Oleh : Rival Maulana
(Mahasiswa Ma’had Aly Zawiyah Jakarta)
Tak terasa kini kita telah berada di penghujung tahun 2020, pergantian tahun menanti di depan mata, tahun 2021 dunia semakin tua dan usia kita semakin berkurang,
Ada yang menarik di tahun 2020 ini, sebuah peristiwa yang tercatat dalam sejarah kehidupan manusia modern, peristiwa ini diberi nama Corona Virus Disease atau lebih dikenal Covid19
Hingga Akhir Desember ini Covid19 telah merenggut sekitar 1,77 nyawa, maka tak heran wabah ini juga memberikan dampak yang begitu besar dikehidupan masyarakat modern, tatkala ekonomi dunia mengalami kontraksi, buruh buruh diberhentikan, pasar pasar ditutup, para pegawai dan siswa sekolah diliburkan, Berbagai upaya telah dilakukan diberbagai negara, namun hingga akhir tahun 2020 virus ini masih tetap ada.
Sejarah Islam mencatat peristiwa wabah tak ahanya terjadi kali ini saja, dahulu juga pernah terjadi wabah, bahkan Rasulullah Saw juga mengalami peristiwa wabah, yang lebih menarik tercatat dalam kitab Hilyatul Auliya’ fi Thabaqat al-Asfiya’ karya Abu Nu’aim al-Ashfani, Tatkala seorang wali berbicara dengan wabah.
Dikisahkan dalam kitab tersebut bahwa telah terjadi sebuah wabah cukup serius di kota Damaskus beratus tahun lalu lamanya. Ya, dialah wabah tha’un.
Ceritanya, sewaktu menempuh perjalanan menuju kota Damaskus, segerombolan wabah tersebut, konon, bertemu dengan salah satu waliyullah. Lalu, terjadilah sebuah dialog antara mereka berdua:
“Mau kemana kalian?”, selidik sang waliyullah kepada wabah tha’un.
“Kami diperintah oleh Allah Swt untuk memasuki kota Damaskus,” jawab wabah tha’un.
Sang waliyullah lalu bertanya kembali, “berapa lama dan berapa banyak manusia yang menjadi korban kalian?”
Wabah pun menjawab, “dua tahun dengan seribu korban yang meninggal dunia.”
Singkat cerita, setelah dua tahun berlalu, jumlah korban meninggal ternyata mencapai 50 ribuan orang. Dan ketika sang waliyullah kembali bertemu dengan wabah penyakit tersebut, ia menggugat.
“Kenapa dalam dua tahun kalian memakan begitu banyak korban sampai 50 ribu orang yang meninggal? Bukannya kalian janji hanya memakan korban seribu orang?”, protes sang waliyullah.
Wabah pun menjawab, “kami memang diperintah Allah Swt untuk merenggut seribu korban. Namun empat puluh sembilan ribu korban lainnya, meninggal akibat panik dan khawatir berlebihan yang meliputi pikiran dan benak mereka.”
Ya, wabah yang terjadi di negeri Syam (Damaskus dan sekitarnya) itu telah menewaskan banyak orang. Bahkan akibat wabah tha’un tersebut, banyak perempuan remaja yang berguguran. Keterangan ini dijelaskan dalam kitab Bazdlu al-Ma’un fi Fadhli Tha’un karya Ibnu Hajar al-Asqalani, tentang wabah Tha’un yang menyerang gadis-gadis tersebut dan kemudian dikenal dengan nama Tha’un Fatayat.
Sumber : https://islami.co/hikmah-dialog-seorang-waliyullah-dengan-segerombolan-wabah/
Kisah di atas memberikan pelajaran kepada kita agar tidak panik menghadapi situasi wabah, maka tak heran ibnu Sina memberikan sebuah tuntunan dan rambu rambu ketakutan dalam menghadapi penyakit, sebagaimana dikutip oleh Musthofa Husni dalam kitabnya berjudul ‘Isy Allahzah (Athlas lin Nashri wal Intaji wal I’lamiy , 2015, Cet.I, hal. 161) sebagai berikut :
1. الوهم نصف الداء (Kepanikan adalah separuh penyakit) Secara umum panik dipahami sebagai sebuah serangan yang muncul tiba-tiba akibat rasa takut yang luar biasa. Rasa takut itu sendiri bisa muncul karena ada bahaya yang nyata-nyata mengancam atau hanya karena berpikir terlalu buruk dan tidak rasional alias mengkahayal.
Ibnu Sina menasihati agar kita tidak mudah panik dalam situasi apapun baik aman maupun bahaya sebab panik itu sendiri merupakan bagian masalah kejiwaan yang bisa berdampak langsung pada munculnya penyakit fisik seperti serangan jantung, hipertensi dan sebagainya.
2. والاطمئنان نصف الدواء (Ketenangan adalah separuh obat). Ibnu Sina menekankan perlunya orang memiliki ketenangan baik dalam keadaan sakit maupun sehat. Dalam keadaan sehat orang yang memiliki ketenangan jiwa tidak mudah terserang oleh berbagai-penyakit jasmani dan rohani sebab ketenangan itu sendiri merupakan benteng sehingga memiliki imunitas yang kuat.
Ketenangan akan mudah dicapai juga melalui berbagai pendekatan, yakni pendekatan teologis dan pendekatan ilmiah rasional.
Al-Quran mengingatkan pentingnya berdzikir kepada Allah sebab senantiasa mengingat Allah akan menghasilkan ketenangan batin yang kokoh sebagaiamana firman Allah berikut ini:
أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ
Artinya: Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenang. (QS Ar-Ra’d: 28)
Menurut Muhammad Ishom, dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta. dalam artikel berjudul “3 Tips Ibnu Sina Saat Menghadapi Krisis Kesehatan” selalu mengingat Allah termasuk dalam wilayah akhlak kepada Allah. Seorang hamba yang saleh senantiasa mengingat Tuhannya dan Tuhan pun akan membalas dengan selalu mengigat sang hamba.
Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam hadis qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah sebagai berikut:
يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى ، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِى ، فَإِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى ، وَإِنْ ذَكَرَنِى فِى مَلأٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا ، وَإِنْ أَتَانِى يَمْشِى أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً »
Artinya, “Allah Ta’ala berfirman: ‘Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat). Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.’” (HR. Bukhari dan Muslim).
Jadi, seorang hamba yang senantiasa mengigat Allah dalam arti yang sebenarnya tentulah memiliki ketenangan yang luar bisa sebab begitu dekatnya hubungan dia dengan Allah sehingga ia meyakini Allah senantiasa membersamainya baik dalam keadaan sedirian maupun bersama orang lain.
3. والصبر أول خطوات الشفاء (Kesabaran adalah awal dari kesembuhan).
Kesabaran itu ibarat jamu yang rasanya pahit tetapi hasil dari kesabaran adalah manis. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam pepatah Arab yang berbunyi:
الصبر كالدواء المر مذاقه سيء ولكن نتائجه جميلة
Artinya: “Sabar itu seperti obat pahit yang tidak enak rasanya, tetapi hasilnya indah.”
Orang sabar tentu telaten untuk berbuat apa saja yang dibutuhkan. Seorang pasien yang sabar akan sanggup mematuhi aturan-aturan kesehatan yang diberikan dokter.
Berbagai obat yang diberikan ia sanggup meminumnya secara teratur sesuai aturannya. Jika diberikan terapi pun ia juga sanggup menjalaninya dengan telaten tanpa keluh kesah betatapun berat terapi itu
Di balik peristiwa Corona virus 19 yang terjadi di tahun 2020 tersimpan begitu banyaknya hikmah serta ibrah yang dapat diambil, salah satu diantaranya Corona Virus memberikan pelajaran bahwa semua perkara yang sudah ditakdirkan Allah pasti terjadi walaupun tidak sesuai keinginan kita, dalam artian belajar menerima takdir.
قُلْ لَّنۡ يُّصِيۡبَـنَاۤ اِلَّا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَـنَا ۚ هُوَ مَوۡلٰٮنَا ۚ وَعَلَى اللّٰهِ فَلۡيَتَوَكَّلِ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ
Katakanlah (Muhammad), “Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah bertawakallah orang-orang yang beriman.” (QS. At-Taubah : 51)
Dari Anas bin Malik, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
“Sesungguhnya pahala besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang ridho, maka ia yang akan meraih ridho Allah. Barangsiapa siapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.” (HR. Ibnu Majah)
Seorang sufi wanita terkemuka, Rabi’atul Adawiyah, suatu waktu juga pernah ditanyai tentang kapan seorang hamba menjadi orang yang ridha, kemudian Rabi’ah menjawab, “Bila kegembiraannya di waktu ditimpa bencana sama dengan kegembirannya di kala mendapat kurnia.” (Ensiklopedi Islam Jilid IV, hlm 170).
Sumber https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/o4jik621
Ridho dalam artian menerima segala yang Allah tetapkan untuk hambanya, adalah bukti rasa Cinta seorang hamba kepada Allah SWT, karena sesungguhnya sepahit apapun takdir yang Allah berikan hanyalah sebagai jalan kepadanya untuk mengingatkan hakikat keberadaan dunia, hamba yang ridho akan ketetapan Allah Akan mengerti bahwa kehidupannya didunia hanya sementara, dunia hanyalah sebagai tempat ujian untuk merai keridhoan Allah diakhirat kelak,
Betapa banyak rencana pekerjaan, pernikahan, liburan yang telah di rancang sedemikian rupa untuk di terapkan ditahun 2020 namun seketika gagal karena Corona Virus 19, oleh karenanya sikap ridho akan ketetapan Allah yang harus ditanamkan dimasa pandemi seperti ini.
Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad di dalam Kitab Risalatul Muawanah:
Hendaknya engkau Ridha dengan Semua ketentuan Allah Swt Yang ditetapkan kepadamu.
Karena sesungguhnya Ridha terhadap takdir termasuk hasil yang paling mulia dari cinta dan makrifat. Ketahuilah bahwa hal itu sudah menjadi sifat seorang pencinta, ia akan rela terhadap setiap perbuatan kekasihnya yang manis maupun yang pahit . Hal ini sebagaimana di Sebutkan dalam sebuah hadist Qudsi :
من لم يرض بقضائى ولم يصبر على بلائى فليلتمس ربا سواى . .
Artinya : Barang siapa yang tidak ridha atas ketentuanKu , dan tidak bersabar Atas UjianKu, maka sebaiknya ia mencari Tuhan selainku
Dalam hal ini, Nabi Saw bersabda :
ان الله إذا احب قوما ابتلاهم ، فمن رضي فله الرضا ، ومن سخط فله السخط . .
Artinya : Sengguhnya Jika Allah mencintai suatu kaum , Maka Allah akan menguji mereka , Barangsiapa yg ridha Silahkan Ridha . & Barangsiapa yang marah silahkan marah.
Kewajibanmu wahai Mukmin adalah Mengetahui dan menyakini bahwa Allah Swt Yang menuntun serta yang menyesatkan, membahagiakan dan mencelakan, mendekatkan dan menjauhkan, memberi dan mencegah , menurunkan dan mengangkat , memberi manfaat serta membuat bahaya.
Jika engkau telah mengetahuinya dan mengimaninya , maka kewajibanmu janganlah memprotes Allah Swt terhadap apapun yang allah swt perbuat secara dhohir maupun bathin
Sebuah maqolah menyatakan
أنا أريد وأنت تريد والله يفعل ما يريد
Artinya : Aku menginginkannya, engkau pun menginginkannya, tetapi yang berlaku adalah keinginan Allah.
Hal ini menjadi pelajaran disaat kenyataan tak sesuai dengan harapan, Adalah rahasia dan kebaikan Allah dibalik itu semua.