapan kosmos.

Psikologi: Mengubah rasa takut menjadi ibadah kolektif mengurangi kepanikan sosial.

Antropologi: Menunjukkan transisi budaya dari mitos ke monoteisme.

Komunikasi: Rasulullah ﷺ menggunakan gerhana sebagai momentum dakwah publik yang efektif.

Ilmu Sains Modern: Astronomi menjelaskan gerhana secara ilmiah, namun Islam memberi makna spiritualnya.

*????Hikmah yang Bisa Diambil*

1. Menguatkan tauhid: Gerhana bukan pertanda lahir/matinya seseorang, melainkan tanda kekuasaan Allah.
2. Mendidik masyarakat berpikir kritis: Menghapus kepercayaan tahayul.
3. Mendorong amal sosial: Nabi ﷺ menganjurkan sedekah saat gerhana.
4. Menghubungkan sains dengan iman: Pengetahuan astronomi bukan lawan iman, melainkan pendukungnya.

*????Penutup: Gerhana Sebagai Panggilan Spiritual*

Gerhana di masa lalu telah memunculkan berbagai mitos, tetapi Islam datang dengan pandangan yang jernih, rasional, dan mengajarkan ketundukan kepada Allah. Firman-Nya:
> وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ۚ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
(QS. Fussilat: 37)

Maka setiap kali langit meredup, itu bukan tanda malapetaka, melainkan undangan untuk kembali kepada Sang Pencipta.

#zawiyahjakarta
#gerhana

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *